Jumat, 14 November 2014

Makalah Lingkungan



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Manusia mempunyai kemampuan-kemampuan yang dapat dan perlu dikembangkan melalui pengalaman yang terbentuk dalam berinteraksi antar individu dengan lingkungan tempat tinggalnya yang dapat mempengaruhi tingkah laku, pertumbuhan, perkembangan, serta proses dalam menjalani kehidupannya memalui lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya.
Pendidikan merupakan usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan. Maka dari itu, pendidikan perlu ditunjang dengan lingkungan pendidikan yang baik. Karena lingkungan pendidikan merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar manusia dalam berinteraksi baik berupa benda mati, makhluk hidup, maupun hal-hal yang terjadi dan sebagai tempat dalam  menyalurkan kemampuan-kemampuan untuk membentuk perkembangan setiap individu yang mempunyai pengaruh kuat kepada individu.
Dinamika atau perubahan dimensi internal administrasi publik seperti kebijakan, menejemen, organisasi , moral dan etika dan kinerja dalm administrasi publik sangat di pengaruh oleh paktor lingkungan, dan sejarah adminitrasi publik di negara sedang berkembang, banyak oendapat untuk berhati – dati dalam penerapan sistem atau model – model adminstrasi publik dari dunia barat.
Administrasi publik bagi negara sedang berkembang ini adalah sebagai bentuk doktrin penting moderenisasi karna banyak sekali pengaruhnya dari bagi perkembangan negara yang masih sedang berkembang, apalagi model tersebut di ambil dari negara barat. Unsur pemaksan untuk menerapkan model administrasi publik dari negara barat ke nagara sedang berkembang sangatlah berpengaruh besar pada negara sedang berkembang, pemaksaan penerapan moderenisasi secara kaku ini telah menimbulkan kesan adanya “ westerniasi” dan membawa banyak implikasi negatif yang banyak di rasakan negara sedang berkembang.
Oleh ekarena itu begitu pentingnya pengaruh lingkungan tersebut, banyak perusahaan swasta dan intansi pemerintah mulai memberiakn perhatian yang sangat bagus untuk menerapak  disiplin “ menejemen srategis “ dan “ rencana strategis ”
B.     Rumusan Masalah
Dalam penulisan Makalah ini akan dibahas beberapa masalah diantaranya adalah sebagai berikut:
1.    Apa pengertian lingkungan pendidikan ?
2.    Apa saja Dimensi-dimensi lingkungan pendidikan ?
3.    Bagaimana Tipologi lingkungan pendidikan ?
C.    Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.    Untuk mengetahui dan memahami Pengertian dari lingkungan pendidikan.
2.    Untuk mengetahui dan memahami Dimensi-dimensi lingkungan pendidikan.
3.    Untuk mengetahui dan memahami yang termasuk kedalam ragam Tipologi lingkungan pendidikan.










BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Lingkungan Pendidikan
Kegiatan pendidikan selalu berlangsung di dalam suatu lingkungan. Dalam konteks pendidikan, lingkungan dapat diartikan, sebagai segala sesuatu yang berada di luar diri anak. Lingkungan dapat berupa hal-hal nyata, seperti tumbuhan, orang, keadaan, politik, sosial-ekonomi, binatang, kebudayaan, kepercayaan, dan upaya lain yang dilakukan oleh manusia termasuk di dalamnya pendidikan.[1] 
Lingkungan pendidikan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia, baik berupa benda mati, makhluk hidup, ataupun peristiwa-peristiwa yang terjadi termasuk kondisi masyarakat terutama yang dapat memberikan pengaruh kuat kepada individu. Seperti lingkungan tempat pendidikan berlangsung dan lingkungan tempat anak bergaul. Lingkungan ini kemudian secara khusus disebut sebagai lembaga pendidikan sesuai dengan jenis dan tanggungjawab yang secara khusus menjadi bagian dari karakter lembaga tersebut.
Dalam memberikan pengaruh terhadap perkembangan anak, lingkungan ada yang sengaja diadakan (usaha sadar) ada yang tidak usha sadar dari orang dewasa yang normatif disebut pendidikan, sedang ynag lain disebut pengaruh. Lingkunga yang dengan sengaja diciptakan untuk mempengaruhi anak ada tiga, yaitu : lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Ketiga lingkunga ini disebut lembaga pendidikan atau satuan pendidikan.
Lembaga pendidikan adalah organisasi atau kelompok manusia yang Karena satu dan lain hal memikul tanggung jawab atas terlaksananya pendidikan. Badan pendidikan itu bertugas memberi pendidikan kepada si terdidik (Marimba,1980). Secara umum fungsi lembaga pendidikan adalah menciptakan situasi yang memungkinkan proses pendidikan dapat berlangsung.
 Menurut Hasbullah lingkungan pendidikan mencakup :
a.    Tempat (lingkungan fisik), keadaan iklim, keadaan tanah, keadaan alam.
b.    Kebudayaan (lingkungan budaya) dengan warisan budaya tertentu seperti bahasa, seni, ekonomi, ilmu pengetahuan, pandangan hidup, dan pandangan keagamaan.
c.    Kelompok hidup bersama (lingkungan sosial atau masyarakat) keluarga, kelompok bermain, desa, perkumpulan dan lainnya.
Lingkungan serta lembaga pendidikan bersifat positif apabila memberikan pengaruh sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan. Lingkungan bersifat negatif apabila berpengaruh secara kontradiktif dengan arah dan tujuan pendidikan. Maka intensitas pengaruh lingkungan terhadap peserta didik tergantung sejauh mana anak dapat menyerap rangsangan yang diberikan lingkungannya dan sejauh mana lingkungan mampu memahami dan memberikan fasilitas terhadap kebutuhan pendidikan peserta didik.
Diantara fungsi lingkungan pendidikan adalah sebagai berikut:
a.    Lingkungan pendidikan dapat menjamin kehidupan emosional peserta didik untuk tumbuh dan berkembang. Kehidupan emosional ini sangat penting dalam pembentukan pribadi anak.
b.    Lingkungan pendidikan membantu peserta didik dalam berinteraksi dengan berbagai lingkungan sekitarnya baik lingkungan fisik, sosial, maupun budaya, terutama berbagai sumberdaya pendidikan yang tersedia agar dapat dicapai tujuan pendidikan secara optimal.
c.    Lingkungan pendidikan berfungsi sebagai wahana yang amat besar bagi perkembangan individu dan masyarakat dalam memperluas dan mempercepat usaha mencerdaskan kehidupan bangsa.
d.   Mengajarkan tingkah laku umum dan untuk menyeleksi serta mempersiapkan peranan-peranan tertentu dalam masyarakat.
e.    Di dalam lingkungan pendidikan dapat mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik baik dalam bentuk karier, akademik, kehidupan beragama, kehidupan sosial budaya, maupun keterampilan lainnya.[2] 
B.     Dimensi-dimensi Lingkungan Pendidikan
Lingkungan pendidikan adalah tempat seseorang memperoleh pendidikan secara langsung dan tidak langsung. Oleh karena itu, lingkungan pendidikan ada yang bersifat sosial dan material. Lingkungan pendidikan secara garis besarnya oleh Ki Hajar Dewantoro dibagi menjadi tiga yang disebut denga Tri Pusat Pendidikan, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.
1.   Lingkungan Keluarga
Manusia ketika dilahirkan di dunia dalam keadaan lemah. Tanpa pertolongan orang lain, terutama orang tuanya, ia tidak bisa berbuat banyak. Di balik keadaannya yang lemah itu ia memiliki potensi baik yang bersifat jasmani maupun rohani.
Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi anak, di lingkungan keluarga pertama-tama anak mendapatkan pengaruh sadar. Karena itu keluaraga merupaka kelompok primer yang terdiri dari sejumlah keluarga kecil karena hubungan sedarah yang bersifat informal dan kodrati dan menjadi lembaga pendidikan tertua. Keluarga bisa berbentuk keluarga inti (nucleus family : ayah, ibu, dan anak), ataupun keluarga yang diperluas (di samping inti, ada orang lain seperti kakek, nenek, ipar dan lain sebagainya).
Anak dalam menjalani pendidikan di lingkungan keluarga biasanya menghadapi hambatan-hambatan. Hambatan-hambatan tersebut antara lain sebagai berikut:
a.    Anak kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orangtua.
b.    Pigur orangtua yang tidak mampu memberikan keteladanan pada anak.
c.    Sosial ekonomi keluaraga yang kurang atau sebaliknya yang tidak bisa menunjang belajar.
d.   Kasih sayang orangtua yang berlebihan sehingga cenderung untuk memanjakan anak.
e.    Orangtua yang tidak bisa memberikan rasa aman kepada anak, tuntutan orangtua yang terlalu tinggi.
f.     Orangtua yang tidak bisa memberikan kepercayaan kepada anak.
g.    Orangtua yang tidak bisa membangkitkan inisiatif dan kretifitas kepada anak.
Keluarga sebagai lingkungan pendidikan yang pertama sangat penting dalam membentuk pola kepribadian anak. Karena di dalam keluarga, anak pertama kali berkenalan dengan nilai dan norma. Keluarga didasarkan pada cinta kasih yang sangat natural, sehingga suasana pendidikan yang berlangsung di dalamnya berdasarkan kepada suasana yang tanpa memikirkan hak.[3]
Pendidikan keluarga memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar, agama, dan nilai moral, norma sosial dan pandangan hidup yang diperlukan peserta didik untuk dapat berperan dalam keluarga dan dalam masyarakat.
Dasar-dasar tanggung jawab keluarga terhadap pendidikan anaknya, meliputi hal-hal berikut:
a.    Dorongan/motivasi cinta kasih yang menjiwai hubungan orang tua dengan anak. Cinta kasih ini mendorong sikap dan tindakan rela menerima tanggungjawab, dan mengabdikan dirinya untuk sang anak.
b.    Dorongan/motifasi kewajiban moral, sebagai konsekuensi kedudukan orangtua terhadap keturunannya. Tanggungjawab moral ini meliputi nilai-nilai religius spiritual yang dijiwai ketuhanan Yang Maha Esa dan agama masing-masing di samping didorong oleh kesadaran memelihara martabat dan kehormatan keluarga.
c.    Tanggungjawab sosial sebagai bagian dari keluarga, yang pada gilirannya juga menjadi bagian dari masyarakat, bangsa dan negaranya, bahkan kemanusiaan.[4]
Dasar-dasar pendidikan yang diberikan kepada anak dari orangtua meliputi tujuh hal, yaitu dasar pendidikan budi pekerti, dasar pendidikan sosial, dasar pendidikan intelek, dasar pembentukan kebiasaan pembinaan kepribadian yang baik dan wajar, dasar pendidikan kekeluargaan, dasar pendidikan nasionalisme, dan dasar pendidikan agama.
Lingkungan keluarga berpengaruh kepada anak dari sisi perlakuan, keluarga terhadap anak, kedudukan anak dalam keluarga, keadaan ekonomi keluarga,  keadaan pendidikan keluarga, dan pekerjaan orangtua.
Dari lingkungan keluarga yang harmonis mampu memancarkan keteladanan kepada anak-anaknya, karena dikatakan pendidikan pertama pada bayi atau anak itu berkenalan dengan lingkungan serta mendapat pembinaan pada keluarga.
Sangat besar peranan kelurga dalam pendidikan, karena keluarga adalah lingkungan pertama yang memberikan pendidikan kepada anak. Peranan keluarga tersebut diantaranya adalah :
a.    Sebagai pembentuk pola pikir anak, karena di dalam keluarga, anak pertama kali berkenalan dengan nilai dan norma.
b.    Sebagai pengalaman pertama bagi masa kanak-kanak, pengalaman ini merupakan factor yang sangat penting bagi perkembangan berikutnya, khususnya dalam perkembangan pribadinya.
c.    Sebagai lingkungan pendidikan yang memberikan keteladanan, karena keteladanan orangtua akan menjadi tolat ukur dan menjadi wahana pendidikan moral.
2.   Lingkungan Sekolah
Sebagai akibat dari perkembangan ilmu dan teknologi dan terbatasnya orangtua dalam kedua hal tersebut, orangtua sangat penting dalam menyiapkan anak-anak untuk kehidupan mansyarakat. Sekolah memegang peranan penting dalam pendidikan karena pengaruhnya besar sekali pada jiwa anak. Karena itu di samping keluagra sebagai pusat untuk pendidikan, sekolah pun mempunyai fungsi sebagai pusat pendidikan untuk pembentukan kepribadian anak.
Pendidikan di sekolah mencakup pendidikan umum dalam mempersiapkan peserta didik menguasai kemampuan dasar untuk melanjutkan pendidikan atau memasuki lapangan kerja. Pendidikan sekolah biasanya disebut sebagai pendidikan formal karena ia adalah pendidikan yang mempunyai dasar, tujuan, isi, metode, alat-alatnya yang disusun secara eksplisit, sistematis, dan distandarisasikan. Penjabaran fungsi sekolah sebagai pusat pendidikan formal, terlihat pada tujuan instruksional, yaitu tujuan kelembagaan pada masing-masing jenis da tingkatan sekolah.
  Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal menerima fungsi pendidikan berdasarkan asas-asas tanggungjawab berikut ini:
a.       Tanggung jawab formal kelembagaan sesuai dengan fungsi dan tujuan yang ditetapkan menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku yaitu undang-undang pendidikan.
b.      Tanggungjawab keilmuan berdasarkan bentuk, isi, tujuan dan tingkat pendidikan yang dipercayakan kepadanya oleh masyarakat dan negara.
c.       Tanggungjawab fungsional ialah tanggungjawab profesional pengelola dan pelaksana pendidikan.[5]
Sekolah sebagai pendidikan formal dirancang sedemikian rupa agar lebih efektif dan efisien, yaitu bersifat klasikal dan berjenjang. System klasikal memungkinkan sejumlah anak belajar bersama dan dipimpin oleh seorang atau beberapa orang guru sebagai fasilitator. Sekolah memiliki cirri jenjang dapat dijelaskan sebagi berikut:
a.    Jenjang lembaga, sekolah dirancang dengan berbagai tingkatan, dari Taman Kanak-Kanak (TK) sampai perguruan tinggi (PT). sebagian dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional dan sebagian lainnya dikelola oleh Departemen Agama.
b.    Jenjang kelas, berjenjang menurut tingkatan kelas, murid hanya bisa mengikuti pendidikan pada kelas yang lebih tinggi apabila ia telah mampu menyelesaikan pendidikan di tingkat sebelumnya. Jenjang kelas ini bervariasi, yaitu di tingkat SD/MI terdiri dari enam kelas, SMP/MTs terdiri dari tiga kelas, SMA/MA/sederajat terdiri dari tiga kelas, sedangkan di Perguruaan Tinggi tidak ditentukan dengan jenjang kelas.
Sekolah dianggap sebagai suatu lingkungan yang paling bertanggungjawab terhadap pendidikan murid-muridnya, lebih-lebih bila dikaitkan dengan pengabdian sumber daya manusia yang berkualitas untuk dapat bersaing secara global. Maka pembangunan sekolah dianggap sebagai investasi yang prosfektif demi menyongsong kemajuan bangsa.
Tugas sekolah sangat penting dalam menyiapkan anak-anak untuk kehidupan masyarakat. Maka dari itu, sekolah memegang peranan penting dalam pendidikan. Karena pengaruhnya besar sekali pada jiwa anak dan sekolah pun berperan dalam pembentukan kepribadian anak. Diantara peranan sekolah dalam pendidikan adalah sebagai berikut:
a.    Sebagai pendidikan formal yang menumbuhkembangkan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik agar anak mampu menolong dirinya sendiri dalam hidup sebagai makhluk individu dan makhluk sosial melalui pembekalan dalam semua bidang studi.
b.    Sebagai lingkungan pendidikan yang perlu memberikan pemahaman tentang pendidikan pancasila, agama, dan pembinaan watak sesuai dengan nilai dan norma yang hidup dan berkembang di masyarakat.
c.    Sebagai lingkungan pendidikan yang haru mewujudkan cita-cita bangsa dalam hal mencerdaskan kehidupan bangsa.[6]
3.    Lingkungan Masyarakat
Pendidikan dalam lingkungan masyarakat tampaknya sudah lebih maju dibandingankan dengan pendidikan dalam lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Karena masyarakat adalah salah satu lingkungan pendidikan yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi seseorang. Pandangan hidup, cita-cita bangsa, sosial budaya, dan perkembangan ilmu pengetahuan akan mewarnai keadaan masyarakat tersebut.
 Masyarakat turut serta memikul tanggungjawab pendidikan. Pendidika kemasyarakatan merupakan wahana yang amat besar artinya bagi perkembangan individu dan masyarakat sebagai gerakan yang memperluas dan mempercepat usaha mencerdaskan bangsa.
Dalam menjalani pendidikan di lingkungan masyarakat biasanya akan mengalami kesulitan-kesulitan, antara lain :
a.    Lingkungan fisik dan nonfisik yang kurang menguntungkan. Lingkungan yang demikian akan banyak menghambat anak dalam belajar.
b.    Tugas yang diberikan lembaga terlalu berat/banyak, sehingga anak tidak dapat menyelesaikan tugas tersebut dengan baik. Terlalu banyaknya kegiatan yang diikuti dalam waktu yang terbatas, bisa menjadi penyebab kegiatan tersebut tidak dilaksanakan dengan baik dan akan mengalami kesulitan, yang akhirnya hasilnya akan kurang.
c.    Apabila nilai dikembangkan oleh anak berbeda/bertentangan dengan nilai/adat yang ada di masyarakat maka akan timbul konflik nilai. Kalau terjadi hal demikian biasanya anak akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan dalam diri terhadap lingkungan tersebut. Keadaan yang demikian biasanya akan berpengaruh terhadap upaya belajar anak.[7]
Setiap masyarakat mempunyai mempunyai cita-cita, peraturan-peraturan dan sistem kekuasaan tertentu. Pendidikan dalam Lingkungan kehidupan.
Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam masyarakat meliputi segala bidang, baik pembentukan kebiasaan-kebiasaan pembentukan pengetahuan sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan.
Pendidikan dalam pergaulan masyarakat terutama banyak sekali lembaga-lembaga pendidikan seperti masjid, surau atau langgar, musholla, madrasah, pondok pesantren, pengajian, kursus, dan badan-badan pembinaan rohani.
Lingkungan masyarakat mempunyai andil yang besar dalam upaya mencapai tujuan pendidikan nasional, dalam peranannya antara lain :
a.    Pendidikan manusia sebagai makhluk individu, lingkungan masyarakat berperan dalam membantu pembentukan manusia yang cerdas, sesuai dengan kondisi dan fungsi dari masing-masing pendidikan tersebut.
b.    Pendidikan manusia sebagai makhluk susila (kemasyarakatan), yang berkaitan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam pancasila sebagai falsafah hidup bangsa, dan pancasila sebagai dasar negara.
c.    Pendidikan manusia sebagai makhluk sosial, lingkungan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung memang ditumbuhkembangkan sebagai makhluk individu dan susila, yang secara bersama-sama mampu menciptakan kehidupan bersama secara bertanggungjawab, untuk mencapai kesejahteraan sosial yang dinamis dengan sikap makaryanya.
d.   Pendidikan manusia sebagai makhluk religious, maka lingkungan masyarakat banyak memberikan andil dalam pembekalan yang berhubungan dengan masalah keagamaan.
C.    Tipologi Lingkungan Pendidikan
Menurut Reisman Hanya menggolongkan manusia atas 3 (tiga) golongan, yaitu :
1.     Orang-orang yang pribadinya ditentukan oleh tradisi,
2.    Orang-orang yang membiarkan dirinya di pimpin oleh rohaninya, dan
3.    Orang-orang yang mendasarkan dirinya pada norma-norma yang dikemukakan oleh orang lain kepadanya.
                 Riesman menganggap dapat memperlihatkan bahwa periode kebudayaan yang lama saling menyusul satu sama lain di mana pada pokoknya terdapat orang-orang yang selalu termaksud satu diantara ketiganya.
               Sedangkan Menurut Spranger, kehidupan manusia ini dipengaruhi oleh dua macam kehidupan jiwanya, yaitu jiwa obyektif dan jiwa subyektif.[8]
a.     Jiwa obyektif ialah totalitas kehidupan rokhaniah manusia, suatu totalitas nilai-nilai yang ada di luar manusia individual. Jiwa obyektif mencakup pula nilai kebudayaan, lapangan nilai, konstanten yang memberi arah, tujuan hidup yang umum abadi, kesemuanya itu turut membentuk kehidupan manusia.
b.     Jiwa subyektif ialah jiwa individual yang merupakan suatu struktur yang tertentu yang tertuju kepada perwujudan nilai dan bila kita ingin mengerti jiwa manusia maka haruslah ia pandang sebagai anggota daripada struktur yang lebih tinggi
Menurut Spranger, manusia dapat dibedakan atas 6 (enam) nilai kebudayaan, yaitu :
1.   Manusia Ekonomis
Pada umumnya tipe ini penuh dengan cita-cita yang praktis. Suatu perbuatan tertentu hanya akan berharga baginya kalau efek perbuatan itu bermanfaat. Pada pokoknya dalam hidupnya segala sesuatu baik pribadi maupun waktunya dibaktikannya kepada perjuangan hidup dan selalu mencari kehidupan yang menggembirakan dan menyenangkanl.[9]
Jadi manusia ekonomis itu selalu menimbanga segala-galanya dari sudut faedah dan niai ekonomisnya saja. Begitu pula terhadap ilmu pengetahuan hanya ada harganya bila ilmu pengetahuan itu penting bagi manusia, dalam arti dapatkah ilmu pengetahuan itu memudahkan dan menyenangkan hidup manusia. Terhadap masyarakat pendirian manusia ekonomis itu bersifat egocentris, bahkan juga egoistis. Ia hanya mementingkan dirinya sendiri. Ia menimbanga orang berdasarkan kekuatan bekerja dan prestasi orang itu. Mengenai dunia estetika dan dunia kesenia pada umumnya kurang begitu menarik bagi mereka. Dengan singkat dapat kita katakan bahwa manusia ekonomis itu cita-citanya ialah bekerja.
Manusia Ekonomi bersifat :
a.    Senang bekerja
b.    Senang mengumpulkan harta
c.     Agak kikir
d.   Bangga dengan hartanya


2.   Manusia Berkuasa (Politik)
Manusia tipe ini tidak begitu mengenal obyektivitas dan alasan-alasan aestetis tidak penting baginya. Segala pikirannya dipusatkan pada satu hal satu tujuan. Ingin berkuasa, menjajah, memerintah, dan ini merupakan kegembiraan hidupnya.
Hal-hal yang ada hubungannya dengan ekonomi kadang-kadang sangat penting bagi manusia ingin berkuasa ini. Sebab menurut dia kekuasaan ekonomi kadang-kadang merupakan salah satu jalan untuk menguasai orang lain. Jadi ekonomi itu hanya merupakan alat saja baginya, sedang dia sendiri tidak perlu bersifat ekonomi.
Kalau dia bergerak dalam lapangan aestetika, hal ini dipergunakannya sebagai jalan untuk mencapai tujuannya. Tidak jarang keindahan itu digunakan sebagai lambang kekuasaan.
Pegangganya orang ingin berkuasa itu harus punya fantasi besar. Sebab menurut dia rencana-rencana yang besar tidak dapat dibuat tanpa adanya fantasi. Juga menurut mereka ini bahwa kebijakan yang setinggi-tingginya ialah kekuatan.
Pokoknya segala sesuatu ditujukan kepada kekuasaan dan kekuatan diri sendiri. Dalam hal ini kekuasaan negara disamakan dengan kekuasaan diri sendiri. Cita-citanya ialah raja dan pemerintah.[10]
Manusia Politk, bersifat :
a.    Ingin berkuasa
b.    Tidak ingin kaya
c.    Berusaha menguasai orang lain
d.   Kurang mencintai kebenaran
3.   Manusia Sosial
Manusia sosial dalam pokok hidupnya ialah seseorang yang mengabdi kepada sesamanya. Nilai-nilai yang tertinggi dan terbesar yang tersimpul dalam pengabdian ini ialah kecintaan.
Menurut Spranger kecintaan itu dapat ditujukan sesorang atau orang lain dalam lingkungan terbatas, tetapi kecintaan itu dapa pula meliputi segala-galanya. Manusia sosial mencintai tanpa mengharapkan apa-apa, ia menyerahkan jiwa raganya untuk orang lain. Dia tidak bertanya siapa yang benar atau apakah sesuatu itu betul, yang penting ialah sedapat mungkin ia memberik pertolongan.
Antara sifat-sifat sosial dan aestetis tampaknya seolah-olah tak ada perbedaann. Tapi kadang-kadang sebaliknya, manusia sosial mengindahkan pula orang yang hina, yang sangat membutuhkan pula kecintaan, sebaliknya orang aestetis sering menjauhkan diri dari mereka itu dengan perasaan mual, jijik dan sebagainya.
Manusia social semboyannya ialah berbakti kepada orang lain. Sebaliknya tipe social yang murni itu hampir tidak ada di dunia ini. Sebab kebanyakan apa yang disebut nilai sosial itu sudah terjalin dengan nilai lain. Misalnya tiap perbuatan baik yang telah kita lakukan seakan-akan selalu mempengaruhi perasaan kita sendiri yaitu perasaan telah menjadi orang baik. Jadi terang di sini kalau cinta diri ikut berbicara pula.
Manusia sosial, bersifat :
a.    Senang berkorban
b.    Senang mengabdi kepada Tuhan
c.    Mencintai masyarakat
d.   Pandai bergaul
4.   Manusia llmu Pengetahuan (Teoritis)
Manusia teoritis ini biasanya seorang ahli ilmu pengetahuan yang tipis. Dia mempelajari ilmu pengetahuan itu untuk ilmu pengetahuan itu sendiri, tanpa memikir manfaat yang praktis dan hasil-hasil ilmu pengetahuan itu.[11]
Pendiriannya obyektif terhadap segala hal/masalah. Selalu mencoba mencari ketarangan-keterangan yang logis dan masuk akal tentang hal-hal yang menimbulkan masalah itu. Sedikit pun ia tidak suka kepada sesuatu yang bersifat samara-samar. Segala sesuatu harus terang dan jelas. Pada umumnya manusia teoritis ini tidak memperdulikan uang dan kenikmatan.
Hal-hal yang aestetis pun hampir tidak diperdulikannya. Dalam lapangan sosial tidak begitu banyak yang diharapkan daripadanya. Ia jarang mencari hubungan dengan tetangganya dan orang lain.
Bahkan kadang-kadang ia menganggap rendah orang banyak. Dalam lapangan politik kalau manusia teoritis ini menceburkan diri paling-paling akan menjadi seorang pembangunan sisitem teoritis, yang tidak selaras dengan praktek kehidupan sehari-hari. Cita-cita dari tipe ini tidak lain ialah berpikir dan belajar.
Manusia Ilmu Pengetahuan, bersifat :
a.    Senang membaca
b.    Gemar berfikir dan belajar
c.    Tidak ingin kaya
d.   Ingin serba tahu
5.   Manusia Kesenian (Aestetis)
Pada umumnya manusia aestetis ini cenderung kepada perseorangan (individualisme). Atau dengan kata lain hak-hak pribadi lebih penting baginya dari pada hak-hak golongan. Kalaupun dia bergabung dengan orang lain hal itu biasanya tidaklah mendalam dan hanya sepintas lalu. Dapat kita katakana bahwa manusia aestetis itu tidak berada dalam hidup yang sebenarnya. Dia akan melihat sesuatu yang indah itu sebagai nilai tertinggi. Ia selalu berusaha melepaskan diri dari segala permintaan, tuntutan yang diajukan orang lain kepadanya.[12]
Manusia Seni, bersifat :
a.    Hidup bersahaja
b.    Senang menikmati keindahan
c.    Gemar mencipta
d.   Mudah bergaul dengan siapa saja
6.   Manusia Agama (Religi)
Manusia religi mencari nilai-nilai tertinggi pada makna hidup, ia mencari TUHAN. Dia tidak akan tentram, belum puas, bahkan kadang-kadang merasa tersayat, apabila ia belum mendapat kepastian akan hal itu.
Manusia Agama, bersifat :
a.    Hidupnya hanya untuk Tuhan  dan Akhirat
b.    Senang memuja
c.    Kurang senang harta
d.   Senang menolong orang lain

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Lingkungan pendidikan adalah tempat seseorang memperoleh pendidikan secara langsung atau tidak langsung.
Dimensi Lingkungan pendidikan terdiri dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat..
Lingkungan keluarga adalah tempat anak dilahirkan. Disinilah pertama kali ia mengenal nilai dan norma. Pendidikan di lingkungan keluarga berfungsi untuk memberikan dasar dalam menumbuhkembangkan anak sebagai makhluk individu, sosial, susila,dan religius.
 Sekolah adalah lingkungan kedua bagi anak. Di sekolah ia mendapatkan pendidikan yang intensif. Disinilah potensi anak akan ditumbuhkembangkan. Sekolah merupakan tumpuan dan harapan orangtua dan masyarakat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Di lingkungan masyarakat anak akan mendapat pendidikan. Masyarakat merupakan lingkungan pendidikan ketiga yang ikut bertanggungjawab dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa..
Sementara Tipologi Lingkungan yang dimiliki oleh Manusia menurut Spranger ada 6 macam yaitu:
a.    Manusia ekonomi
b.    Manusia politik
c.    Manusia sosial
d.   Manusia ilmu pengetahuan
e.    Manusia kesenian
f.     Manusia agama
B.  Saran
Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang mampu memberikan keteladanan dalam hal berprilaku, memberikan fasilitas dalam hal mengembangkan dan melaksanakan kegiatan pendidikan dan semua itu harus ditunjang dengan lingkungan pendidikan yang kondusif.



[1] Ikhsan, Fuad. 2005. Dasar-Dasar Kependidikan.hal.86
[2] Ibid.Hal.92
[3] Aini Noryamin.2002. School Based Management .hal.42
[4] Ibid.Hal.54
[5] Kiswan. 2012. Dasar-Dasar Pendidikan. Ciamis : Darussalam.Hal.128
[6] Ibid.Hal.130
[7] Tirtarahaja Umar.2008.Pengantar Pendidikan.Jakarta.PT.Rineka Cipta.Hal.63
[8] Ibid.Hal.70
[9] Ibid.Hal.85
[10] Hasbullah. 2003. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan.Raja Grafindo Persada.Hal.145
[11] Tirtarahaja Umar.2008.Pengantar Pendidikan.Jakarta.PT.Rineka Cipta.Hal.92
[12] Ibid.Hal.98