Kamis, 21 Mei 2015

Kompetensi Guru



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Sebagai pengajar atau pendidik, guru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan setiap upaya pendidikan. Itulah sebabnya setiap adanya inovasi pendidikan, khususnya dalam kurikulum dan peningkatan sumber daya manusia yang dihasilkan dari upaya pendidikan selalu bermuara pada faktor guru. Hal ini menunjukkan bahwa betapa eksisnya peran guru dalam dunia pendidikan.
Demikian pun dalam upaya membelajarkan siswa guru dituntut memiliki multi peran sehingga mampu menciptakan kondisi  belajar mengajar yang efektif,
Agar dapat mengajar efektif, guru harus meningkatkan kesempatan belajar bagi siswa dan meningkatkan mutu mengajarnya. Kesempatan belajar siswa dapat ditingkatkan dengan cara melibatkan siswa secara aktif dalam belajar. Mulai dan akhirilah mengajar tepat pada waktunya. Hal ini berarti kesempatan belajar makin banyak dan optimal serta guru menunjukkan keseriusan saat mengajar sehingga dapat membangkitkan minat/ motivasi siswa untuk belajar. Makin banyak siswa terlibat aktif dalam belajar, makin tinggi kemungkinan prestasi belajar yang dicapainya.
Sedangkan dalam meningkatkan kualitas dalam mengajar hendaknya guru mampu merencanakan program pengajaran dan sekaligus mampu pula melakukannya dalam bentuk interaksi belajar mengajar.
Bagi guru sendiri keberhasilan tersebut akan menimbulkan kepuasan, rasa percaya diri, serta semangat mengajar yang tinggi. Hal ini berarti telah menunjukkan sebagian sikap guru profesional yang dibutuhkan era globalisasi dengan berbagai kemajuannya, ilmu dan teknologi yang berpengaruh terhadap pendidikan.
Guru profesional hendaknya mampu mengantisipasi hal-hal tersebut, sehingga apa yang disampaikan kepada siswa selalu berkenan di hati anal dan up to date. Untuk memenuhi harapan tersebut, terutama yang berkenaan dengan upaya meningkatkan kualitas guru profesional.






B.     Rumusan Masalah
a.       Apa pengertian kompetensi guru?
b.      Apa visi seorang guru profesional?
c.       Kompetensi apa saja yang harus dimiliki oleh guru yang profesional?
C.    Tujuan Penulisan
a.       Untuk mengetahui apa pengertian kompetensi guru
b.      Untuk mengetahui apa visi seorang guru yang profesional
c.       Untuk mengetahui kompetensi apa saja yang harus dimiliki seorang guru profesional

























BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian kompetensi guru
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, kompetensi berarti (kewenangan) kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal. Pengertian dasar kompetensi (competency) yakni kemampuan atau kecakapan.
Istilah kompetensi sebenarnya memiliki banyak makna sebagaimana yang dikemukakan berikut:
Descriptive of qualitative natur or teacher behavior appears yo be entirely meaningful (Broke and Stone, 1975). Kompetensi merupakan gambaran hakikat kualitatif dari perilaku guru yang tampak sangat berarti. Competency as a rational ferformance Rich satisfatory meets the objektive for a desired condition (Charles E. Johnson, 1974).
Kompetensi merupakan perilaku rasional yang untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. The state of legally competent or qualified (Mc. Leod, 1989). Keadaan berwewenang atau memenuhi syarat menuntut ketentuan hukum.
Adapun kompetensi guru (teacher competency) The ability of a teacher to responsibility performa has or her duties appropriately. Kompetensi guru merupakan kemampuan seseorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak.
Dengan gambaran pengertian tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa kompetensi merupakan kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya. Selanjutnya beralih pada istilah “profesional” yang berarti a vocation an wich profesional  knowledge of some department a learning science is used in its applications to the of other or in the pracitice of an art found it.
Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa suatu pekerjaan yang bersifat profesional memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Atas dasar pengertian ini, ternyata pekerjaan profesional berbeda dengan pekerjaan lainnya karena suatu profesi memerlukan kemampuan dan keahlian khusus dalam melaksanakan profesinya.[1]
B.     VISI GURU
Guru harus memiliki visi yang tepat dan berbagai aksi inovatif. Visi tanpa aksi adalah bagaikan sebuah impian, aksi tanpa visi bagaikan perjalanan tanpa tujuan dan membuang-buang waktu saja. Visi dan aksi dapat mengubah dunia. Guru dengan visi yang tepat memiliki pandangan yang tepat tentang pembelajaran, yaitu:
1.      Pembelajaran merupakan jantung dalam proses pendidikan sehingga kualitas pendidikan terletak pada kualitas pembelajaran  dan sama sekali bukan pada aksesoris sekolah.
2.      Pembelajaran tidak akan menjadi lebih baik dengan sendirinya, melainkan melalui proses inovasi tertentu sehingga guru dituntut melakukan berbagai pembaharuan dalam hal pendekatan, metode, teknik, strategi, langkah-langkah, media pembelajaran mengubah “status quo” agar pembelajaran menjadi lebih berkualitas.
3.      Harus dilaksanakan atas dasar pengabdian, sebagaimana pandangan bahwa pendidikan merupakan sebuah pengabdian, bukan sebagai sebuah proyek. Guru dengan aksi inovatif dan mandiri memiliki pandangan sebuah harapan tidak akan berarti apa-apa bilamana tidak diiringi dengan berbagai program kerja pembaharuan menuju pembelajaran yang berkualitas (Bafadal I, 2003).
Keberadaan visi sebagai guru sangat penting dalam menapaki pekerjaan yang lebih baik. Ketercapaian predikat guru yang profesional tidak serta merta diperoleh begitu saja. Paling tidak guru harus memiliki perspektif atau cara pandang tentang tugas dan tanggung jawabnya sebagai guru yang lebih komprehensif. Hal ini berarti visi guru harus mengikuti irama perkembangan dan perubahan yang terjadi. Secara sederhana ada tiga visi yang harus dimiliki guru.
1.      Visi jangka panjang yang selalu berorientasi pada tujuan akhir dalam setiap langkah yang diperbuat. Melakukan sesuatu secara optimal dan sungguh-sungguh memiliki kendali diri dan sosial karena telah memiliki kesadaran akan adanya tujuan akhir dari kehidupan ini. Memiliki kepastian akan masa depan dan ketenangan batiniah yang tinggi yang tercapai oleh keyakinan akan adanya tujuan hidup.
2.      Visi jangka menengah, yang selalu berorientasi pada keberhasilan atas segala yang di perbuat, keinginan untuk mencapai prestasi yang terbaik selalu menjadi cita-cita dan tujuan guru.
3.      Visi jangka pendek, yang selalu berorientasi pada setiap waktu untuk melakukan kegiatan yang terbaik demi menunjukkan peserta didik dan meraih keberhasilan dan prestasi yang dicita-citakan.[2]
C.    KOMPETENSI GURU
1.      Kompetensi Pedagogik
Sebelum UU 14/2005 diterbitkan, ada sepuluh kompetensi dasar yang telah dikembangkan melalui kurikulum Lembaga Kependidikan (LPTK). Kesepuluh kompetensi dasar guru itu :
1)      Kemampuan menguasai bahan pelajaran yang disajikan;
2)      Kemampuan mengelola program belajar mengajar;
3)      Kemampuan mengelola kelas;
4)      Kemampuan menggunakan media/sumber belajar;
5)      Kemampuan menguasai landasan-landasan pendidikan;
6)      Kemampuan mengelola interaksi belajar mengajar;
7)      Kemampuan menilai prestasi peserta didik untuk kependidikan pengajaran;
8)      Kemampuan mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan;
9)      Kemampuan mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah; dan
10)  Kemampuan memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran. Namun dalam perjalanannya tidak ada satu institusi pun yang melakukan evaluasi, apakah kesepuluh kompetensi guru ini betul-betul dipenuhi oleh guru atau tidak. Kesepuluh kompetensi ini hanya ada sebagai dokumen saja.
Pengembangan dan peningkatan kualitas kompetensi guru selama ini diserahkan pada guru itu sendiri. Jika guru itu mau mengembangkan dirinya sendiri, maka guru itu akan berkualitas, karena ia senantiasa mencari peluang untuk meningkatkan kualitasnya sendiri. Idealnya pemerintah, asosiasi pendidikan dan guru, serta satuan pendidikan memfasilitasi guru untuk mengembangkan kemampuan bersifat kognitif berupa pengertian dan pengetahuan, afektif berupa sikap dan nilai, maupun berformasi berupa perbuatan-perbuatan yang mencerminkan pemahaman keterampilan dan sikap. Dukungan yang demikian itu penting, karena dengan cara itu akan meningkatkan kemampuan pedagogik bagi guru.
MenurutSlamet PH (2006) yang mengatakan kompetensi pedagogik terdiri dari Sub-Kompetensi :
a.       Berkontribusi dalam pengembangan KTSP yang terkait dengan matapelajaran yang diajarkan;
b.      Mengembangkan silabus matapelajaran berdasarkan standar lompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD);
c.        Merencanakan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berdasarkan silabus yang telah dikembangkan;
d.      Merancang manajemen pembelajaran dan manajemen kelas;
e.       Melaksanakan pembelajaran yang pro-perubahan (aktif, kreatif, inovatif, eksperimentatif, efektif dan menyenangkan);
f.       Menilai hasil belajar peserta didik secara otentik;
g.      Membimbing peserta didik dalam berbagai aspek, misalnya: pelajaran, kepribadian, bakat, minat, dan karir; dan
h.      Mengembangkan profesionalisme diri sebagai guru.
Dari pandangan tersebut dapat ditegaskan kompetensi pedagogik merupakan kemampuan dalam pengelolaan peserta didik meliputi:
a.       Pemahaman wawasan guru akan landasan dan filsafat pendidikan;
b.      Guru memahaman potensi dan keberagaman peserta didik, sehingga dapat didesain strategi pelayanan belajar sesuai keunikan masing-masing peserta didik;
c.       Guru mampu mengembangkan kurikulum/silabus baik dalam bentuk dokumen maupun implementasi dalam bentuk pengalaman belajar;
d.      Guru mampu menyusun rencana dan strategi pembelajaran bardasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar;
e.       Mampu melaksanakan pembelajaran yang mendidik dengan suasana dialogis dan interaktif. Sehingga pembelajaran menjadi aktif, inovatif, kreatif, efekti, dan menyenangkan;
f.       Mampu melakukan evaluasi hasil belajar dengan memenuhi prosedur dan standar yang dipersyaratkan; dan
g.      Mampu mengembangkan bakat dan minat peserta didik melalui kegiatan intrakurikuler untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Dengan demikian tampak bahwa kemampuan pedagogik bagi guru bukanlah hal yang sederhana, karena kualitas guru haruslah diatas rata-rata. Kualitas ini dapat dilihat dari aspek intelektual meliputi aspek:
a.       Logika sebagai pengembangan kognitif mencakup kemampuan intelektual mengenal lingkungan terdiri atas enam macam yang disusun secara hierarkis dari yang sederhana sampai yang kompleks. Yaitu pengetahuan (kemampuan mengingat kembali hal-hal yang telah dipelajari), pemahaman (kemampuan menangkap makna atau arti sesuatu hal), penerapan (kemampuan mempergunakan hal-hal yang telah dipelajari untuk menghadapi situasi-situasi baru dan nyata), analysis (kemampuan menjabarkan sesuatu menjadi bagian-bagian sehingga struktur organisasinya dapat difahami), sintesis (kemampuan memadukan bagian-bagian menjadi satu  keseluruhan yang berarti), dan penilaian (kemampuan memberikan harga sesuatu hal berdasarkan kriteria intern, kelompok, ekstern, atau yang telah ditetapkan terlebih dahulu);
b.      Etika sebagai pengembangan afektif mencangkup kemampuan emosional dalam mengalami dan menghayati sesuatu hal meliputi lima macam kemampuan emosional disusun secara hierarkis. Yaitu: kesadaran (kemampuan untuk ingin memperhatikan suatu hal), partisipasi (kemampuan untuk turut serta atau terlibat dalam suatu hal), penghayatan nilai (kemampuan untuk menerima nilai dan terikat kepadanya), pengorganisasian nilai (kemampuan untuk memiliki sistem nilai dalam dirinya), dan karakterisasi diri (kemampuan untuk memiliki pola hidup dimana sistem nilai yang terbentuk dalam dirinya mampu mengawasi tingkah lakunya);
c.       Estetika sebagai pengembangan psikomotorik yaitu kemampuan motorik menggiatkan dan mengkoordinasikan gerakan. Yatiu terdiri dari: gerakan refleks (kemampuan melakukan tindkan-tindakan yang terjadi secara tek sengaja menjawab sesuatu perangsang), gerakan dasar (kemampuan melakukan pola-pola gerakan bersifat pembawaan, terbentuk dari kombinasi gerakan-gerakan refleks). Kemampuan perseptual (kemampuan menterjemahkan perangsang yang diterima melalui alat indra menjadi gerakan-gerakan yang tepat). Kemampuan jasmani (kemampuan dan gerakan-gerakan dasar merupakan inti perkembangan gerakan-gerakan terlatih). Gerakan terlatih (kemampuan melakukan gerakan-gerakan canggih dan rumit dengan tingkkat efisiensi tertentu) dan komunikasi nondiskusi (kemampuan melakukan komunikasi dengan isyarat gerakan badan).
Untuk menghadapi tantangan tersebut, guru perlu berfikir secara antisipatif dan proaktif. Guru secara terus menerus belajar sebagai upaya melakukan pembaharuan atas ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Caranya sering melakukan penelitian baik melalui kajian pustaka, maupun melakukan penelitian seperti penelitian tindakan kelas.
2.      Kompetensi Kepribadian
Setiap perkataan, tindakan dan tingkah laku positif akan meningkatkan citra diri dan kepribadian seseorang, selama hal itu dilakukan dengan penuh kesadaran. Memang, kepribadian menurut Zakiah Darajat (1980) disebut sebagai sesuatu yang abstrak, sukar dilihat secara nyata, hanya dapat diketahui lewat penampilan, tindakan, dan ucapan ketika menghadapi suatu persoalan, atau melalui atsarnya saja. Kepribadian mencangkup semua unsur, baik fisik maupun psikis. Sehingga dapat diketahui bahwa setiap tindakan dan tingkah laku seseorang merupakan cerminan dari kepribadian seseorang. Apabila nilai kepribadian seseorang naik, maka akan naik pula kepribadian orang tersebut. Tentu dasarnya adalah ilmu pengetahuan dan moral yang dimilikinya. Kepribadian akan turut menentukan apakah para guru dapat disebut sebagai pendidik yang baik atau sebaliknya, justru menjadi perusak anak didiknya.
Dilihat dari aspek psikologi kompetensi pendidik guru menunjukkan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian:
a)      Mantap dan stabil, yaitu memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai norma hukum, norma sosial, dan etika yang berlaku;
b)      Dewasa yang berarti mempunyai kemandirian untuk bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru;
c)      Arif dan bijaksana yaitu tampilannya bermanfaat bagi peserta didik, sekolah dan masyarakat dengan menunjukkan keterbukaan dalam berfikir dan bertindak;
d)     Berwibawa, yaitu prilaku guru yang disegani sehingga berpengaruh positif terhadap peserta didik; dan
e)      Memiliki akhlak mulia dan memiliki prilaku yang dapat diteladani oleh peserta didik, bertindak sesuai norma religius, jujur, ikhlas dan suka menolong. Nilai kompetensi kepribadian dapat digunakan sebagai sumber kekuatan, imspirasi, motivasi dan inovasi bagi peserta didiknya.
Sikap dan citra negatif seorang guru dan berbagai penyebabnya, seharusnya dihindari jauh-jauh agar tidak mencemarkan nama baik guru. Kini, nama baik guru sedang berada pada posisi yang kurang menguntungkan, terperosok, jatuh, karena berbagai sebab. Para guru harus menjadi keluar atau solusi bagaimana cara mengangkatkannya kembali, sehingga guru menjadi semakin wibawa, dan terasa sangat dibutuhkan anak didik dan masyarakat luas. Sikap guru dalam memberikan bimbingan dan didikan kepada peserta didiknya sangat dipengaruhi oleh kepribadiannya. Alexander (1971) menyatakan: “No one can be a genuine teacher unless he is himself actively sharing in the human attempt to understand men and their word” secara tidak langsung, Alexander menyarankan agar guru dapat memahami kesulitan yang dihadapi oleh muridnya dalam belajar, dan kesulitan lain yang mengganggu dalam hidupnya.
Guru sebagai teladan bagi murid-muridnya harus memiliki sikap dan kepribadian utuh yang dapat dijadikan tokoh panutan idola dalam seluruh segi kehidupannya. Karenanya guru harus selalu berusaha memilih dan melakukan perbuatan yang positif agar dapat mengangkat citra baik dan kewibawaannya, terutama didepan murid-muridnya. Kompetensi pribadi menurut Usman (2004) meliputi:
1)      Kemampuan mengembangkan kepribadian,
2)      Kemampuan berinteraksi dan komunikasi
3)      Kemampuan melaksanakan bimbingan dan penyuluhab.
Kompetensi kepribadian terkait dengan penampilan sosok guru sebagai individu yang mempunyai kedisiplinan, berpenampilan baik, bertanggungjawab, memiliki komitmen, dan menjadi teladan.
Pada hakekatnya banyak diantara guru Indonesia yang menyadari, bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa, dan negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada Undang-Undang Dasar 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab itu, guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sebagai kode etik. Setiap jabatan profesi mesti memiliki kode etiknya masing-masing, walaupun hingga saat ini rumusan buku tentang kode etik guru yang diterima semua pihak belum diperoleh. Tetapi setidak-tidaknya telah agak mendekati sehingga dapat dijadikan acuan sementara.
Basuni, (PGRI, 1973) dalam pidato pembukaan Kongres PGRI XIII menyatakan bahwa kode etik Guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai guru. Adapun dalam Undang-Undang No. 8 tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian pasal 28 menyatakan: “Pegawai Negri Sipil mempunyai Kode Etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan di dalam dan luar kedinasan”. Dalam penjelasan disebutkan dengan adanya Kode Etik ini, pegawai negri sipil sebagai aparatur negara, abdi negara, dan abdi masyarakat mempunya negara pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya dan pergaulan hidup sehari-hari. Kode etik merupakan landasan moral, pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan khususnya bagi tenaga profesi dalam melaksanakan tugas dalam hidup sehari-hari. Sangat penting agar setiap guru memiliki nilai sikap yang dapat mempribadi, sehingga dapat di bedakan ia dengan guru lain. Hermawan (1979) mengatakan tujuan kode etik antara lain untuk menjunjung tinggi martabat profesi, memelihara kesejahteraan para anggota, meningkatkan pengabdian para anggota profesi, meningkatkan mutu dan kualitas profesi, dan meningkatkan mutu organisasi profesi.
Rumusan kode etik Guru Indonesia setelah di sempurnakan dalam kongres PGRI XVI tahun 1989 di Jakarta, menjadi sebagai berikut:
1)      Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila;
2)      Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional;
3)      Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan;
4)      Guru menciptakan suasana sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar;
5)      Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggungjawab bersama terhadap pendidikan;
6)      Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu martabat profesinya;
7)      Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial;
8)      Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian;
9)      Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Kompetensi kepribadian yang menggambarkan etika profesi menurut Slamet PH (2006) terdiri dari sub-kompetensi:
-          Memahami, menghayati dan melaksanakan kode etik Guru Indonesia
-          Memberikan layanan pendidikan dengan sepenuh hati, profesional, dan ekspektasi yang tinggi terhadap peserta didiknya
-          Menghargai perbedaan latar belakang peserta didiknya dan berkomitmen tinggi untuk meningkatkan prestasi belajarnya
-          Menunjukkan dan mempromosikan nilai-nilai, norma-norma, sikap, dan prilaku positif yang mereka harapkan dari peserta didiknya
-          Memberikan kontribusi terhadap perkembangan sekolah umumnya dan pembelajaran khususnya
-          Menjadikan dirinya sebagai bagian integral dari sekolah
-          Bertanggung jawab terhadap prestasinya
-          Melaksanakan tugasnya dalam koridor peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan dalam kolidor tata pemerintahan yang baik (good governance)
-          Mengembangkan profesionalisme diri melalui evaluasi diri, refleksi, dan pemutakhiran berbagai hal yang terkait dengan tugasnya;
-          Memahami, menghayati dan melaksanakan landasan-landasan pendidikan: Yuridis, filosofos, dan ilmiah. Baik kehidupan individu, keluarga dan sekolah maupun kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
 Disamping itu guru juga harus mengimplementasikan nilai-nilai tinggi terutama yang diambilkan dari ajaran agama, misalnya jujur dalam perkataan dan perbuatan, tidak munafik.
Sekali saja guru didapati berbohong, apalagi langsung kepada muridnya, niscaya hal itu akan menghancurkan nama baik dan kewibawaan sang guru, yang pada gilirannya akan berakibat fatal dalam melanjutkan tugas proses belajar mengajar. Guru yang demikian niscaya akan selalu memberikan pengarahan kepada anak didiknya untuk berjiwa baik juga. Hampir sulit ditemukan munculnya guru yang memiliki keinginan buruk terhadap muridnya. Dalam menggerakkan murid, guru juga dianggap sebagai patner yang siap melayani, membimbing, dan mengarahkan murid, bukan sebaliknya justru menjerumuskannya. Djamarah (2000) dalam bukunya “Guru dan Anak Didik: Dalam Interaksi Edukatif” menggambarkan bahwa: Guru adalah pahlawan tanpa pamrih, pahlawan tanpa tanda jasa, pahlawan ilmu, pahlawan kebaikan, pahlawan pendidikan, makhluk serba bisa, atau dengan julukan yang lain seperti interpreter, artis, kawan, warga negara yang baik, pembangun manusia, pembawa kultur, pioneer, reformer dan terpercaya, soko guru, bhatara guru, ki ajar, sang guru, ki guru, tuan guru, dan sebagainya”.
Lebih lanjut Djamarah mengisahkan bahwa guru memiliki atribut yang lengkap dengan kebaikan, ia adalah uswatun hasanah walau tidak sesempurna Rasul. Betapa hebat profesi guru, dan itu tidak dapat ditemukan dalam berbagai profesi lain. Karenanya berbagai bentuk pengabdian itu hendaknya dilanjutkan dengan penuh keikhlasan, dengan motivasi kerja untuk membina jiwa dan watak anak didik, bukan sekedar untuk cari uang. Guru yang profesional adalah guru yang siap memberikan bimbingan nurani dan akhlak yang tinggi pada muridnya. Karena bimbingan yang di berikan bersumber dari ketulusan hati, maka guru benar-benar siap sebagai spiritual father bagi muridnya. Guru merasa gembira bersama dengan muridnya, ia selalu berinteraksi dengan muridnya, ia merasa happy dapat memberikan obat bagi muridnya yang sedang bersedih hati. Guru profesional akan selalu memikirkan bagaimana memacu perkembangan pribadi anak didiknya agar tidak mengalami kendala yang bisa mengganggu.
Dengan demikian bisa di wujudkan bahwa kemuliaan hati seorang guru di wujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Guru secara nyata dapat berbagi dengan anak didiknya.
3.      Kompetensi Sosial
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 Pada Pasal 4 ayat 1, menyatakan “penididikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa”. Pernyataan ini menunjukkan bahwa pendidikan di selenggarakan secara demokratis dan berkeadilan, tidak dapat diurus dengan paradigma birokratik. Karena jika paradigma birokratik yang dikedepankan, tentu ruang kreatifitas dan inovasi dalam penyelenggaraan pendidikan khususnya pada satuan pendidikan sesuai semangat UUSPN 2003 tersebut tidak akan terpenuhi. Penyelenggaraan pendidikan secara demokratis khususnya dalam memberi layanan belajar kepada peserta didik mengandung dimensi sosial, oleh karena itu dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik mengedepankan sentuhan sosial.
Artinya kompetensi sosial terkait dengan kemampuan guru sebagai makluk sosial dalam berinteraksi dengan orang lain. Sebagai makhluk sosial guru berprilaku santun, mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan secara efektif dan menarik mempunyai rasa empati terhadap orang lain. Kemampuan guru berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan menarik peserta didik, sesama pendidik dan tenaga pendidikan, orang tua dan wali peserta didik, masyarakat sekitar sekolah dan sekitar dimana pendidik itu tinggal, dan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan sekolah. Kondidi objektif ini menggambarkan bahwa kemampuan sosial guru tampak ketika bergaul dan melakukan interaksi sebagai profesi maupun sebagai masyarakat, dan kemampuan mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Sentuhan sosial, menunjukkan seorang profesional dalam melaksanakan harus dilandasi nilai-nilai kemanusiaan, dan kesadaran akan  dampak lingkungan hidup dari efek pekerjaannya, serta mempunyai nilai ekonomi bagi kemaslahatan masyarakat secara luas. Kompetensi sosial menurut Slamet PH (2006) terdiri dari Sub-Kompetensi:
(1)   Memahami dan menghargai perbedaan (respek) serta memiliki kemampuan mengelola konflik dan benturan;
(2)   Melaksanakan kerjasama secara harmonis dengan kawan sejawat, kepala sekolah dan wakil kepala sekolah, dan pihak-pihak terkait lainnya:
(3)   Membangun kerja tim (teamwork) yang kompak, cerdas, dinamis, dan lincah;
(4)   Melaksanakan komunikasi (oral, tertulis, tergambar) secara efektif dan menyenangkan dengan seluruh warga sekolah, orang tua peserta didik, dengan kesadaran sepenuhnya bahwa masing-masing memiliki peran dan tanggung jawab terhadap kemajuan pembelajaran;
(5)   Memiliki kemampuan memahami dan menginternalisasikan perubahan lingkungan yang berpengaruh terhadap tugasnya;
(6)   Memiliki kemampuan mendudukkan dirinya dalam sistem nilai yang berlaku di masyarakat sekitarnya;
(7)   Melaksanakan prinsip-prinsip tata kelola yang baik (misalnya: partisipasi, transparansi, akuntabilitas, penegakkan hukum, dan profesionalisme). Keempat kompetensi tersebut tidak menekankan pada penguasaan materi pelajaran, karena jika seorang guru telah berpendidikan S1 atau D-IV tentu saja secara teoritik guru tersebut telah menguasai materi pelajaran sesuai bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya.
Pada kompetensi sosial, masyarakat adalah perangkat perilaku yang merupakan dasar bagi pemahaman diri dengan bagian yang tidak terpisahkan dari lingkungan sosial serta tercapainya interaksi sosial secara objektif dan efisien. Ini merupakan penghargaan guru di masyarakat, sehingga mereka mendapatkan kepuasan diri dan menghasilkan kerja yang nyata dan efisien, terutama dalam pendidikan nasional. Kompetensi sosial mencakup perangkat perilaku yang menyangkut: Kemampuan interaktif yaitu kemampuan yang menunjang efektivitas interaksi dengan orang lain seperti keterampilan ekspresi diri, berbicara efektif, memahami pengaruh orang lain terhadap diri sendiri, menafsirkan motif orang lain, mencapai rasa aman bersama orang lain; Keterampilan memecahkan masalah kehidupan seperti mengatur waktu, uang, kehidupan berkeluarga, memahami nilai kehidupan dan sebagainya. Sedangkan kompetensi spiritual yaitu pemahaman, penghayatan dan pengamalan kaidah agama dalam barbagai aspek kehidupan. Dengan demikian indikator kemampuan sosial guru adalah mampu berkomunikasi dan bergaul dengan peserta didik, sesama pendidik dan tenaga kependidikan, orang tua dan wali murid, masyarakat dan lingkungan sekitar, dan mampu mengembangkan jaringan.
4.      Kompetensi Profesional
Guru adalah salah satu faktor penting dalam penyelenggara pendidikan di sekolah. Oleh karena itu meningkatkan mutu pendidikan, berarti juga meningkatkan mutu guru. Meningkatkan mutu guru bukan hanya dari segi kesejahteraannya, tetapi juga profesionalitasnya. UU No. 14 tahun 2005 Pasal 1 ayat (1) menyatakan guru adalah pendidik propesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,  membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Sebagai seorang yang profesional guru harus memiliki kompetensi keguruan yang cukup. Kompetensi keguruan itu tampak pada kemampuannya menerapkan sejumlah konsep, asas kerja sebagai guru, mampu mendemonstrasikan sejumlah strategi maupun pendekatan pengajaran yang menarik dan interaktif, disiplin, jujur dan konsisten.
Kompetensi profesional berkaitan dengan bidang studi menurut Slamet PH (2006) terdiri dari Sub-Kompetensi:
a.       Memahami mata pelajaran yang telah dipersiapkan untuk mengajar;
b.      Memahami standar kompetensi dan standar isi mata pelajaran yang tertera dalam Peraturan Mentri serta bahan ajar yang ada dalam kurikulum satuan pendidikan (KTSP);
c.       Memahami struktur, konsep, dan metode keilmuan yang menaungi materi ajar;
d.      Memahami hubungan konsep antar matapelajaran terkait;
e.       Menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.
Peranan guru sangat menentukan keberhasilan proses pembelajaran, guru yang digugu dan ditiru adalah suatu profesi yang mengutamakan intelektualitas, kepandaian, kecerdasan, keahlian berkomunikasi, kebijaksanaan dan kesabaran tinggi. Tidak semua orang dapat menekuni profesi guru dengan baik. Karena jika seseorang tampak pandai dan cerdas bukan penentu keberhasilan orang tersebut menjadi guru.
Sejalan dengan hal itu UU No. 14 tahun 2005 Bab II Pasal 2 Ayat (1) menyatakan guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang di angkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Profesional, dan profesional berarti melakukan sesuatu sebagai pekerjaan pokok sebagai profesi dan bukan sebagai pengisi waktu luang atau sebagai hoby belaka. Profesi berarti menyatakan secara publik dan dalam bahasa Latin di sebut “Profession” yang di gunakan untuk menunjukkan pernyataan publik yang di buat oleh seseorang yang bermaksud menduduki suatu jabatan publik. Guru yang terjamin kualitasnya diyakini mampu melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik. Penjaminan mutu guru perlu dilakukan dari waktu kewaktu demi terselenggaranya layanan pembelajaran yang berkualitas.
Sebagai penegasan dapat dicermati UU No. 14 tahun 2007 Pasal 7 ayat (1) menyatakan profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip:
-          Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
-          Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
-          Memiliki kualifikasi akademikdan latar belakang pendidikan sesuai dengan  bidang tugas;
-          Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuaidengan bidang tugas;
-          Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
-          Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
-          Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
-          Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan;
-          Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Kemudian ayat (2) menyatakan pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan profesi dosen diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi. Pelaksanaan undang-undang tentang guru dan dosen ini memiliki misi yaitu mengangkat martabat guru, menjamin hak dan kewajiban guru, meningkatkan kompetensi guru, memajukan profesi dan karir guru, meningkatkan mutu pembelajaran, meningkatkan mutu pendidikan nasional. Kemudian, mengurangi kesenjangan ketersediaan guru, antar daerah dari segi jumlah, mutu, kualitas akademik, dan mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antar daerah dan meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu. [3]














BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.      Pengertian kompetensi guru
-          Kompetensi merupakan perilaku rasional yang untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. The state of legally competent or qualified (Mc. Leod, 1989). Keadaan berwewenang atau memenuhi syarat menuntut ketentuan hukum.Adapun kompetensi guru (teacher competency) The ability of a teacher to responsibility performa has or her duties appropriately. Kompetensi guru merupakan kemampuan seseorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak.
2.      Visi yang harus dimiliki guru:
-          Visi jangka panjang yang selalu berorientasi pada tujuan akhir dalam setiap langkah yang diperbuat.
-          Visi jangka menengah, yang selalu berorientasi pada keberhasilan atas segala yang di perbuat, keinginan untuk mencapai prestasi yang terbaik selalu menjadi cita-cita dan tujuan guru.
-          Visi jangka pendek, yang selalu berorientasi pada setiap waktu untuk melakukan kegiatan yang terbaik demi menunjukkan peserta didik dan meraih keberhasilan dan prestasi yang dicita-citakan.
3.      Kompetensi guru





[1]Moch Uzer Usman, Menjadi guru profesional,, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2011:14
[2]Ondi Saondi, M. Pd dan Drs. Aris Suherman, Etika Profesi Keguruan, Hal: 56-57
[3]Dr. H. Syaiful Sagala, M. Pd, Kemampuan Profesional Guru Dan Tenaga Pendidikan. Hal: 29-41

Tidak ada komentar:

Posting Komentar