BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia mempunyai kemampuan-kemampuan yang
dapat dan perlu dikembangkan melalui pengalaman yang terbentuk dalam
berinteraksi antar individu dengan lingkungan tempat tinggalnya yang dapat
mempengaruhi tingkah laku, pertumbuhan, perkembangan, serta proses dalam
menjalani kehidupannya memalui lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya.
Pendidikan merupakan usaha manusia untuk
menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun
rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan.
Maka dari itu, pendidikan perlu ditunjang dengan lingkungan pendidikan yang
baik. Karena lingkungan pendidikan merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar
manusia dalam berinteraksi baik berupa benda mati, makhluk hidup, maupun
hal-hal yang terjadi dan sebagai tempat dalam
menyalurkan kemampuan-kemampuan untuk membentuk perkembangan setiap
individu yang mempunyai pengaruh kuat kepada individu.
Dinamika atau perubahan dimensi internal
administrasi publik seperti kebijakan, menejemen, organisasi , moral dan etika
dan kinerja dalm administrasi publik sangat di pengaruh oleh paktor lingkungan,
dan sejarah adminitrasi publik di negara sedang berkembang, banyak oendapat
untuk berhati – dati dalam penerapan sistem atau model – model adminstrasi
publik dari dunia barat.
Administrasi publik bagi negara sedang
berkembang ini adalah sebagai bentuk doktrin penting moderenisasi karna banyak
sekali pengaruhnya dari bagi perkembangan negara yang masih sedang berkembang,
apalagi model tersebut di ambil dari negara barat. Unsur pemaksan untuk
menerapkan model administrasi publik dari negara barat ke nagara sedang
berkembang sangatlah berpengaruh besar pada negara sedang berkembang, pemaksaan
penerapan moderenisasi secara kaku ini telah menimbulkan kesan adanya “
westerniasi” dan membawa banyak implikasi negatif yang banyak di rasakan negara
sedang berkembang.
Oleh ekarena itu begitu pentingnya pengaruh
lingkungan tersebut, banyak perusahaan swasta dan intansi pemerintah mulai
memberiakn perhatian yang sangat bagus untuk menerapak disiplin “
menejemen srategis “ dan “ rencana strategis ”
B.
Rumusan Masalah
Dalam penulisan Makalah ini akan dibahas
beberapa masalah diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Apa pengertian
lingkungan pendidikan ?
2.
Apa saja Dimensi-dimensi
lingkungan pendidikan ?
3.
Bagaimana
Tipologi lingkungan pendidikan ?
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk
mengetahui dan memahami Pengertian dari lingkungan pendidikan.
2.
Untuk
mengetahui dan memahami Dimensi-dimensi lingkungan pendidikan.
3.
Untuk
mengetahui dan memahami yang termasuk kedalam ragam Tipologi lingkungan
pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Lingkungan Pendidikan
Kegiatan pendidikan selalu berlangsung di dalam
suatu lingkungan. Dalam konteks pendidikan, lingkungan dapat diartikan, sebagai
segala sesuatu yang berada di luar diri anak. Lingkungan dapat berupa hal-hal
nyata, seperti tumbuhan, orang, keadaan, politik, sosial-ekonomi, binatang,
kebudayaan, kepercayaan, dan upaya lain yang dilakukan oleh manusia termasuk di
dalamnya pendidikan.[1]
Lingkungan pendidikan adalah segala sesuatu
yang ada di sekitar manusia, baik berupa benda mati, makhluk hidup, ataupun
peristiwa-peristiwa yang terjadi termasuk kondisi masyarakat terutama yang
dapat memberikan pengaruh kuat kepada individu. Seperti lingkungan tempat
pendidikan berlangsung dan lingkungan tempat anak bergaul. Lingkungan ini
kemudian secara khusus disebut sebagai lembaga pendidikan sesuai dengan jenis
dan tanggungjawab yang secara khusus menjadi bagian dari karakter lembaga
tersebut.
Dalam memberikan pengaruh terhadap perkembangan
anak, lingkungan ada yang sengaja diadakan (usaha sadar) ada yang tidak usha
sadar dari orang dewasa yang normatif disebut pendidikan, sedang ynag lain
disebut pengaruh. Lingkunga yang dengan sengaja diciptakan untuk mempengaruhi
anak ada tiga, yaitu : lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan
masyarakat. Ketiga lingkunga ini disebut lembaga pendidikan atau satuan
pendidikan.
Lembaga pendidikan adalah organisasi atau
kelompok manusia yang Karena satu dan lain hal memikul tanggung jawab atas
terlaksananya pendidikan. Badan pendidikan itu bertugas memberi pendidikan
kepada si terdidik (Marimba,1980). Secara umum fungsi lembaga pendidikan adalah
menciptakan situasi yang memungkinkan proses pendidikan dapat berlangsung.
Menurut Hasbullah
lingkungan pendidikan mencakup :
a.
Tempat
(lingkungan fisik), keadaan iklim, keadaan tanah, keadaan alam.
b.
Kebudayaan
(lingkungan budaya) dengan warisan budaya tertentu seperti bahasa, seni,
ekonomi, ilmu pengetahuan, pandangan hidup, dan pandangan keagamaan.
c.
Kelompok hidup
bersama (lingkungan sosial atau masyarakat) keluarga, kelompok bermain, desa,
perkumpulan dan lainnya.
Lingkungan serta lembaga pendidikan bersifat
positif apabila memberikan pengaruh sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan.
Lingkungan bersifat negatif apabila berpengaruh secara kontradiktif dengan arah
dan tujuan pendidikan. Maka intensitas pengaruh lingkungan terhadap peserta
didik tergantung sejauh mana anak dapat menyerap rangsangan yang diberikan
lingkungannya dan sejauh mana lingkungan mampu memahami dan memberikan
fasilitas terhadap kebutuhan pendidikan peserta didik.
Diantara fungsi lingkungan pendidikan adalah
sebagai berikut:
a.
Lingkungan
pendidikan dapat menjamin kehidupan emosional peserta didik untuk tumbuh dan
berkembang. Kehidupan emosional ini sangat penting dalam pembentukan pribadi
anak.
b.
Lingkungan
pendidikan membantu peserta didik dalam berinteraksi dengan berbagai lingkungan
sekitarnya baik lingkungan fisik, sosial, maupun budaya, terutama berbagai
sumberdaya pendidikan yang tersedia agar dapat dicapai tujuan pendidikan secara
optimal.
c.
Lingkungan
pendidikan berfungsi sebagai wahana yang amat besar bagi perkembangan individu
dan masyarakat dalam memperluas dan mempercepat usaha mencerdaskan kehidupan
bangsa.
d.
Mengajarkan
tingkah laku umum dan untuk menyeleksi serta mempersiapkan peranan-peranan
tertentu dalam masyarakat.
e.
Di dalam
lingkungan pendidikan dapat mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki
peserta didik baik dalam bentuk karier, akademik, kehidupan beragama, kehidupan
sosial budaya, maupun keterampilan lainnya.[2]
B.
Dimensi-dimensi Lingkungan Pendidikan
Lingkungan pendidikan adalah tempat seseorang
memperoleh pendidikan secara langsung dan tidak langsung. Oleh karena itu,
lingkungan pendidikan ada yang bersifat sosial dan material. Lingkungan
pendidikan secara garis besarnya oleh Ki Hajar Dewantoro dibagi menjadi tiga
yang disebut denga Tri Pusat Pendidikan, yaitu
keluarga, sekolah, dan masyarakat.
1. Lingkungan Keluarga
Manusia ketika dilahirkan di dunia dalam
keadaan lemah. Tanpa pertolongan orang lain, terutama orang tuanya, ia tidak
bisa berbuat banyak. Di balik keadaannya yang lemah itu ia memiliki potensi
baik yang bersifat jasmani maupun rohani.
Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi
anak, di lingkungan keluarga pertama-tama anak mendapatkan pengaruh sadar.
Karena itu keluaraga merupaka kelompok primer yang terdiri dari sejumlah
keluarga kecil karena hubungan sedarah yang bersifat informal dan kodrati dan
menjadi lembaga pendidikan tertua. Keluarga bisa berbentuk keluarga inti (nucleus family : ayah, ibu, dan anak),
ataupun keluarga yang diperluas (di samping inti, ada orang lain seperti kakek,
nenek, ipar dan lain sebagainya).
Anak dalam menjalani pendidikan di lingkungan
keluarga biasanya menghadapi hambatan-hambatan. Hambatan-hambatan tersebut
antara lain sebagai berikut:
a.
Anak kurang
mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orangtua.
b.
Pigur orangtua
yang tidak mampu memberikan keteladanan pada anak.
c.
Sosial ekonomi
keluaraga yang kurang atau sebaliknya yang tidak bisa menunjang belajar.
d.
Kasih sayang
orangtua yang berlebihan sehingga cenderung untuk memanjakan anak.
e.
Orangtua yang
tidak bisa memberikan rasa aman kepada anak, tuntutan orangtua yang terlalu
tinggi.
f.
Orangtua yang
tidak bisa memberikan kepercayaan kepada anak.
g.
Orangtua yang
tidak bisa membangkitkan inisiatif dan kretifitas kepada anak.
Keluarga sebagai lingkungan pendidikan yang
pertama sangat penting dalam membentuk pola kepribadian anak. Karena di dalam
keluarga, anak pertama kali berkenalan dengan nilai dan norma. Keluarga
didasarkan pada cinta kasih yang sangat natural, sehingga suasana pendidikan
yang berlangsung di dalamnya berdasarkan kepada suasana yang tanpa memikirkan
hak.[3]
Pendidikan keluarga memberikan pengetahuan dan
keterampilan dasar, agama, dan nilai moral, norma sosial dan pandangan hidup
yang diperlukan peserta didik untuk dapat berperan dalam keluarga dan dalam
masyarakat.
Dasar-dasar tanggung jawab keluarga terhadap
pendidikan anaknya, meliputi hal-hal berikut:
a.
Dorongan/motivasi
cinta kasih yang menjiwai hubungan orang tua dengan anak. Cinta kasih ini
mendorong sikap dan tindakan rela menerima tanggungjawab, dan mengabdikan
dirinya untuk sang anak.
b.
Dorongan/motifasi
kewajiban moral, sebagai konsekuensi kedudukan orangtua terhadap keturunannya.
Tanggungjawab moral ini meliputi nilai-nilai religius spiritual yang dijiwai
ketuhanan Yang Maha Esa dan agama masing-masing di samping didorong oleh
kesadaran memelihara martabat dan kehormatan keluarga.
c.
Tanggungjawab
sosial sebagai bagian dari keluarga, yang pada gilirannya juga menjadi bagian
dari masyarakat, bangsa dan negaranya, bahkan kemanusiaan.[4]
Dasar-dasar pendidikan yang diberikan kepada
anak dari orangtua meliputi tujuh hal, yaitu dasar pendidikan budi pekerti,
dasar pendidikan sosial, dasar pendidikan intelek, dasar pembentukan kebiasaan
pembinaan kepribadian yang baik dan wajar, dasar pendidikan kekeluargaan, dasar
pendidikan nasionalisme, dan dasar pendidikan agama.
Lingkungan keluarga berpengaruh kepada anak
dari sisi perlakuan, keluarga terhadap anak, kedudukan anak dalam keluarga,
keadaan ekonomi keluarga, keadaan
pendidikan keluarga, dan pekerjaan orangtua.
Dari lingkungan keluarga yang harmonis mampu
memancarkan keteladanan kepada anak-anaknya, karena dikatakan pendidikan
pertama pada bayi atau anak itu berkenalan dengan lingkungan serta mendapat
pembinaan pada keluarga.
Sangat besar peranan kelurga dalam pendidikan,
karena keluarga adalah lingkungan pertama yang memberikan pendidikan kepada
anak. Peranan keluarga tersebut diantaranya adalah :
a.
Sebagai
pembentuk pola pikir anak, karena di dalam keluarga, anak pertama kali
berkenalan dengan nilai dan norma.
b.
Sebagai
pengalaman pertama bagi masa kanak-kanak, pengalaman ini merupakan factor yang
sangat penting bagi perkembangan berikutnya, khususnya dalam perkembangan
pribadinya.
c.
Sebagai
lingkungan pendidikan yang memberikan keteladanan, karena keteladanan orangtua
akan menjadi tolat ukur dan menjadi wahana pendidikan moral.
2. Lingkungan Sekolah
Sebagai akibat dari perkembangan ilmu dan
teknologi dan terbatasnya orangtua dalam kedua hal tersebut, orangtua sangat penting
dalam menyiapkan anak-anak untuk kehidupan mansyarakat. Sekolah memegang
peranan penting dalam pendidikan karena pengaruhnya besar sekali pada jiwa
anak. Karena itu di samping keluagra sebagai pusat untuk pendidikan, sekolah
pun mempunyai fungsi sebagai pusat pendidikan untuk pembentukan kepribadian
anak.
Pendidikan di sekolah mencakup pendidikan umum
dalam mempersiapkan peserta didik menguasai kemampuan dasar untuk melanjutkan
pendidikan atau memasuki lapangan kerja. Pendidikan sekolah biasanya disebut
sebagai pendidikan formal karena ia adalah pendidikan yang mempunyai dasar,
tujuan, isi, metode, alat-alatnya yang disusun secara eksplisit, sistematis,
dan distandarisasikan. Penjabaran fungsi sekolah sebagai pusat pendidikan
formal, terlihat pada tujuan instruksional, yaitu tujuan kelembagaan pada
masing-masing jenis da tingkatan sekolah.
Sekolah
sebagai lembaga pendidikan formal menerima fungsi pendidikan berdasarkan asas-asas
tanggungjawab berikut ini:
a.
Tanggung jawab
formal kelembagaan sesuai dengan fungsi dan tujuan yang ditetapkan menurut
ketentuan-ketentuan yang berlaku yaitu undang-undang pendidikan.
b.
Tanggungjawab
keilmuan berdasarkan bentuk, isi, tujuan dan tingkat pendidikan yang
dipercayakan kepadanya oleh masyarakat dan negara.
c.
Tanggungjawab
fungsional ialah tanggungjawab profesional pengelola dan pelaksana pendidikan.[5]
Sekolah sebagai pendidikan formal dirancang
sedemikian rupa agar lebih efektif dan efisien, yaitu bersifat klasikal dan
berjenjang. System klasikal memungkinkan sejumlah anak belajar bersama dan
dipimpin oleh seorang atau beberapa orang guru sebagai fasilitator. Sekolah
memiliki cirri jenjang dapat dijelaskan sebagi berikut:
a.
Jenjang
lembaga, sekolah dirancang dengan berbagai tingkatan, dari Taman Kanak-Kanak
(TK) sampai perguruan tinggi (PT). sebagian dikelola oleh Departemen Pendidikan
Nasional dan sebagian lainnya dikelola oleh Departemen Agama.
b.
Jenjang kelas,
berjenjang menurut tingkatan kelas, murid hanya bisa mengikuti pendidikan pada
kelas yang lebih tinggi apabila ia telah mampu menyelesaikan pendidikan di
tingkat sebelumnya. Jenjang kelas ini bervariasi, yaitu di tingkat SD/MI
terdiri dari enam kelas, SMP/MTs terdiri dari tiga kelas, SMA/MA/sederajat
terdiri dari tiga kelas, sedangkan di Perguruaan Tinggi tidak ditentukan dengan
jenjang kelas.
Sekolah dianggap sebagai suatu lingkungan yang
paling bertanggungjawab terhadap pendidikan murid-muridnya, lebih-lebih bila
dikaitkan dengan pengabdian sumber daya manusia yang berkualitas untuk dapat
bersaing secara global. Maka pembangunan sekolah dianggap sebagai investasi
yang prosfektif demi menyongsong kemajuan bangsa.
Tugas sekolah sangat penting dalam menyiapkan
anak-anak untuk kehidupan masyarakat. Maka dari itu, sekolah memegang peranan
penting dalam pendidikan. Karena pengaruhnya besar sekali pada jiwa anak dan
sekolah pun berperan dalam pembentukan kepribadian anak. Diantara peranan
sekolah dalam pendidikan adalah sebagai berikut:
a.
Sebagai
pendidikan formal yang menumbuhkembangkan dalam ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik agar anak mampu menolong dirinya sendiri dalam hidup sebagai
makhluk individu dan makhluk sosial melalui pembekalan dalam semua bidang
studi.
b.
Sebagai
lingkungan pendidikan yang perlu memberikan pemahaman tentang pendidikan
pancasila, agama, dan pembinaan watak sesuai dengan nilai dan norma yang hidup
dan berkembang di masyarakat.
c.
Sebagai
lingkungan pendidikan yang haru mewujudkan cita-cita bangsa dalam hal
mencerdaskan kehidupan bangsa.[6]
3. Lingkungan Masyarakat
Pendidikan dalam lingkungan masyarakat
tampaknya sudah lebih maju dibandingankan dengan pendidikan dalam lingkungan
keluarga dan lingkungan sekolah. Karena masyarakat adalah salah satu lingkungan
pendidikan yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi seseorang.
Pandangan hidup, cita-cita bangsa, sosial budaya, dan perkembangan ilmu
pengetahuan akan mewarnai keadaan masyarakat tersebut.
Masyarakat turut serta memikul tanggungjawab
pendidikan. Pendidika kemasyarakatan merupakan wahana yang amat besar artinya
bagi perkembangan individu dan masyarakat sebagai gerakan yang memperluas dan
mempercepat usaha mencerdaskan bangsa.
Dalam menjalani pendidikan di lingkungan
masyarakat biasanya akan mengalami kesulitan-kesulitan, antara lain :
a.
Lingkungan
fisik dan nonfisik yang kurang menguntungkan. Lingkungan yang demikian akan
banyak menghambat anak dalam belajar.
b.
Tugas yang
diberikan lembaga terlalu berat/banyak, sehingga anak tidak dapat menyelesaikan
tugas tersebut dengan baik. Terlalu banyaknya kegiatan yang diikuti dalam waktu
yang terbatas, bisa menjadi penyebab kegiatan tersebut tidak dilaksanakan
dengan baik dan akan mengalami kesulitan, yang akhirnya hasilnya akan kurang.
c.
Apabila nilai
dikembangkan oleh anak berbeda/bertentangan dengan nilai/adat yang ada di
masyarakat maka akan timbul konflik nilai. Kalau terjadi hal demikian biasanya
anak akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan dalam diri terhadap lingkungan
tersebut. Keadaan yang demikian biasanya akan berpengaruh terhadap upaya
belajar anak.[7]
Setiap masyarakat mempunyai mempunyai
cita-cita, peraturan-peraturan dan sistem kekuasaan tertentu. Pendidikan dalam
Lingkungan kehidupan.
Corak dan ragam pendidikan yang dialami
seseorang dalam masyarakat meliputi segala bidang, baik pembentukan
kebiasaan-kebiasaan pembentukan pengetahuan sikap dan minat, maupun pembentukan
kesusilaan dan keagamaan.
Pendidikan dalam pergaulan masyarakat terutama
banyak sekali lembaga-lembaga pendidikan seperti masjid, surau atau langgar, musholla, madrasah, pondok pesantren,
pengajian, kursus, dan badan-badan pembinaan rohani.
Lingkungan masyarakat mempunyai andil yang
besar dalam upaya mencapai tujuan pendidikan nasional, dalam peranannya antara
lain :
a.
Pendidikan
manusia sebagai makhluk individu, lingkungan masyarakat berperan dalam membantu
pembentukan manusia yang cerdas, sesuai dengan kondisi dan fungsi dari
masing-masing pendidikan tersebut.
b.
Pendidikan
manusia sebagai makhluk susila (kemasyarakatan), yang berkaitan dengan
nilai-nilai yang terkandung di dalam pancasila sebagai falsafah hidup bangsa,
dan pancasila sebagai dasar negara.
c.
Pendidikan
manusia sebagai makhluk sosial, lingkungan masyarakat baik secara langsung
maupun tidak langsung memang ditumbuhkembangkan sebagai makhluk individu dan
susila, yang secara bersama-sama mampu menciptakan kehidupan bersama secara
bertanggungjawab, untuk mencapai kesejahteraan sosial yang dinamis dengan sikap
makaryanya.
d.
Pendidikan
manusia sebagai makhluk religious, maka lingkungan masyarakat banyak memberikan
andil dalam pembekalan yang berhubungan dengan masalah keagamaan.
C.
Tipologi Lingkungan Pendidikan
Menurut Reisman Hanya menggolongkan manusia
atas 3 (tiga) golongan, yaitu :
1.
Orang-orang
yang pribadinya ditentukan oleh tradisi,
2.
Orang-orang
yang membiarkan dirinya di pimpin oleh rohaninya, dan
3. Orang-orang
yang mendasarkan dirinya pada norma-norma yang dikemukakan oleh orang lain
kepadanya.
Riesman
menganggap dapat memperlihatkan bahwa periode kebudayaan yang lama saling
menyusul satu sama lain di mana pada pokoknya terdapat orang-orang yang selalu
termaksud satu diantara ketiganya.
Sedangkan
Menurut Spranger, kehidupan manusia ini dipengaruhi oleh dua macam
kehidupan jiwanya, yaitu jiwa obyektif dan jiwa subyektif.[8]
a.
Jiwa obyektif
ialah totalitas kehidupan rokhaniah manusia, suatu totalitas nilai-nilai yang
ada di luar manusia individual. Jiwa obyektif mencakup pula nilai kebudayaan,
lapangan nilai, konstanten yang memberi arah, tujuan hidup yang umum abadi,
kesemuanya itu turut membentuk kehidupan manusia.
b.
Jiwa subyektif
ialah jiwa individual yang merupakan suatu struktur yang tertentu yang tertuju
kepada perwujudan nilai dan bila kita ingin mengerti jiwa manusia maka haruslah
ia pandang sebagai anggota daripada struktur yang lebih tinggi
Menurut Spranger,
manusia dapat dibedakan atas 6 (enam) nilai kebudayaan, yaitu :
1. Manusia
Ekonomis
Pada
umumnya tipe ini penuh dengan cita-cita yang praktis. Suatu perbuatan tertentu
hanya akan berharga baginya kalau efek perbuatan itu bermanfaat. Pada pokoknya
dalam hidupnya segala sesuatu baik pribadi maupun waktunya dibaktikannya kepada
perjuangan hidup dan selalu mencari kehidupan yang menggembirakan dan
menyenangkanl.[9]
Jadi manusia
ekonomis itu selalu menimbanga segala-galanya dari sudut faedah dan niai
ekonomisnya saja. Begitu pula terhadap ilmu pengetahuan hanya ada harganya bila
ilmu pengetahuan itu penting bagi manusia, dalam arti dapatkah ilmu pengetahuan
itu memudahkan dan menyenangkan hidup manusia. Terhadap masyarakat pendirian
manusia ekonomis itu bersifat egocentris,
bahkan juga egoistis. Ia hanya
mementingkan dirinya sendiri. Ia menimbanga orang berdasarkan kekuatan bekerja
dan prestasi orang itu. Mengenai dunia estetika dan dunia kesenia pada umumnya
kurang begitu menarik bagi mereka. Dengan singkat dapat kita katakan bahwa
manusia ekonomis itu cita-citanya ialah bekerja.
Manusia Ekonomi bersifat :
a.
Senang bekerja
b.
Senang
mengumpulkan harta
c.
Agak kikir
d.
Bangga dengan
hartanya
2.
Manusia
Berkuasa (Politik)
Manusia tipe
ini tidak begitu mengenal obyektivitas dan alasan-alasan aestetis tidak penting
baginya. Segala pikirannya dipusatkan pada satu hal satu tujuan. Ingin
berkuasa, menjajah, memerintah, dan ini merupakan kegembiraan hidupnya.
Hal-hal
yang ada hubungannya dengan ekonomi kadang-kadang sangat penting bagi manusia
ingin berkuasa ini. Sebab menurut dia kekuasaan ekonomi kadang-kadang merupakan
salah satu jalan untuk menguasai orang lain. Jadi ekonomi itu hanya merupakan
alat saja baginya, sedang dia sendiri tidak perlu bersifat ekonomi.
Kalau
dia bergerak dalam lapangan aestetika, hal ini dipergunakannya sebagai jalan
untuk mencapai tujuannya. Tidak jarang keindahan itu digunakan sebagai lambang
kekuasaan.
Pegangganya
orang ingin berkuasa itu harus punya fantasi besar. Sebab menurut dia
rencana-rencana yang besar tidak dapat dibuat tanpa adanya fantasi. Juga
menurut mereka ini bahwa kebijakan yang setinggi-tingginya ialah kekuatan.
Pokoknya segala
sesuatu ditujukan kepada kekuasaan dan kekuatan diri sendiri. Dalam hal ini
kekuasaan negara disamakan dengan kekuasaan diri sendiri. Cita-citanya ialah
raja dan pemerintah.[10]
Manusia Politk, bersifat :
a.
Ingin berkuasa
b.
Tidak ingin
kaya
c.
Berusaha
menguasai orang lain
d.
Kurang
mencintai kebenaran
3. Manusia
Sosial
Manusia
sosial dalam pokok hidupnya ialah seseorang yang mengabdi kepada sesamanya.
Nilai-nilai yang tertinggi dan terbesar yang tersimpul dalam pengabdian ini
ialah kecintaan.
Menurut
Spranger kecintaan itu dapat ditujukan sesorang atau orang lain dalam lingkungan
terbatas, tetapi kecintaan itu dapa pula meliputi segala-galanya. Manusia
sosial mencintai tanpa mengharapkan apa-apa, ia menyerahkan jiwa raganya untuk
orang lain. Dia tidak bertanya siapa yang benar atau apakah sesuatu itu betul,
yang penting ialah sedapat mungkin ia memberik pertolongan.
Antara
sifat-sifat sosial dan aestetis tampaknya seolah-olah tak ada perbedaann. Tapi
kadang-kadang sebaliknya, manusia sosial mengindahkan pula orang yang hina,
yang sangat membutuhkan pula kecintaan, sebaliknya orang aestetis sering
menjauhkan diri dari mereka itu dengan perasaan mual, jijik dan sebagainya.
Manusia social
semboyannya ialah berbakti kepada orang lain. Sebaliknya tipe social yang murni
itu hampir tidak ada di dunia ini. Sebab kebanyakan apa yang disebut nilai
sosial itu sudah terjalin dengan nilai lain. Misalnya tiap perbuatan baik yang
telah kita lakukan seakan-akan selalu mempengaruhi perasaan kita sendiri yaitu
perasaan telah menjadi orang baik. Jadi terang di sini kalau cinta diri ikut berbicara
pula.
Manusia sosial, bersifat :
a.
Senang
berkorban
b.
Senang mengabdi
kepada Tuhan
c.
Mencintai
masyarakat
d.
Pandai bergaul
4. Manusia
llmu Pengetahuan (Teoritis)
Manusia
teoritis ini biasanya seorang ahli ilmu pengetahuan yang tipis. Dia mempelajari
ilmu pengetahuan itu untuk ilmu pengetahuan itu sendiri, tanpa memikir manfaat
yang praktis dan hasil-hasil ilmu pengetahuan itu.[11]
Pendiriannya
obyektif terhadap segala hal/masalah. Selalu mencoba mencari
ketarangan-keterangan yang logis dan masuk akal tentang hal-hal yang
menimbulkan masalah itu. Sedikit pun ia tidak suka kepada sesuatu yang bersifat
samara-samar. Segala sesuatu harus terang dan jelas. Pada umumnya manusia
teoritis ini tidak memperdulikan uang dan kenikmatan.
Hal-hal
yang aestetis pun hampir tidak diperdulikannya. Dalam lapangan sosial tidak
begitu banyak yang diharapkan daripadanya. Ia jarang mencari hubungan dengan
tetangganya dan orang lain.
Bahkan
kadang-kadang ia menganggap rendah orang banyak. Dalam lapangan politik kalau
manusia teoritis ini menceburkan diri paling-paling akan menjadi seorang
pembangunan sisitem teoritis, yang tidak selaras dengan praktek kehidupan
sehari-hari. Cita-cita dari tipe ini tidak lain ialah berpikir dan belajar.
Manusia Ilmu Pengetahuan, bersifat :
a.
Senang membaca
b.
Gemar berfikir
dan belajar
c.
Tidak ingin
kaya
d.
Ingin serba
tahu
5. Manusia
Kesenian (Aestetis)
Pada umumnya
manusia aestetis ini cenderung kepada perseorangan (individualisme). Atau
dengan kata lain hak-hak pribadi lebih penting baginya dari pada hak-hak
golongan. Kalaupun dia bergabung dengan orang lain hal itu biasanya tidaklah
mendalam dan hanya sepintas lalu. Dapat kita katakana bahwa manusia aestetis
itu tidak berada dalam hidup yang sebenarnya. Dia akan melihat sesuatu yang
indah itu sebagai nilai tertinggi. Ia selalu berusaha melepaskan diri dari
segala permintaan, tuntutan yang diajukan orang lain kepadanya.[12]
Manusia Seni, bersifat :
a.
Hidup bersahaja
b.
Senang
menikmati keindahan
c.
Gemar mencipta
d.
Mudah bergaul
dengan siapa saja
6. Manusia
Agama (Religi)
Manusia religi
mencari nilai-nilai tertinggi pada makna hidup, ia mencari TUHAN. Dia tidak
akan tentram, belum puas, bahkan kadang-kadang merasa tersayat, apabila ia
belum mendapat kepastian akan hal itu.
Manusia Agama, bersifat :
a.
Hidupnya hanya
untuk Tuhan dan Akhirat
b.
Senang memuja
c.
Kurang senang
harta
d.
Senang menolong
orang lain
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lingkungan pendidikan adalah tempat seseorang
memperoleh pendidikan secara langsung atau tidak langsung.
Dimensi Lingkungan pendidikan terdiri dari
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat..
Lingkungan keluarga adalah tempat anak
dilahirkan. Disinilah pertama kali ia mengenal nilai dan norma. Pendidikan di
lingkungan keluarga berfungsi untuk memberikan dasar dalam menumbuhkembangkan
anak sebagai makhluk individu, sosial, susila,dan religius.
Sekolah
adalah lingkungan kedua bagi anak. Di sekolah ia mendapatkan pendidikan yang
intensif. Disinilah potensi anak akan ditumbuhkembangkan. Sekolah merupakan
tumpuan dan harapan orangtua dan masyarakat dalam mencerdaskan kehidupan
bangsa.
Di lingkungan masyarakat anak akan mendapat
pendidikan. Masyarakat merupakan lingkungan pendidikan ketiga yang ikut
bertanggungjawab dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa..
Sementara Tipologi Lingkungan yang dimiliki
oleh Manusia menurut Spranger ada 6 macam yaitu:
a.
Manusia ekonomi
b.
Manusia politik
c.
Manusia sosial
d.
Manusia ilmu
pengetahuan
e.
Manusia
kesenian
f.
Manusia agama
B. Saran
Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang
mampu memberikan keteladanan dalam hal berprilaku, memberikan fasilitas dalam
hal mengembangkan dan melaksanakan kegiatan pendidikan dan semua itu harus
ditunjang dengan lingkungan pendidikan yang kondusif.