BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Persis berawal dari suatu
kelompoktadarusan(penelaahan agama Islam) di Kota Bandung di bawah pimpinan H.
Muhammad Zamzam dan H MuhammadYunus. Bersama jamaahnya dengan penuh kecintaan
menelaah, mengkaji sertamenguji ajaran-ajaran Islam. Kelompoktadarusanyang
bejumlah sekitar 20orang itu menjadi semakin tahu akan hakikat Islam yang sebenarnya.
Mereka punmenjadi sadar bahaya keterbelakangan,kejumudan, penutupan pintu
ijtihad,taklid buta, dan serangkaian bid'ah. Mereka berusaha melakukan gerakan
Maka berdirilah Persis pada tanggal
12 September 1923 di Bandung. Dengan kata lain, pendirian Persis merupakan
usahasejumlah umat Islamuntuk memperluas topik-topik diskusi keagamaan yang
telah dilakukan secarainformal.
Sejak awal berdirinya, Persis lebih
menitikberatkanperjuangannya pada penyebaran penyiaran faham Al-Qur'an dan
As-Sunah kepada masyarakatPusat Pimpinan Persatuan Islam, Sejarah Singkat Persatuan
Islam (PERSIS)(Bandung: PP PERSIS, TT)
Keanggotaan awal Persis kurangdari
20 orang pada tahun-tahun pertama. Aktivitas pun berkisar pada shalatJum'at
ketika anggota datang bersama-sama dan mengikuti kursus-kursus pengajaran agama
yang diberikan oleh sejumlah tokoh Persis Sebagai gerakantajdid, Persis
mempunyai ciri radikal apabila dibandingkandengan organisasilainnya. A. Hassan
sebagai penggerak dan tokohnya dikenal sebagai ulama yangberaliran reformis,
radikal dalam memutuskan hukumIslam, danmelaksanakannya berdasarkan Al-Qur'an
dan As-Sunah.
Persis berawal dari suatu kelompok
tadarusan (penelaahan agama Islam) di Kota Bandung di bawah pimpinan H.
Muhammad Zamzam dan H Muhammad Yunus. Bersama jamaahnya dengan penuh kecintaan
menelaah, mengkaji serta menguji ajaran-ajaran Islam. Kelompok tadarusan yang
bejumlah sekitar 20 orang itu menjadi semakin tahu akan hakikat Islam yang
sebenarnya. Mereka pun menjadi sadar bahaya keterbelakangan, kejumudan,
penutupan pintu ijtihad, taklid buta, dan serangkaian bid'ah. Mereka berusaha
melakukan gerakan Tajdiddan pemurnian ajaran agama Islam dari faham- faham yang
sesat dan menyesatkan. Kesadaran akan kehidupanberjamaah, berimamah dan
berimarahdalam menyebarkan syariat Islam menimbulkan semangat kelompok
tadarusan ini untuk mendirikan sebuah organisasi baru dengan ciri dan karakteristik
yang khas.
Maka berdirilah Persis pada tanggal 12 September 1923 di
Bandung. Dengan kata lain, pendirian Persis merupakan usaha sejumlah umat Islam
untuk memperluas topik-topik diskusi keagamaan yang telah dilakukan secara
informal. Umat Islam yang terlibat dalam diskusi-diskusi ini semuanya adalah kelas
pedagang yang berasal dari Palembang yang telah lama bermukim di Bandung dan
pada akhirnya menyatakan diri sebagai orang Sunda. Sejak awal berdirinya,
Persis lebih menitikberatkanperjuangannya pada penyebaran penyiaran faham
Al-Qur'an dan As-Sunah kepada masyarakat
Pusat Pimpinan Persatuan
Islam,Sejarah Singkat Persatuan Islam (PERSIS) muslim dan bukan untuk memperbesar
dan memperluas jumlah anggota dalam organisasi. Persis pada umumnya kurang tekanan
pada kegiatan organisasinya sendiri. Persis tidak terlalu berminat untuk
membentuk banyak cabang atau menambah sebanyak mungkin anggota. Pembentukan
cabang tergantung pada inisiatif peminat semata dan bukan didasarkan kepada
suatu rencana yang dilakukan oleh pimpinan pusat.
Persis mempunyai ciri radikal
apabila dibandingkandengan organisasi lainnya. A. Hassan sebagai penggerak dan
tokohnya dikenal sebagai ulama yang beraliran reformis, radikal dalam
memutuskan hukum Islam, dan melaksanakannya berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunah.
Perjalanan panjang sebuah organisasi sejak awal berdirinya
hingga sekarang ini tidak terlepas dari dinamika sosio-kulturalmasyarakat dan
perilaku politik di mana organisasi itu tumbuh dan berkembang. Persis pada
periode awal di bawah pimpinan Muhammad Zamzam, Muhammad Yunus, A. Hassan, dan
M. Natsir menghadapi tantangan yang berat dalam menyebarkan ide-ide dan
pemikirannya.
Maka dari itu kami memaparkan
tentang Biografi K. H. E. Abdurrahman.
B. Rumusan Masalah
1. Segi-segi kehidupan Ustadz
Abdurrahman
2. K. H. E. Abdurrahman dan PERSIS
3. Peneguh khittah PERSIS
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui segi-segi kehidupan
Ustadz Abdurrahman
2. Untuk mengetahui K. H. E.
Abdurrahman dan PERSIS
3. Untuk mengetahui peneguh khittah
PERSIS
BAB
II
PEMBAHASAN
a.
Segi-segi
kehidupan Ustad Abdurrahman
Peran,
kedudukan, dan aktivitas K.H. Endang Abdurahman (selanjutnya disebut ustad
abdurahman) dalam kontoks sejarah pembaharuan islam di Indonesia, baik dalam
kedudukannya sebagai pemikir, pendkwah maupun pelanjut gerakan tajdid dalam
jam’iyyah persis, telah memberi warna tersendiri. Ia tampil sebagai sosok ulama
rendah hati, berwibawa, dan berwawasan luas. Dengan gaya kepimimpinan yang
luwes, ia telah membawa persis pada garis perjuangan yang berbeda : tampil low
profile, dengan pendekatan ersuasif edukatif, tanpa keras namun tetap teguh
dalam perinsip berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah. [1]
K.H.E
Abdurahman dilahirkan di kampung Pasarean, Desa bojong Herang, kabupaten
cianjur pada hari rabu tangal 12 Juni 1912 (26 jumadi tsaniyyah 1330 H). Ia
merupakan putra tertua dari 11 bersaudara. Ayahnya bernama Ghazali, seorang
penjahit pakaian dan ibunya bernama Haftsah. Seorang pengerajin batik. Pada
usia 7-8 tahun, abdurrahman telah hatam Al-Qur’an. Dan pada usia semuda itu
pula ia mulai meniti jenjang pendidikan. Dengan memasuki Madrasah Nahdathul
Ulama cianjur (1919-1926). Di madrasah inilah penguasaan bahasa arab dan ilmu
alatnya semakin mantap. Selesai menamatkan pelajaran di madrasah Al-Lanah,
Abdurrahman pergi ke bandung atas permintaan tuan swarha (Hassan Wiratama)
untuk mengajar di madarsah nahdathul ulama al-lanah bandung (1928-1930).
Sekitas tahun 1930, atas permintaan tuan al-katiri, seorang kaya di bandung ia
diminta untuk memberikan bimbingan agama kepada putra-putranya. selain itu,
tuan al-katiripun mendirikan majelis
pendidikan dinniyah islam (MPDI) di Gg Ence Azis No.12/10 kebon jati bandung.[2] Ust
abdurahman diberi tugas mengelola MPDI bersama sahabatnya, O.Qomaruddin saleh
yang juga mengelola madrasah al-hikmah di rancabali padalarang. Dalam
perjalanan hidupnya, ust abdurahman menunaikan ibdah haji dua kali, tahun 1956
bersama Isa Anshary, A.Hasan, Tamar jaya, Emzita, dan Tamim beserta rombongan
40 orang, dan pada tahun 1981 membingbing jamaah haji persis berjumlah 89
orang.
Ustad
abdurahman dikenal sebagai seorang ulama besar, ahli hukum yang tawadlu. Ia
tidak ingin disanjung sehingga tidak banyak dikenal umum. Penghargaannya
terhadap waktu sangat luar biasa. Ia menghabisakan waktunya menelaah
kitab-kitab, mengajar di esantren, dan hampir setiap malam mengisi berbaga
pengajian.
Ulama
besar ini, jika dilihat dari latar belakang pendidikanna hanyalas lulusan
madrasah al-lanah cianjur. Namun, kegiggihannya dalam membuka cakrawala ilmu
tidaklah terbatas pada jenjang pendidikan formal. Ia mencoba memahami berbagai
bahsa khusunya bahasa arab, inggris dan belanda dan akhirnya mengguasainya.
Cakrawal keilmuannya terbuka luas. Surat kabar yang menjadi langganannya adlah sipatahoenan,
kompas, dan pikiran rakyat¸ juga surat kabar berbahasa inggris, the
indonesia observer, selain itu, ia selalu mendapat kiriman majalah-majalah
berbahasa arab dari saudi arabia dan mesir. Keseriusannya menelaah kitab-kitab telah menjadi bagian dari
kehidupannya. Perbendaharaan kitabnya yang begitu banyak dan keseriusan untuk
mengkajinya, merupakan faktor penunjang dalam membentuk dirinya sebagai ulama.
Keahliannya meliputi berbagai bidang ilmu, antara lain teologi, syariah, ilmu
tafsir, hadis dan ilmu hadis, fiqih dan ushul fiqih. Begitu juga ilmu hisab. Dengan ilmu yang
dikuasainya, meskipun tidak pernah mengaenyam pendidikan di perguruan tinggi ,
ia diangkat sebagai dosen UNISBA pada tahun 1959, dan tahun 1976 sebagai dosen
FKIT IKIP bandung.
Dalam
penelitian Mohammad Natsir (Wahid, 1988:74), ustad abdurahman mempunyai
kelebhan dalam hal kecermatannya ketika menetapkan hukum dari ijtihhadnya,
dengan landasan dalil yang selalu kuat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Menurutnya ulma seperti ini termasuk langka, bahkan jarang ditemui, di luar
negri sekalipun.
Sosok
ustad abdurahman menunjukan orang yang sehat, bersih dan selalu rapih dalam
berpakaian. Apalagi jika akan mengajra di pesantren, ia selalu tampil
mengenakan celana panjang, berjas, dan berdasi, hal ini ia lakukan bukan untuk
disanjung dan menyombongkan diri, tetapi untuk menghulangkan kesan bahwa
pakaian ustad di pesantren slalu kotor , kumel, dan jorok. Dalam berucap, ia
selalu senantiasa berhati-hati sehingga kata-katany tidak pernah menyakiti
orang. Ia pun seorang penulis yang produktif. Tulisan lepasnya banyak tersebar
di majalah-majalah. Materi-materi khutbah jumat, khotbah idul fitri dan idul
adha disusunnya dengan baik. Buku-buku yang pernah ditulisnya antara lain jihad dan qital, darus islam, ahlus sunnah wal
jamaah, dirasah ilmu hadits, perbandingan mazhab, ahkammuyyasar’i, risalah
jumat, recik-recik dakwah, sekitar masalah tarawih, takbbir dan sahlat ied dilemgkapi
khutbah iedul fitri, hukum qurban, aqiqah, dan sembelihan, petunjuk praktis
ibadah haji, renungan tarikh, mernahkeun hukmu dina agama, syiatu Aly, dan risalah
wanita. Selain itu, ia juga menuliskan pemikirannya dalam entuk tanya jawab
pada majalah risalah dalam ruang “istifta”.
Dalam
perjuangannya di persis, menurut Muchtar , ustad abdurahman sering berkata, “kita
harus menghilangkan diri”. Pernyataan ini menagndung makna : demi hidupna
pemikiran dan perjuangan dalam mempertahankan dan menegakana jamiyyah
diperlukan keikhlasan dan keberanian melepaskan kepentingan pribadi untuk
jamiyyah, selain tidak mengembangkan diri terhadap jasa yang telah diberikan
semuanya dilakukan hanyalah karena Allah. Dalam setiap tausiahnya, beliau
selalu berkata, “kita bukan pengikut dari generasi terdahulu, melainkan
sebagai pelanjut” : maksudnya, pemikiran dan perjuangan persis hendaklah
tidak taklid, melainkan harus innovatif
sesuai perkembangan zaman dan batas-batas kerangka Al-Qur’an dan sunnah.
Adapun dalam hal metode dakwahnya, ustad abdurrahman selalu mengatakan, “kita
perlu mencari jelas, dan bukan mencari puas”.
Pada
hari kamis, tanggal 21 april 1983, ustad abdurrahman meninggal dunia di rumah
sakit Hassan sadikin bandung, karena penyakit asma yang di deritanya.[3]
b.
K.H.E
Abdurrahman dan Persis
Atas
kehendak Allah SWT, suatu hal yang jarangterjadi bisa saja terjadi, seorang
ulama yang semula pemahaman keagamaaanya bersifat tradisional, beralih menjadi
ulama yang berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan sunnah serta menentang berbagai
bid’ah, khurafat, dan takhayul. Hal itu dialami oleh ustad abdurrahman.
Kisah
yang disampaikan oleh K.H.Eman sar’an yang berasal dari ustad E.Sasmita,
sebagaimana dikutip wahid, cukup memberikan gambaran tentang bagaimana ustad
abdurahman berubah sikap dari sosok ulama tradisioanal menjadi sosok mujjadid
yang tangguh.
Keputuasan
ustad abdurahman itu berawal dari adanya pengajian yang diselanggarakan oleh
persis di jalan pangeran sumedang yang dipimpin oleh persis di jalan pangeran
sumedang yang dipimpin oleh A.Hassan. dalam suatu kesempatan, a.hassan membahas
masalah haramnya tahlillan, talqin, marhaban, dan ushalli, a.hassan menyebutnya
sebagai perbuatan bidah. Ustad e.sasmita, salah seorang murid abdurahman yang
mengetahui hal itu, kemudian menyampaikan bahasan a.hassan kepada kelompok
pengajiannya di madrasah MPDI. Masalah ini ternyata diketahui pula oleh guru
kebanggaan mereka, ustad abdurahman. Ustad abdurahman dan masyarakat sekitarnya
merasa tersinggung mendengar bahasan A.Hassan, karena merasa keyakinkan dan
faham yang dianutnya dipersoalkan dan dihina, apalagi dikategorikan perbuatan
haram karena bid’ah.
Dengan
keberaniaanya, ustad abdurahman beserta beberapa muridnya mendatangi pengajian
persis yang dipimpin A.Hasaan . terjadilah perdebatan antara A.Hassan dengan
ustad abdurahman hingga berlangsung beberapa malam. Akhirnya, ustad abdurahman
dapat menerima seluruh keterangan dan dalil-dalil yang dikemukakan A. Hassan.
sejak saat itu, ustad abdurahman slalu hadir dalam setiap pengajian Persis di
jalan pangeran sumedang. Sejak saat itu pula, ia menjadi murid A.Hassan yang
paling akrab dan setia mendampinginya dalam berbagai kegiatan. Pada suatu
waktu, dalam pengajian yang disaksikan banyak orang, sambil mengelus kepala
ustad abdurahman, A.Hassan berkata “Abdurahman, anta akan menjadi murid
saya yang pintar dan akan melebihi anak kandung saya sendiri”.
Mulai
tahun 1934, ustad abdurahman dilibatkan sebagai guru pada lembaga pendidikan
islam (pendis) persis yang dikelola oleh muhamad natsir. Dengan demikian, ia
semakin dekat dengan para ulama persis beserta para anggotanya. Kedekatannya
dengan persis ini harus diabayar mahal. Ia diusir oleh tuan al-katiriyan masih
berpandangan tradisional. Ia diberhentikan dari tugas nya sebagai pengajar
MPDI, juga sebagai khatib di pakauman bandung. Ia bahjan diusir dari rumah
milik tuan al-katiri yang ia tempati sejak lama. Sejak saat itulah, ustad
abdurahman mengalami perubahan dalam kehidupannya, hidupnya yang tadinya serba
kecukupan karena menjadi anak emas tuan al-katiri, kini berubah penuh
keprihatinan. Namun, semuanya itu ia terima sebagaai ujian dari ALLAH SWT.
Sekitar
tahun 1940, sebagaian santri pesantren persis untuk orang dewasa (pesantren
besaar) yang dikelola a.hassan bersamaan dengan kepindahannya ke bangil.
Sementara pesantren kecil yang dipimpin oleh ustad abdurahman terus
mengembangkan diri di bandung dan terus berjalan hingga masa pendudukan jepang.
Pada saat revolusi fisik berakhir, pesantren persis dibawah pimpinan ustad
abdurahman diungsikan ke gunung cupu ciamis. Setelah revolusi fisik berakhir,
pesantren persis dipusatkan lagi di bandung dan terus mengembangkan jenjang
pendidikannya hingga tingkat muallimin.
Dalam
aktivitas organisasi di jamiyyah persis, ustad abdurahman menunjukan sikap
loyal. Ia aktif sebagai anggota persis sebagai sejak tahun 1934. Jabatan dalam
jamiyyah yang pertama kali dipegangnya adalah ketua bagian tabligh dan
pendidikan pada tahun 1952. Pada tahun 1953 (pada muktamar persis di bandung)
ustad abdurahman terpilih sebagai sekretaris umum pusat pimpinan persis,
mendampingi K.H. Mohammad Isa Anshary sebagai ketua umum.
Pasca
mukhtamar VII persis, pada tahun 1962, ustad abdurrahman terpilih sebagai ketua
umum pusat pimpinan persis melalui referendum. Periode kepemimpinan ustad
abdurahman ini merupakan periode kepemimpinan persis ketiga setelah berakhirnya
kepemimipinan K.H. Mohammad Isa Anshary. Periode kepemimpinan persis ketiga ini
merupakan regrenasi kepemimpinan eksponen persis yang merupakan organisasi
otonom persis, tempat pembentukan kader-kader persis. Tampilnya K.H.E
Abdurrahman, Eman sar’an, rusyad nurdin, dan E. Bachrum yang merupakan mantan
pimpinan pemuda persis periode awal, membuktikan adanya pewarisan tongkat
estafet kepemimpinan kepada kelompok muda dari organisasi otonom persis.
Berbagai
persoalan mulai muncul pada masa kepemimpinan ustad abdurahman. Namun masalah
yang paling mendasar adalah bagaimana mempertaruhkan eksistensi persis ditengah
gejolak sosial politi yang tidak menentu. Jihad perjuangan persis dihadapkan
pada masalah-masalah pada politik yang beragam. Pembubaran masyumi oleh
soekarno karena dianggap kontra revolusi, dan lepasnya persis sebagai anggota
istimewa masyumi, serta ancaman akan dibubarkannya persis oleh pemerintahan
orde lama karena tidak memasukan nasakom dalam qanun asassi persis, sampai pada
meletusnya G.30 S/PKI merupakan masalah politis yang dihadapi pada masa awal
kepemimpinan ustad abdurahman.
Bagaimnapun
pergeseran besar telah terjadi dalam kegiatan politik indonesia sejak tahun
1965. Apalagi dengan tersingkrnya kelompok-kelompok sayap kiri terpenting
setelah dilarangnya PKI dan dilenyapkannya bekas kepemimpinan bekas
kepemimpinan sayap kiri PKI dan PNI. Dngan demikian, harapan baru pun mulai
timbul di kalangan islam. “perbenturan kekuatan” telah sirna dan berakhir
dengan kemanangan suatu format politik baru. Hal ini menunjukan awal
perkembangan setelah tahun 1965 dalam babak baru sejarah indonesia. Penindasan
dan ancaman telah lenyap. Surat kabar dan majalah diperkenaankan terbit
kembali. Pada tanggal 16 desember 1965 dibentuk badan koordinasi amal muslimin
yang mempersatukan 16 organisasi islam yang ingin mengusahakan rehabilitasi
partai masyumi.
Setelah
soekarno tersisihkan daari kegiatan politik aktif (sejak dikeluarkannya surat
perintah 11 maret 1966), para mantan pemimpinan masyumi mengharapkan agar
masyumi segera diizinkan kembali melakukan kegiatan alasannya orang-orang
masyumi lah yang menentang demokrasi soekarno. Memang , sejak bulan juni 1966
diumumkan suatu pernyataan perwira-perwira tentara, terutama diarahkan terhadap
siapapun, dari pihak manapun, dan golongan apapun yang menimpang dari pancasila
dan uud 1945. Dalam pernyataan ini ada kecenderungan menduga para pemimpin masyumi
terlibat dalam pemberontakan PKRI pada tahun 1958 selain sebagai suatu alasan
untuk menerapkan larangan. Beberapa orang percaya bahwa pemerintah tidak ingin
menyaksikan masyumi direhabilitasi karena menganggap partai ini memiliki
kecenderungan untuk membentuk negara islam.
Lenyapnya
masyumi dari gelanggang politik menyebabkan hilangnya sarana untuk menyalurkan
aspirasi politik aliran islam modernis seperti muhamadiyyah dan persis. Itulah
sebabnya pada tahun 1964 timbul keinginan muhammadiyah untuk mendirikan partai
islam indonesia (PII). Namun, karena semangat rehabilitasi masyumi masih cukup
besar pada waktu itu, usaha itu terbengkalai. Pada tahun 1967, juga terdengar
berita bahwa bung hatta dan para alumni himpunan mahasiswa islam (HMI)
bermaksud mendirikan partai pengganti masyumi yang disebut “partai demokrasi
islam indonesia PDII pun tidak kunjung terlaksana.
Setelah
lahirnya orde baru, dengan anggapan bahwa kepemimpinan soekarno akan lebih
demokrat daripada soekarno, ide rehabilitasi masyumi semakin besar. Namun usaha
ini hanya mampu melahirkan partai muslimin indonesia (PARMUSI) dibawah
kepemimpinan djarnawi hadikusuma dan lukman harun sebagai sekretaris jenderal.
Partai muslimin indonesia lahir pada tanggal 7 april 1967 yang dimaksudkan
sebagai kelanjutan masyumi dengan nama lain. Pemerintah orde baru setuju. Akan
tetapi, beberapa perwira tentara keberatan dengan keikutsertaan para mantan
pemimpin masyumi dalam partai tersebut. Pada tanggal 24 oktober 1967, mohamad
matsir memutuskan untuk mengundurkan diri dari kepemimpinan parmusi.
Adapun
sikap persis dibawah pemimpinan ustad abdurahman terhadpa parmusi kurang
responsif, bahkan menolak menjadi anggota parmusi dengan alasan pemimpinannya
tidak dipilih oleh ummat. Dalam amasalah ini, pusat pimpinan persis sering
menyampaikan pernyataan, baik lisan maupun tulisan, kepada badan
legislatif dan eksekutif, walaupun
persis merupakan organisasi non-politik.
Selain
berhadpan dengan masalah-maslah politik, persis juga berhadpan dengan
aliran-aliran yang menyesatkan ummat islam, diantaranya aliran pembaharu isa
bugis, aliran islam jama’ah, darul hadits, inkaru sunnah, dan berbagai aliran
lain yang sesat menyesatkan. Untuk menghadapi aliran-aliran sesat ini, para
mubalig persis dan mubalighat persistri serta para da’i muda pemuda persis dan jamiyyatul banaat
(sekarang pemudi persis) terjun ke daerah-daerah secara rutin dengan
melaksanakan tablig keliling.
Pada
masa kepemimpinan ustad abdurahman, permaslahan interen organisasi pun
berkembang, terutama setelah terjadinya G.30 S/PKI, karena ada anggota anggota
yang diragukan ittikad baiknya dalam organisasi persis. Pengawasan ketat
dilakukan. Selain menghendaki dan mengutamakan kualitas pelaksanaan, pengalaman
ajaran agama yang berdasarkan ajaran al-qur’an dan sunnah, persis juga
mengutamakan kualitas pelaksanaan disiplin organisasi yang berdasarkan qanun
asasi dan qanun dakhili (anggaran dasar dan anggaran rumah tangga),
peraturan-peraturan, tausiyyah, dan seperangkat tata kerja yang berlaku dlam
organisasi. Meskipun kuantitas tidak diabaikan, ada suatu kekhawatiran jika
jumlah yang banyak hanya menambah beban, seperti buih, tidak memberi manfaat
sebagaimana yang diharapkan, bahkan sebaliknya malah mendatangkan madarat bagi
keutuhan dan tegaknya jamiyyah.
Pengawasan
yang ketat inilah yang menjaadi ciri khas kepemimpinan ustad abdurahman. Hal
itu dilatarbelakangi oleh adanya pemalsuan nama organisasi persis untuk
keuntungan pribadi, selain karena terputusnya hubungan antara pusat pimpinan
persis dengan cabang-cabang yang ada di sumatera, kalimantan, dan sulawesi
akibat peristiwa G.30S/PKI. Sebagai perbandingan, tahun 1964 terdapat 63 cabang
dengan jumlah anggota 7.173 pada tahun 1967 turun menjadi 56 cabang dengan
jumlah 4.455 anggota, dan pada tahun 1980 terdapat 81 cabang dengan jumlah
angota hanya 3.717 orang. Ini menunjukan adanya perbedaan yang mencolok antara
jumlah cabang dan banyaknya anggota.
Dalam
hal ni dapat difahami, karena yang menjadi dasar dari ustad abdurahman sebagai
ketua umum pusat pimpinan persis tentang
keangotaan persis berorientasi pada penekanan kualitas bukan kuantitas. Lebih
jelasnya, berikut ini penjelasan ustad abdurahman tentang beberapa hal yang
berkaitan dengan jamiiyah persis yang disampaikannya dalam khutbah iftitah
tanggal 16 januari 1981.
KITA
SEKALIAN SEBAGAI PELENGKAP
Ikhwatul iman, hadirin dan hadirat yang kami hormati
!
Kami tidak akan mengatkan selamat datang, tetapi
akan menduakan, “rafaqatukumu s’Salamah”, bukan
selamat di waktu datang saja tapikeselamatan senantiasa menertai kita sekalian.
Pada
malam ini kita mendapat undangan dari Allah, bukan hanya bertemu muka sesama
anggota ersatuan islam, tetapi pada malam ini akan bertemu ruh seperti sabda
rosul , bertemunya jiwa umat islam itu bagaikan suatu pasukan yang tangguh !
sebab bila ruh tidak bersuara , searah, dan setujuan, maka akan terjadi
ikhtilaf yang melemahkan.
Ternyata
kita telah berkumpul, merasakan kegembiraan sesama ikhwatu iman, dapat bertemu
, dan saling merangkul disebabkan kerinduan ingin bertemu yang menunjukan
terjalinnya hubungan bathin yang kukuh.
Kalimat
muakkat, bukan sekedar nama, tetapi antara nama dan makna itu tidak
bertentangan mampu menjadi amal nyata untuk meningkatkan ibadah kepada allah
swt!
Bukan
persatuan islam yang artinya menunjukan, bahwa memisahkan diri dari organisasi
islam yang lain tetapi persatuan islam mempersatukan tenaga, mempersatukan
kekuatan , yakni demi tujuan membela, memajukan islamnya sendiri. Membela orang
islam itu mudah, orang kafir pun bisa membela orang islam, seperti dokter kafir
yang menyembuhkan orang islam.
Tetapi membela agama
islam sendiri, bila diganggu tidak ada akan orang yang membela, kecuali orang
islam itu sendiri yang bersatu mempersatukan tenaga dan kekuatan untuk islam
liya’lu wala yu’la alaihi !
Kita membuata nama
muaakhat untuk menjadikankalimat tersebut sebagai sifat kita, dalam berabgai
amal kita harus muakha, saling membantu, saling menunjang, seluruhnya menjadi
pelengkap yang lainnya !
Dalam lisanul arab diterangkan,
bahwa muakkaht itu perbuatan yang dilakukan rasullah mengangkatsebagai saudara,
salma al-farizi dengan abu darda, mengangkat akh antara muhajirin dan anshar,
sebab kalimah ikhwatun ini bermakna se-ibu dan se-bapak, lain dengan kalimat
ikhwanun, yang artinya saudara yang turut, seperti ikhwanun syaiitaann.!
Rosullah saw.
Memuakhatkan muhajirin dan anshaar, sehinnga kaum muhajirin dan anshar,
sehinnga kaum muhajirin yang akhli dalam bidang pemasaran dapat membantu kaum
anshar yang ahli dalam bidang pertanian. Maka hasil dari muakkaht itu, lahirlah
suatu kerjasama yang menguntungkan kedua belah pihak.
Saya dan hairin
sekalian, sebagai ikhwatu iman tidak ada yang berhak menepuk dada, sebab kita
sekalian tidak lebih dari penyempurna, sebab setiap orang sangat memerlukan
pelengkap maka dalam qanun persatuan islam tidak terdapat pengurus besar, tapi
pimpinan, karena semua sudah memiliki pedoman qur’an dan hadits, maka pemimpin
hanya membingbing untuk mencegah, agar jalan islam ini jangan kurang dan jangan
lebih !
Maka dalam organisai
persatuan islam (persis), tidak terdapat atasan ataupun bawahan tetapi
seluruhnya saling membantu, saling menunjang dengan sesama sehinggga tercipta
saling menghargai pekerjaan satu sama lainnya !
Bila pekerjaan kawan
yang memuaskan, janganlah dikecewakan dan dihina, tapi amal dan jerih payahnya
perlu kita hargai sebab tujuan dari pekerjaan tersebut sebenernya baik, tidak
mau mengecewakan orang lain.!
Maka terimalah segala
apa yang telah kita rasakan, janganlah terlalu berangan lebih jauh tetapi yang
pokok bagi kita adalah meninggkatkan kerja untuk membina hari esok yang lebih
baik, yakni hari esok di akhirat. Sedangkan dari poembinaan hari esok untuk
akhirat itulah akan tercipta pula hari esok dunia yang lebih cerah perhatikanlah
waktu yang tengah kita alami ini, sebab hari esok kita sangat tergantung dengan
amal kita pada hari ini.
Bila lahir pertanyaan,
kenapa persatuan islam ini tiddak ada kemajuan, hany berputar-putar disana,
maka jawabanya begitulah ersatuan islam, yan senantiasa thawaf, berputar dalam
ligkaran mardhatillah. !
Meskpun perstuan islam
ini anggotanya bisa dihitung dengan jari tetapi pengaruhnya cukup besar banyak
ajaran persatuan islam yang sekarang dilakukan oleh mereka yang tidak akan
mengaku bila dikatakan orang persatuan islam.
Saya meminta laporan,
ketika diadakan shlat khusuf di sebuah cabang persatuan islam, maka angota
persis dimak dan di ejek, katanya persis ini ingin melebihi tuhan sehinnga
meramalkan terjadinya khususf. Tetapi ketika khusuf mamng terjadi, mereka yang
mengejek dan memaki itu turut melakukan shalat khusuf.
Juga bagaimana anggota
persis yang ditonton orang banyak ketika melaksanakan shlat ‘ied di lapangan
tegallega bandung namun sekaranag, ternyata, banyak jamaah yang memadati lapangan
untuk shalat ied, meskipun mereka bukan persis.
Timbulnys ukhuwah
islamiyyah itu, adlah dari badratul iman yang tumbuh karena badratul iman
seperti zaman rosullulah saw , dari badratul iman, maka tumbuhlah abu bakar,
tumbuhlah umar dan utsman, yang tidak diperintah untuk menjadi mukmin.
Namun badratul iman
ini, tidak akan tumbuh subur bila tidak disiram dengan peningkatan ilmu,
perjuangan dan dakwah islamiyyah. Tugas inilah yang kadangkala kurang mendapat
perhatian yang seksama dari ummat islam, bagaikan menanamkan benih yang murni,
yang sudah tentu yang kelak akan menumbuhkannya bukan kita, tapi allah rabbul’
allamiin, !
Maa’llimat aidhim
liyakulu min tsamarih, kita ummat manusia hanya menanam, hanya allah yang akan
menumbuhkannya dan kita akan memakan buahnya, hanya allah yang akan
menumbuhkan, seoerti diutusnya para rosul dan nabi, yang hanya menanamkan
badrattul iman, tetapi karena tumbuh disiram, maka wujudlah abu bakar, umar,
dan utsman, wujudlah khalid bin walid.
Karena itu janganlah
mengharapkan pekerjaan yang bukan garapan kita, membangun sekolah ini tidak
cukup dengan tukang kayu, tetapi diperlukan tukang tembok, mereka saling
menjadi pelengkap untuk menumbuhkan suatu bangunan megah.
Negara kita lengkapilah
dengan suatu yang dibutuhkan, rakyat indonsesia di masa yang akan datang apa
agamanya, tergantung dengan perjuangan kita sekerang janganlah mengerjakan
sesuatu yang bukan pekerjan kita, keahliaan kita, kita tidak mau untuk
melakukan sesuatu yang bukan garapan kita.!
Betul kita sedikit, tetapi
pengaruh kita cukup kuat, hampir seluruh indonesia terpengaruh dengan faham
kita, meskipun mereka tidak mau dikatakan persatuan islam.!
Kalau dahulu
ditakdirkan persatuan islam tidak ada, wajah ummat islam di indonesia tidak ada yang seperti ini, kalau kebiasaan
khutbah jumat tetap berbahasa arab, tidak diubah, bagaimana keadaan ummat islam
sekarang ini ?
Kita tidak perlu
menepuk daa, bukan maksud kita menepuk dada, tetapi kita menerangkan suatu
kenyataan , seperti diterangkan dalam suatu ensiklopedi, bahwa persatuan islam
itu adalah “jamiyyatul ittihadul islamy mu’adadatun shagiratun kabirun nufus.”
Artinya persatuan islam adalah yang tergolong kecil, tetapi memiliki pengaruh
yang cukup besar.
Kita harus sabar dan
ikhlas dalam berjuang, seabab rosullulah juga tidak langsung berhasil dalam
erjuangannya, memarlukan waktu yang panjang!
Jika dilihat dari aktifitas
organisasinya, pada masa kepemimpin ustad abdurrahaman, sejak tahun 1962 hingga
1983, menunjukan kecenderungan pada kegiatan-kegiatan sekitar tabligh dan
pendidikan, dari tingkat pusat hingga ke tingkat cabang. Hal ini tidak lepas
dari langkah dan kebijakan ustad abdurahman. Menurut mohammad natsir, ustad
abdurrahaman lebih banyak mewarnai arah dan perjuangan persisi dan
tablig-tablig dan pengembangan
lembaga-lembaga pendidiakan (pesantren), sehinnga persis sebagai organisasi
masa tidak memperlihatkan langkah perjangannya ke arah politik. Ustad
abdurahman dalam memimpin organisasi persis lebih mengorientasikan pada
“organisasi agama”, sebab ia mengambil pola kepemimpinan ulama, bukan political
leaders.
Dalam penilaian federspiel, ustad
abdurahman adlah sosok ulama organisatoris. Abdurahman yang lama bergumul
bersama lembaga pendidikan persis di bandung, kemudian menjadi sekretaris
jenderal (sekretaris umum) pusat pimpinan persis setelah perang kemerdekaan,
ada tahun 1962 menggantikan isa al-anshari sebagai ketua umum memperlihatkan
kemampuan organisatoris yang luar biasa dalam menggerakan persis selama periode
yang penuh dengan ketidakstabilan politik dan kemerosotan ekonomi.
c.
Peneguh
khittah persis
Pembaharuan persis sejak awal
hingga kepemimpinan Ustad Abdurahman yang menyangkut praktik-praktik
peribadatan tertentu, menerut federspiel memberikan sumbangan bagi penguatan
pemikiran perilaku kaum muslimin suni di indonesia. Penyampaian khotbah dalam
bahasa lokal yang dimaksudkan untuk memperdalam pengetahuan islam mengenai
agama, yang menjadi target para ulama. Pembaharuan dalam praktik islam yang
mendasar dari adat kebiasaan dan ajaran kuno yang telah menajdi bahan
pertentangan dikalangan ulama selama berabad-abad. Tuntutan untuk membersihkan
upacra keagamaan dari praktik yang sebetulnya tidak diperintahkan dalam
al-quran dan as sunnah.
Pesis menyatakan bahwa segala suatu
diluar masalah ibadat diizinkan oleh islam apabila tidak ada larangan secara
khusus. Prinsip seperti ini ditafsirkan secara luas dalam berbagai bidang,
mislanya ekonomi, kedokteran, dan ilmu pengetahuan modern. Bagi persis, kitab
suci merupakan otoritas final menyangkut apa yang boleh dan tidak boleh
diterima.
Bagaimanapun, persis sejak awal
berdirinya hingga berada dibawah kepemimpinan Ustad Abdurahman telah memberikan
konstribusi yang cukup besar dalam gerakan pembaharuan islam di indonesia.
Menurut federspiel, nilai persis, sebagai suatu topoik bagi penelitian ilmiah,
tidak terletak pada organisasinya, karena ia keil dan tidak kukuh jga tidak
terletak pada partisipasinya dalam kehidupan politik indonesia, karena
aktivasnya bersifat insidental dan dan pinggiran bagi arus utama perkembangan politik. Walaupun peran persis
dalam pendidikan agama cukup besar terhadapperkembangan umat islam indonesia,
tetapi dalam hal pengaruhnya tidak seberapa jika dibandingkan dengan
organisasi-organisasi lain. Begitu pula, usaha-usaha dlam melalui penerbitan
yang dilakukannya , meskipun cukup berpengaruh pada waktu itu, sambutan dari
pembaca dikalangan masyarakat indonesia secara umum masih sedikit.
Meskipun demikian, peran persis
penting dikaji karean ia telah berusaha mendefinisikan islam yang sebenarnya,
baik dalam segi prinsip dasarnya maupun dalam hal tuntutan perilaku
religius yang tepat bagi umat islam.
Dalam hal ini, karena usahnaya senantiasa menghadiri berbagai konsep dan
generalisasi yang kabur, ia mirip dengan berbagai konsep gerakan islam
indonesia lainnya, yakni dalam hal kesamaan perhatian. Selain itu, peran persis
terasa penting karean telah memberikan solusi tersendiri bagi persolan besar
yang mengandung umat islam indonesia abad 20. Semua usaha persis itu tentu saja
tidak terlepas dari peran ulamanya, sejak didirikannya oleh h.zamzam dan h
muhamad yunus, kemudian dikembangkan dengan dasar-dasar doktrinal pada masa
kepemimpinan isa anshary, walaupun akhirnya melamah pada masa kepemimpinan
ustad abdurahman. Dan nampaknya, pada masa kepemimpin Ustad Abdurahman inilah
persis kembali pada garis perjuangannya, tablig dan pendidikan berdasarkan
al-qur’an dan sunnah.
Terhadap kepemimpinan Ustad Abdurahman
ini, surya negara pernah memberikan penilaian : pertama , Ustad Abdurahman sebagai pemegang amanah, ia telah
berusaha menyebrangkan persis di tengah badai naskom dengan gaya dan cara
mempertahankan eksistensi dengan mewujudkan dan melesterikan amanah para
pendiri dan pendahulu persis sebagai organisasi dakwah. Kedua , Ustad Abdurahman
sebagai “penyelamat” persis ia tidak berpartisispasi menerima nasakom pada masa
orde lama, padahal organisasi lain membuka diri tanpa reserve sebagai pendukung
nasakom. Ketiga , Ustad Abdurahman lebih memilih intensifikasi dan
konsolidasi ke dalam organisasi persis daripada ekstensifikasi yang melemahkan
kontro organisasi. Keempat, Ustad Abdurahman menampilkan sikap
kepemimpinan yang istiqamah, mempertahankan persis sebagai organisasi dakwah,
dan tidak membenarkannya berganti nama atau busana, ia lebih mengutamakan
persis sebagai organisasi kualitas yan berpengaruh besar.
Dalam konteks sejarah pembaharuan islam
di indonesia kepemimpinan Ustad Abdurahman dalam jamiyyah persis lebih
cenderung memperkuat peran, fungsi, dan kedudukan persis sebagai organisasi
yang berjaung mengembalikan umat kepada al-quran dan as sunnah sejak generasi
awal melalui pendidikan, dakwah tablig, dan publikasi atau penerbitan yang
terbatas. Nilai persis memang bukan terletak pada organisasinya, tetapi pada
upayapenyebaran pahamnya yang diakui atau tidak telah menembus batas-batas
organisasinya sendiri organisasinya tidak kenal luas tetapi pahamnya telah
menembus batas-batas kekakuan dan kekaburan pemahaman keislaman indonesia. [4]
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
a. K.H.E
Abdurahman dilahirkan di kampung Pasarean, Desa bojong Herang, kabupaten
cianjur pada hari rabu tangal 12 Juni 1912 (26 jumadi tsaniyyah 1330 H). Ia
merupakan putra tertua dari 11 bersaudara. Ayahnya bernama Ghazali, seorang
penjahit pakaian dan ibunya bernama Haftsah. Seorang pengerajin batik. Pada
usia 7-8 tahun, abdurrahman telah hatam Al-Qur’an. Dan pada usia semuda itu
pula ia mulai meniti jenjang pendidikan. Dengan memasuki Madrasah Nahdathul
Ulama cianjur (1919-1926). Ustad Abdurahman dikenal sebagai seorang ulama
besar, ahli hukum yang tawadlu.
b. Dengan
keberaniaanya, ustad abdurahman beserta beberapa muridnya mendatangi pengajian
persis yang dipimpin A.Hasaan . terjadilah perdebatan antara A.Hassan dengan
ustad abdurahman hingga berlangsung beberapa malam. Akhirnya, ustad Abdurahman
dapat menerima seluruh keterangan dan dalil-dalil yang dikemukakan A. Hassan.
Dalam aktivitas organisasi di jamiyyah persis, ustad abdurahman menunjukan
sikap loyal.
c.
Pesis menyatakan
bahwa segala suatu diluar masalah ibadat diizinkan oleh islam apabila tidak ada
larangan secara khusus. Prinsip seperti ini ditafsirkan secara luas dalam
berbagai bidang, mislanya ekonomi, kedokteran, dan ilmu pengetahuan modern.
Bagi persis, kitab suci merupakan otoritas final menyangkut apa yang boleh dan
tidak boleh diterima.
.
DAFTAR
PUSTAKA
Yang da’i yang
politikus, dadan wildan pengantar K.H shidiq Amien.
Panduan hidup berjamaah
di jamiyyah persis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar