BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam
perspektif ajaran Islam masalah ibadah merupakan ajaran dasar yang dititahkan
kepada seluruh mukallaf. Sebagai ibadah yang disyari’atkan, maka merupakan
keharusan untuk dilakukan dengan sikap ikhlas dan semata-mata mengharap balasan
dari Allah Swt. Dan idealnya terhadap kewajiban ini, adalah dilakukan dengan
bekal ilmu yang cukup, pengetahuan yang benar dan pemahaman yang proporsionl.
Baik dari segi dasar pensyari’atannya (landasan normatif), maupun dari sisi
pengamalan atau penerapannya.
Aslmau
wajhahu (menyerahkan diri) pada dasarnya adalah memurnikan
ibadah
kepada Allah dan wahuha muhsin (berbuat kebajikan) adalah mengikuti
Rasul-Nya.
Menurut Syaikhul Islam3 ; inti agama ada dua hal pokok, yakni tidak menyembah
kecuali hanya kepada Allah, dan tidak menyembah kecuali dengan apa yang Dia
syari’atkan-tidak dengan bid’ah (lihat QS. al-Kahfi : 110)
Demikianlah
misalnya shalat sebagai ibadah khusus, ia terikat oleh ketentuan-ketentuan
khusus yang wajib dipatuhi dalam pengamalannya yang dalam khazanah fikih
lazimnya dikenal nama “syarat dan rukun”. Para fukaha menetapkan bahwa
syarat
wajib shalat ada empat yaitu ; suci, menutup aurat menghadap kiblat dan tiba
waktunya.
Khusus masalah waktu shalat al-Qur’an memberikan penegasan bahwa
shalat
adalah ibadah yang telah ditetapkan waktunya dan kewajiban bagi orang-orang
yang beriman (Q S. an-Nisa ; 103).
Atas
dasar firman Allah pada surah an-Nisa ; 103 tersebut, maka telah menjadi suatu
kewajiban bagi umat untuk berusaha mengetahui dengan benar waktu-waktu ibadah
yang disyari’atkan, baik awal waktu maupun akhir waktu ibadah. Kini, dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi umat manusia semakin menemukan banyak
kemudahan hidup bukan hanya pada bidang mu’amalah tetapi juga pada
masalah-masalah ibadah mahdah seperti penetapan
Atas
penjelasan tersebut maka pada makalah ini, penulis akan mengemukakan pokok
bahasan “bagaimana menentukan awal waktu shalat”, dengan dua sub bahasan;
pertama; bagaimana awal waktu shalat menurut syara’ dan kedua bagaimana awal
waktu shalat menurut perspektif sain-Astronomi (ilmu falak).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
Asal Mula Shalat Lima Waktu?
2. Bagaimana
Menentukan Awal Waktu Shalat Dengan Menurut Syara’danSains-Astronomi?
3. Apa
Saja Hadits Yang Berkaitan Dengan Penetapan Waktu Shalat?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Untuk
Mengetahui Asal Mula Shalat Lima Waktu
2. UntukMenentukan
Awal Waktu Shalat Dengan Menurut Syara’danSains-Astronomi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
ASAL MULA SHALAT 5
WAKTU
1)
SHALAT SUBUH
Ketika Nabi Adam diturunkan ke dunia diwaktu
malam, beliau merasa takut. Ia dan Siti Hawa tidak diturunkan di satu tempat
yang sama. Siti Hawa di Jeddah Saudi Arabia, sedangkan Nabi Adam di bukit Ruhun
di pulau Sailan atau kini dinamakan Sailandra. Setelah fajar terbit, Nabi Adam
'Alaihi Sallam. sujud syukur dua kali sujud kehadirat Allah. Itulah sebabnya
sholat subuh dua raka’at mengingatkan akan Nabi Adam 'Alaihi Sallam sebagai
orang yang pertama sujud di muka bumi. Maka disunahkan sholat Isyraq ( Shalat
isyraq adalah shalat dua rakaat setelah matahari terbit dan meninggi, bagi yang
shalat Fajar secara berjamaah di masjid kemudian duduk di tempat shalatnya
untuk berzikir kepada Allah Ta'ala hingga shalat dua rakaat.
Keutamaannya
telah disebutkan dalam sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,
مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ
اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ ، كَانَتْ لَهُ
كَأَجْرِ حَجَّةٍ ، وَعُمْرَةٍ، تَامَّةٍ ، تَامَّةٍ ، تَامَّةٍ (رواه الترمذي،
رقم 586 من حديث أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه
"Siapa
yang shalat Shubuh berjamaah, kemudian dia duduk berzikir kepada Allah hingga
matahari terbit, kemudian dia shalat dua rakaat, maka baginya pahala haji dan
umrha, sempurna, sempurna." (HR. Tirmizi, no. 586, dari hadits Anas bin
Malik radhiallahu anhu)
Hadits
ini diperselisihkan keshahihannya, sejumlah ulama menyatakan dha'if, sementara
yang lainnya menyatakan hasan. Termasuk yang menyatakan hasan adalah Syekh
Al-Albany rahimahullah dalam shahih Sunan Tirmizi.
Syekh
Ibnu Baz rahimahullah ditanya tentang hal tersebut, maka beliau berkata,
'Hadits ini memiliki jalur periwayatan yang lumayan baik, maka dapat dikatakan
sebagai hadits hasan lighairihi. Maka shalat tersebut disunnahkan setelah
matahari terbit dan meninggi seukuran tombak, yakni kira-kira setelah sepertiga
atau seperempat jam dari waktu terbitnya." (Fatawa Syekh Ibnu Baz,
25/171)). Sujud pertama karena telah hilang rasa takutnya sebab gelapnya malam,
Sujud kedua karena syukur telah datangnya waktu siang.
2)
SHALAT DZUHUR
Manusiua pertama yang mengerjakan Sholat
Dzuhur empat raka’at Nabi Ibrahim 'Alaihi Sallam. Empat kali sujud dilakukan
oleh Nabi Ibrahim dikarenakan,
sujud pertama menyatakan syukur kehadirat Allah, karena ia dan puteranya Ismail mampu menyelesaikan tugas berat dari Allah. sujud ke dua, syukur atas kehadirat Allah karena beliau tidak terperdaya oleh bujukan syetan. Sujud ke tiga, syukur kehadirat Allah karena Ismail adalah putera yang sabar dan ia selamat tanpa luka apapun. Sujud ke empat, kurban itu kemudian diganti dengan seekor domba gemuk.
sujud pertama menyatakan syukur kehadirat Allah, karena ia dan puteranya Ismail mampu menyelesaikan tugas berat dari Allah. sujud ke dua, syukur atas kehadirat Allah karena beliau tidak terperdaya oleh bujukan syetan. Sujud ke tiga, syukur kehadirat Allah karena Ismail adalah putera yang sabar dan ia selamat tanpa luka apapun. Sujud ke empat, kurban itu kemudian diganti dengan seekor domba gemuk.
3)
SHALAT ASHAR
Manusia pertama yang mengerjakan Sholat ashar
adalah Nabi Yunus 'Alaihi Sallam. Ketika Nabi Yunus berada di dalam perut ikan
yang dapat dilakukannya hanyalah pasrah. Pada saat itu malaikat Jibril
mengajarkan beliau mengucap zikrullah:
“Laa
ilaaha anta subhaanaka innii kuntu minazh zhoolimiin.”
Artinya:
“Tidak ada Tuhan kecuali Engkau, Maha suci Engkau, sesungguhnya aku daripada
orang yang zhalim.”
Sujud
pertama meyatakan syukur kehadirat Allah atas karunia beliau sudah terlepas
dari kegelapan pikiran sehingga beliau mendapat musibah ditelan ikan besar.
Sujud ke dua menyatakan syukur kehadirat Allah sudah terlepas dari bahaya maut
terkubur dalam perut ikan.Sujud ke tiga menyatakan syukur kehadirat Allah atas
karunia-Nya sudah keluar dari dalam laut yang dalam dan gelap. Sujud ke empat
menyatakan syukur kehadirat Allah atas karunia yang mengerakkan seekor kambing betina
memberi minum air susunya tiap hari sehingga kekuatan tubuhnya pulih kembali.
4)
SHALAT MAGHRIB
Manusia pertama yang mengerjakan sholat
maghrib adalah Nabi Isa 'Alaihi Sallam. Hal ini terjadi ketika Nabi Isa
dikeluarkan oleh Allah dari kejahilan dan kebodohan kaumnya, sedang waktu itu
telah terbenamnya matahari. Bersyukurlah Nabi Isa 'Alaihi Sallam, lalu sholat
tiga rakaat karena diselamatkan dari kejahilan tersebut. Sujud pertama adalah
ungkapan syukur kehadirat Allah yang telah menyelamatkan ibunya dari tuduhan
yang tidak benar, karena kemu’jizatan beliau.
Sujud ke dua, syukur kehadirat Allah yang
telah menyelamatkan ibunya dari penganiayaan orang yahudi. Sujud ke tiga adalah
syukur kehadirat Allah yang telah menyelamatkan dirinya dari penghianatan muridnya
yang akan menangkapnya untuk diserahkan kepada raja Herodes dan akan dijatuhkan
hukuman mati di palang kayu salib. Di saat itu adalah waktu maghrib, beliau
sujud tiga kali dan kemudian diangkat ke langit oleh Malaikat Jibril.
5)
SHALAT ISYA’
Manusia pertama yang mengerjakan sholat Isya
adalah Nabi Musa 'Alaihi Sallam. Hal ini terjadi ketika Nabi Musa 'Alaihi
Sallam telah tersesat dan berusaha mencari jalan keluar dari Negeri Madyan,
sedang dalam dadanya penuh dengan duka cita. Allah menghilangkan semua perasaan
duka citanya itu pada waktu isya yang akhir. Lalu Nabi Musa mengerjakan sholat
empat rakaat sebagai tanda syukur Sujud pertama sebagai ungkapan syukur karena
Allah menyelamatkan beliau dari kejaran fir’aun. Sujud ke dua sebagai ungkapan
syukur karena Allah telah menolong beliau selama dalam perantauan di Madyan
sampai beliau beristri puteri Nabi Syu’aib,
Sujud ke tiga, sebagai ungkapan syukur kerena
Allah telah memilih beliau sebagai Nabi untuk menyelamatkan Bani Israil dari
tindasan Fir’aun. Sujud ke empat, sebagai ungkapan syukur karena Allah telah
menerima permohonan beliau untuk menjadikan kakaknya (Nabi Harun 'Alaihi
Sallam) sebagai Nabi.
B. PERSPEKTIF
SYAR’I DAN SAINS TENTANG AWAL WAKTU SHALAT
1.
Perspektif
Syar’i Tentang Awal Waktu Shalat
Al-Qur’an secara umum
menegaskan bahwa shalat adalah kewajiban bagi orang mukmin yang telah
ditentukan wa ktunya. Hal ini tersebut pada surah An-Nisa: 103:
“Maka
apabila kamu Telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri,
di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu Telah merasa aman,
Maka Dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah
fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.(QS.
4 : 103)”
Ayat tersebut
memberikan penegasan bahwa perintah mendirikan shalat adalah suatu kewajiban
yang amat dipentingkan dengan memperhatikan dan berusaha maksimal mengetahui
waktu-waktu shalat yang ditetapkan. Hal ini juga menunjukkan bahwa diantara
implikasi perhatian pada perintah mendirikan shalat adalah memperhatikan dengan
baik seluruh syarat-syarat sah shalat hal mana diantaranya adalah “waktu
shalat”. Atau dengan kata lain, bahwa isntimbath hukum pada ayat tersebut
adalah umat Islam wajib mengetahui waktu-waktu shalat wajib dengan mempelajarinya
sebagimana wajibnya mengetahui syarat-syarat sah shalat yang lain seperti
bersuci (thaharah), menutup aurat dan menghadap arah kiblat.
Selanjutnya al-Qur’an
pada beberapa ayatnya, telah memberikan isyarat tentang waktu shalat. Pada
surah al-Hud ayat 114 ditegaskan ; “didirikanlah shalat pada dua pengunjung
siang dan pada sebagian dari waktu malam. Sesungguhnya kebaikan itu menghapus
kejahatan. Demikian merupakan peringatan bagi orang-orang yang mau ingat.
Pada ayat ini ulama
memahami bahwa yang dimaksud shalat pada dua pengunjung siang adalah shalat
Subuh dan Ashar, sedang maksud sebagian dari waktu malam adalah dua shalat yang
berdekatan yakni ; Magrib dan Isya[1].
Sementara pada surah al-Isra’ ayat 78, dikemukakan perintah mendirikan shalat
pada waktu matahari tergelincir sampai mulai gelap malam, begitu pula shalat
fajar, karena sesungguhnya shalat fajar itu ada yang menyaksikannya (QS.
Al-Isra !7; 78). Dari ayat ini dapat dipahami bahwa diperintahkan mendirikan
shalat pada awal waktunya yakni shalat duhur, Ashar, Magrib dan Isya. Senada
dengan ayat-ayat di atas, pada surah at-Thaha ayat 130 juga dikemukakan “Dan
bertasbihlah memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya,
dan bertasbihlah pula pada waktu tengah malam dan di ujung siang hari, agar
engkau merasa tenang. Pada ayat terakhir ini, menunjukkan bahwa bahwa “tasbih”
dimaksud sebelum matahari terbit adalah shalat Subuh, sedang sebelum matahari
terbenam ialah shalat Ashar. Selanjutnya, petunjuk hadis-hadis Rasulullah Saw
tentang waktu shalat. Secara umum, ada dua hadis yang memberikan penjelasan
tentang waktu shalat pada lima shalat wajib. Hadis dimaksud adalah sebagai
berikut.
Pertama ; dari Abdullah bin Umar
Artinya ;“Bahwa Rasulullah Saw telah bersabda ; “waktu Duhur ialah apa bila
matahari telah tergelincir sampai bayang-bayang seseorang itu sama panjang
dengan badannya, yakni sebelum datang waktu Ashar. Dan waktu Ashar ialah sampai
matahari belum kuning cahayanya, waktu shalat Magrib selama syafak-awan merah
belum lenyap, waktu shalat Isya sampai tengah malam kedua, sedang waktu shalat
Subuh mulai terbit fajar sampai terbitnya matahari… (HR. Muslim).”
Kedua, dari Jabir bin
Abdullah r.a. ;, yang artinya ; Nabi Saw
didatangi oleh Jibril as. Yang mengatakan kepadanya : “Bangunlah dan shalatlah
!, maka Nabi pun shalat Dhuhur sewaktu tergelincir matahari. Kemudian ia datang
pula di waktu Ashar, katanya ; “Bangun dan shalatlah ! Nabi mengerjakan pula
shalat Ashar, yakni ketika baying-bayang sesuatu, telah sama panjang dengan
bendanya. Lalu ia datang di waktu Magrib, katanya : “Bangun dan shalatlah ! ,
Nabi pun melakukan shalat Magrib sewaktu matahari telah terbenam atau jatuh.
Setelah itu ia datang pula di waktu Iysa’ dan menyuruh ; “Bangun dan shalatlah
!, Nabi segera shalat Iysa’ ketika syafak atau awan merah telah hilang.
Akhirnya ia datang di waktu fajar ketika fajar telah bercahaya – atau katanya
fajar telah terbit. Kemudian keesokan harinya malaikat itu datang lagi di waktu
Dhuhur, katanya “Bangunlah dan shalatlah !, maka nabi pun shalat, yakni ketika
bayang-bayang segala sesuatu sama panjang dengan sesuatu itu. Di waktu Ashar ia
datang pula, katanya “Bangunlah dan shalatlah, pada waktu baying-bayang dua
kali sepanjang badan. Lalu ia datang lagi di waktu Magrib pada saat seperti
kemarin tanpa perubahan, setelah itu ia datang lagi pada waktu Isya’ ketika
berlalu seperdua malam atau katanya sepertiga malam, lalu Nabi pun melakukan
shalat Isya’. Kemudian ia datang pula ketika malam telah mulai terang , katanya
; “Bangun dan shalatlah ! Nabi pun mengerjakan shalat Fajar. “Nah, katanya lagi
“di antara kedua waktu itulah terdapat waktu-waktu shalat”.(HR. Ahmad,
Nasa’i dan at-Turmudzi)[2]
Dari petunjuk beberapa
dalil tersebut di atas dapat dipahami bahwa waktu-waktu shalat yang
disyari’atkan adalah ;
a.
Waktu Shalat
Dhuhur, adalah apabila posisi matahri tergelincir.
b.
Waktu shalat
Ashar, adalah apabila bayang-bayang suatu benda sama panjang dengan bendanya.
c.
Waktu shalat
Magrib, adalah ketika matahari telah terbenam sampai megah merah belum hilang
atau selama megah merah masih ada.
d.
Waktu shalat
Isya, adalah mulai ketika hilang megah merah sampai terbit fajar, pada riwayat
lain hingga tengah malam atau seperdua malam.
e.
Waktu shalat
Subuh, adalah apabila terbit fajar.
2.
Awal
Waktu Shalat menurut Sains, (Ilmu Hisab/Astronomi)
Dari
petunjuk al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Saw., dapat dipahami bahwa ketentuan
waktu-waktu shalat berkaitan dengan posisi matahari pada bola langit. Maka
dalam perspektif sains (astronomi) untuk penentuan awal waktu shalat terdapat
beberapa hal penting untuk dipahami lebih awal, diantaranya adalah ; posisi
matahari, terutama tinggi matahari(h), jarak zenith (bu’du as-sumti), Zm =
900-h. Fenomena awal fajar (morning twislight), matahari terbit (sunrise),
matahari melintasi meridian (culmination), matahari terbenam (sunset) dan akhir
senja (evening twilight) berkaitan dengan jarak zenith matahari.
1.
Waktu
Zuhur.
Awal waktu Zuhur
dirumuskan sejak seluruh bundaran matahari meninggalkan meridian, biasanya
diambil sekitar 2 derajat setelah lewat tengah hari. Saat berkulminasi atas
pusat bundaran matahari berada di meridian.8 Atau dengan kata lain titik pusat
matahari lepas dari meridian setempat yang tingginya relatif terhadap
deklinasi9 matahari dan lintang tempat.
Apabila matahari
bergeser dari meridian, maka titik pusatnya juga bergeser. Begitu pula kalau
matahari bergeser dari titik zenith, otomatis kulminasinya bergeser juga. Dan
yang menyebabkan titik kulminasi itu bergeser adalah lintang tempat dan
deklinasi matahari sehingga lintang tempat dianggap sama harganya dengan jarak
zenith dan titik pusat matahari pada saat berkulminasi setelah dikurangi dengan
deklinasi matahari.
Rumus yang
digunakan saat kulminasi adalah ; = 12 - e., Rumus ini turunan dari Zm=(p-d),
karena tinggi matahari =900 , maka p=d juga. Dengan demikian hm = 900- (p-d),
oleh karena Zm, p, dan d harganya dianggap sama dengan 0, Dari proses inilah,
awal waktu shalat zuhur yang dipahami dari hadis dengan sebutan “tergelincir
matahari”.[3]
Angka 12.00
dianggap sama dengan 900 karena matahari berada pada titik zenith, sedang e
adalah perata waktu (equation of time). Untuk mengetahui apakah data perata waktu
dalam almanac nautika itu bertanda positif atau negatif, perlu dilihat Mer Pas
nya. Jika Mer Pass lebih dari jam 12.00 berarti perata waktu bertanda negatif
(-), dan jika Mer Pass kurang dari jam 12.00 berarti perata waktu bertanda
positif (+). Data perata waktu yang menentukan saat matahari “berkulminasi”
setiap hari berubah, namun dari tahun ke tahun relatif sama. Dengan demikian,
saat matahari tergelincir yang dipahami sebagai awal waktu shalat zuhur adalah
posisi dimana matahari telah bergeser dari kulminasinya atau bergeser dari
meridian.. atau dimana matahari berkulminasi disitulah dipahami sebagai awal
permulaan waktu zuhur.
Sebagai contoh
perhitungan awal waktu shalat zuhur adalah ; menghitung awal waktu shalat di
Makassar tanggal 1 Januari 2012. Tahapan-tahapan penyelesaiannya adalah ;
a. Data-data
yang disiapkan :
1) Bt
(bujur tempat) Makassar ; 119027’
2) BD
(Bujur Daerah) ; 1200 wita
3) e
(perata waktu) ; -3’12”
b. Rumus
Zuhur : 12.00 – e 12.00 – (-3’12”) =
1203’12”
a. Penyesuaian
Bujur Tempat ; BD – Bt
b. 1200 – 1190 27’= 33’ = 02’12”+
12.05.24.
c. Ihtiyath
=
01.36.+
Jumlah
= 12. 07.00
Dari perhitungan
awal waktu shalat zuhur tersebut, ditemukan bahwa awal waktu shalat zuhur di
Makassar pada tanggal 1 Januari 2012 adalah Pkl 12.07.00 (jam duabelas lewat
tujuh menit) wita.
2.
Waktu
Shalat Ashar.
Awal waktu
shalat Ashar dalam ilmu falak dinyatakan sebagai keadaan tinggi matahari sama
dengan jarak zenith titik pusat matahari pada waktu berkulminasi ditambah
bilangan satu. Sesuai petunjuk hadis bahwa awal waktu shalat ashar adalah
apabila bayangan suatu benda sama panjang dengan bendanya, maka hal ini secara
hisab-astronomi dapat dicapai dengan ; pertama menentukan tinggi matahari pada
waktu ashar (ho) dan kedua menentukan sudut waktu matahari. (to). Rumus yang
digunakan untuk ho adalah ;
Cotg h = tg
(p-d) + 1
Maksud rumus ini
adalah cotg hoA sama besarnya dengan tg jarak zenit titik pusat matahari pada
waktu berkulminasi ditambah satu. Sedang untuk sudut waktu matahari (to),
digunakan rumus ;
to, Cost t = -tg
p.tg d + sin h : cos p : cos d
Selanjutnya,
untuk keakuratan nilai ilmiah hasil perhitungan pada waktu shalat yang akan
dihitung, maka perlu dilakukan koreksi bujur atau penyesuaian bujur
masing-masing daerah (BD – Bt) dan selisih waktu antara daerah (: 15). Serta ihtiyat
sebagai tanda hati-hati atau pengaman/pembulatan hasil akhir perhitungan.
Sebagai contoh
perhitungan awal waktu shalat Ashar adalah ;
Menghitung wal
waktu shalat Ashar di Makassar, tanggal 17 Oktober 2012. Untuk menyelesaikan
soal ini, maka langkah-langkah penyelesaiannya adalah sebagai berikut :
1)
Melengkapi
data-data yang diperlukan.yaitu ;
a.
Data lintang (p) = -50 8’
b.
Bt (Bujur
tempat) = 119027’ T
c.
BD (Bujur
Daerah) = 1200
d.
d (deklinasi) = S 9021’36”
e.
e (perata waktu) = +14’41”
2)
Menghitung
tinggi matahari waktu Ashar.
Rumus
yang digunakan ; hoA ; cotg h = tg (p-d) + 1
=
tg-508’-(-9021’36”) + 1
=
4013’36” + 1
=
0,073903357 + 1
=
1.073903357
h
= 42057’33”
3)
Mencari nilai
sudut waktu
Rumus
yang digunakan adalah ;
to
; cost t = -tg p . tg d + sin h : cosp : cos d
=
-tg-508’ x tg -9021’36” + sin 42057’33” : cos -508’ : -9021’36”
=
0.67864644
t
= 47015’43”, dijadikan jam : 15 =
03.09.03
4)
Kulminasi
matahari ; 12.00-e,= 12.00-(14’41”) =
11.45.19
5)
Penyesuaian
bujur tempat ; 1200-119027’=33 : 15 =
02.12
Jumlah = 14.56.34.
6)
Ihtiyat
…………………………………………… = 01.26
Jumlah
= 14.58.00
Dari hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa
awal waktu shalat Ashar di Makassar tanggal 17 Oktober jatuh pada jam 14.58’
3.
Waktu
Shalat Magrib.
Dalam ilmu falak waktu shalat Magrib berarti saat
terbenam matahari (ghurub), yaitu seluruh piringan matahari tidak kelihatan
oleh pengamat. Piringan matahari berdiameter 32’ menit busur, setengahnya
berarti 16 menit busur, selain itu di dekat horizon terdapat refraksi (inkisar
al-jawwi) yang menyebabkan kedudukan matahari lebih tinggi dari kenyataan
sebenarnya yang diasumsikan 34 menit busur.
Koreksi semidiameter (nishfu al-quthr) piringan
matahri dan refraksi terhadap jarak zenith matahari saat matahari terbit atau
terbenam sebesar 50 menit busur.
Dengan demikian terbit dan terbenam secara falak
ilmi di definisikan bila jarak zenit matahari mencapai Zm = 90050’. Defenisi
itu untuk tempat pada ketinggian di permukaan air laut atau jarak zenith
matahari Zm = 910 bila memasukan koreksi kerendahan ufuk akibat tinggi posisi
pengamat 30 m dari permukaan laut. Untuk penentuan waktu magrib, saat matahari
terbenam biasanya ditambah 2 menit karena ada larangan shalat tepat pada saat
matahari terbit, terbenam dan kulminasi atas.
Untuk hisab penentuan awal waktu Magrib, data-data
yang diperlukan meliputi ; data lintang, bujur tempat, bujur daerah, deklinasi,
perata waktu dan tinggi matahari ( h= -1). Selain data tersebut, juga dilakukan
koreksi bujur, data hasil kulminasi matahari (rumus zuhur) dan ihtiyat.Rumus
yang digunakan adalah ;
tom., cost t =
-tg –p . tg d + sin h : cos –p : cos –d
Sebagai contoh
perhitungan ; awal waktu shalat Magrib di Makassar tanggal 17 Oktober 2012 ;
1. Data
;
P = -508’
Bt = 119027’
BD = 1200wita
d = S9025’12”
e = +14’41”
h = -10
2. toM,
cost = -tg-p.tg d+Sin h : cos-p : cos-d
= -tg-508’ x
tg-9025’12”+sin -1 : cos-508’ : cos -9025’12”
= -0.03266636
t = 91052’19”,
dijadikan jam : 15 = 06.07.29
3. Rumus
Duhur = 12.00-e = 12.00-(14’41”) =
11 4519
4. Penyesuaian
Bujur tempat = 1200-119027”= 33 = 02 12
__________
Jumlah : 17.55.00
5. Ihtiyat ……………………………………………. = 02.00 +
__________
Jumlah =
17.57.00
Dari contoh soal perhitungan awal waktu shalat
Magrib di Makassar tanggal 17 Oktober, terlihat bahwa awal waktu shalat Magrib
jatuh pada pukul 17.57.00
4.
Waktu
Shalat Isya
Secara astronomi, awal waktu shalat Isya ditandai
dengan memudarnya cahaya merah (asy-syafaq al-ahmar) di bagian langit sebelah
barat yakni sebagai tanda masuknya gelap malam. Substansi keterangan ini dapat
dilihat dalam al-Qur’an pada surah al-Isra’ ayat 78. Dalam ilmu falak,
peristiwa tersebut dikenal sebagai akhir senja astronomi ((astronomical
twilight). Tinggi matahari pada saat itu adalah 180 di bawah ufuk (horizon),
sebelah barat dan jarak zenith matahari adalah 1080 ( 900 + 180), atau h= -180 derajat.
Untuk hisab awal waktu shalat Isya data-data yang
diperlukan sama dengan data-data yang diperlukan waktu shalat sebelumnya.
Sebagai contoh perhitungan awal waktu shalat Isya di Makassar, adalah sebagai
berikut :
a. Menghitung
awal waktu shalat Isya di Makassar tanggal 1 November 2012,
1. Data :
P = -508’
Bt = 119027’
BD = 1200wita
d = S14026’51”
e = +16’27”
h = -180
b. toI,
Cost = -tg-p.tg d+Sin h : cos-p : cos-d
= -tg-50 x tg
-14026’51”+ Sin -180 : Cos -508’ : Cos -14026’51”
= -0,34353817
t = 11005’33”, :
15’ = 07 20 22
c. Rumus
Duhur : 12.00-e : 12’ - 00 16’27” = 11 43 33
d. Penyesuaian
dengan bujur tempat
BD – Bt = : 150
1200 – 119027’ = 0033’ : 15 derajat = 0 02 12 +
= 19. 06. 07.
e. Ihtiyat, ………………………………… = 0. 01.53 +
19. 08. 00
Dari contoh tersebut, dapat dipahami bahwa awal
waktu shalat di Isya di Makassar pada tanggal 1 November 2012 jatuh pada pukul
19. 08.00 wita.
5.
Waktu
Shalat Subuh
Awal waktu
Shalat Subuh dipahami sejak terbit fajar sampai waktu akan terbit matahari.
Fajar shadik dalam ilmu falak dipahami sebagai awal astronomical twilight
(fajar astronomi), cahaya ini mulai muncul diufuk timur menjelang terbit
matahari pada saat matahari berada pada posisi sekitar 180 di bawah ufuk atau
jarak zenith matahari 1080. Pendapat lain mengatakan bahwa terbitnya fajar
sidik dimulai pada saat posisi matahari 20 derajat di bawah ufuk atau jarak
zenith matahari 110 derajat, bahkan ada pendapat 15 derajat.[4]
Dalam hal hisab waktu shalat subuh, data-data yang
diperlukan pada dasarnya sama dengan waktu-waktu shalat wajib yang lain, hanya
saja akhir waktu shalat subuh perlu diketahui, yakni matahari berada pada
posisi -1 derajat ( h = -10) di bawah ufuk.
Sebagai contoh perhitungan waktu shalat subuh di
Makassar, tanggal 7 Juli 2012 adalah ;
a) Awal
Waktu Shalat Subuh :
1.
Data : P = 50 10’
Bt = 119027’
BD = 1200 Wita
d = N22033’12”
e = -04’59”
2.
h. = -200
3.
t = Cost t =
-tg p . tg d + sin h : cos p : cos d
= -tg -5010’ x
tg 22033’12” + sin -200 : cos-5010’ : cos 22033’12”
= -0.334609691
= 109032’55,7”,
…………dijadikan jam = 07.18.11,71
4.
Rumus Duhur =
12.00-e
= 12.00-00(-04’59”) = 12.04.59
5.
Perpindahan
sudut t (sudut matahari dalam jam) =
07.18.11,71 –
04.46.47,29
6.
Penyesuaian
bujur tempat 1200-119027’= 33 =
02.12, +
04.48.59,29
7.
Ihtiyath.
……………………………………… = 01.00,71+
Jumlah : =04.50.00,00
Jadi awal waktu shalat
subuh di Makassar tanggal 7 Juli adalah jam 04.50.
b) Akhir
Waktu Shalat Subuh, tanggal 7 Juli :
1. Data
: p = 5010’ S
Bt = 119027’
BD = 1200 Wita
d = N22033’12”
e = -04’59”
2. h.
= -10
3. t = Cos t =
-tg p. tg d + sin h : cosp : cos d
= -tg -5010’x tg
22033’12”+sin -1 ; cos -5010’:
Cos 22033’12”
= 0.018577332
= 88056’07,93”….dijadikan jam = 05.55.44,53
4. Rumus
Duhur = 12.00-e
= 12-(0004’59”) ………
= 12.04.59
5. Perpindahan
sudut …………………… =
05.55.44,53-
06.09.14,47
6. Penyesuaian
bujur tempat
1200-119027’ = 33 ……………….. =
02.12 +
06.11.26,47.
7. Ihtiyath
……………………………. = 02.26,47-
Jumlah = 06.09.00,00
Jadi akhir waktu shalat subuh tanggal 7 Juli di
Makassar adalah jatuh pada jam 06.09 Wita.
C. HADITS
YANG BERKAITAN DENGAN PENENTUAN WAKTU SHOLAT
Dari Abdullah Ibnu Amr Radliyallaahu 'anhu bahwa
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Waktu Dhuhur ialah
jika matahari telah condong (ke barat) dan bayangan seseorang sama dengan
tingginya selama waktu Ashar belum tiba, waktu Ashar masuk selama matahari
belum menguning, waktu shalat Maghrib selama awan merah belum menghilang, waktu
shalat Isya hingga tengah malam, dan waktu shalat Shubuh semenjak terbitnya
fajar hingga matahari belum terbit." Riwayat
Muslim.
Dari Abu Said Al-KhudrybahwadiamendengarRasulullahShallallaahu
'alaihiwaSallambersabda: "Tidakadashalat (sunat)
setelahshalatShubuhhinggamatahariterbitdantidakadashalatsetelahshalatAsharhinggamatahariterbenam."
MuttafaqAlaihi. DalamlafadzRiwayat Muslim: "Tidakadashalatsetelahshalatfajar."
Dalamriwayat Muslim dariUqbahIbnu Amir:
TigawaktudimanaRasulullahShallallaahu 'alaihiwaSallammelarang kami
melakukanshalatdanmenguburkanmayit, yaitu: ketikamatahariterbithinggameninggi,
ketikatengahharihinggamataharicondongkebarat, danketikamataharihampirterbenam.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Sebagai
kesimpulan dari dua sub permasalahan tulisan ini adalah sebagai berikut :
Menurut syara’ Waktu Shalat Dhuhur, adalah apabila posisi matahri tergelincir,
sedang waktu shalat Ashar, apabila bayang-bayang suatu benda sama panjang
dengan bendanya. Sementara Waktu shalat Magrib, adalah ketika matahari telah
terbenam sampai megah merah belum hilang atau selama megah merah masih ada.
adapun waktu shalat Isya, yakni mulai ketika hilang megah merah sampai terbit
fajar, pada riwayat lain hingga tengah malam atau seperdua malam, dan untuk
waktu shalat Subuh, adalah apabila terbit fajar.
2.
Selanjutnya,
menurut sains (astronomi), penetapan hisab awal waktu shalat sangat dipengaruhi
oleh beberapa hal penting dalam tata ordinat di antaranya adalah deklinasi
matahari dan perata waktu. ; Awal waktu Zuhur; dirumuskan sejak seluruh
bundaran matahari meninggalkan meridian, biasanya diambil sekitar 2 derajat
setelah lewat tengah hari, Saat berkulminasi atas pusat bundaran matahari
berada di meridian. Awal waktu shalat Ashar; dalam ilmu falak dinyatakan
sebagai keadaan tinggi matahari sama dengan jarak zenith titik pusat matahari
pada waktu berkulminasi ditambah bilangan satu. Sedang waktu shalat Magrib;
berarti saat terbenam matahari (ghurub), yaitu seluruh piringan matahari tidak
kelihatan oleh pengamat. Piringan matahari berdiameter 32’ menit busur,
setengahnya berarti 16 menit busur, Selanjutnya, awal waktu shalat Isya;
ditandai dengan memudarnya cahaya merah (asy-syafaq al-ahmar) di bagian langit
sebelah barat yakni sebagai tanda masuknya gelap malam, tinggi matahari pada
saat itu adalah 180 di bawah ufuk (horizon), sebelah barat dan jarak zenith
matahari adalah 1080 ( 900 + 180), atau h = -180 . Adapun Awal waktu Shalat
Subuh; dipahami sejak terbit fajar sampai waktu akan terbit matahari. Fajar
shadik dalam ilmu falak dipahami sebagai awal astronomical twilight (fajar
astronomi), cahaya ini mulai muncul diufuk timur menjelang terbit matahari pada
saat matahari berada pada posisi sekitar 180 di bawah ufuk atau jarak zenith
matahari 1080. Pendapat lain mengatakan bahwa terbitnya fajar sidik dimulai
pada saat posisi matahari 20 derajat di bawah ufuk atau jarak zenith matahari
110 derajat, bahkan ada pendapat 15 derajat.
[1]Lihat Sayyib Sabiq, Fikih Sunnah
I, h. 208
[2]Lihat Hasbi Ash-Shiddiqy, Koleksi
Hadis-Hadis Hukum, Cet. III (Bandung : PT. al-Ma’arif, 1979), h. 44-45
[3]Lihat Ali Parman,Ilmu Falak,
(Ujung Pandang : Yayasan al-Ahkam, 2001), h.. 26.
[4]Lihat Syaikh Mamduh Farhan
al-Buhairi, dkk. Koreksi Awal Waktu Subuh, Cet. I; Malang : Pustaka
Qiblati, 2010,), h. 210-211.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar