BAB I
A. Pendahuluan
Perbedaan dalam penetapan awal bulan
Ramadan, Syawal, dan Zulhijah sering kita jumpai di kalangan umat Islam di
Indonesia. Dalam mengawali puasa Ramadan terkadang terdapat beberapa hari yang
berbeda, demikian juga ketika melaksanakan hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Maka
lalu muncullah istilah lebaran ganda.
Perbedaan seperti ini setelah
reformasi di Indonesia seolah menjadi hal yang lumrah terjadi. Walaupun
terwujud kesepakatan para ulama ahli
ilmu Falak dari kalangan pesantren dan para ahli astronomi di Indonesia dalam
penentuan awal bulan Ramadan, Syawal,
dan Zulhijah tetap saja ada kelompok-kelompok yang berbeda dengan hasil kesepakatan
tersebut.
Misalnya kita kilas balik
pelaksanaan ibadah puasa Ramadan 1430 H. Pemerintah mengumumkan bahwa
berdasarkan hasil perhitungan hisab dan pelaksanaan rukyah pada tanggal Jumat,
29 Syakban 1430 H/ 18 September 2009 bahwa posisi hilal masih di bawah ufuk maka hilal tidak mungkin bisa dirukyah. Sehingga
esok harinya; Sabtu merupakan hari terakhir di bulan yang sedang berjalan;
bulan Syakban. Permulaan ibadah puasa atau jatuhnya tanggal 1 Ramadan 1430 H
adalah hari Minggu 20 September 2009.
Namun sebagian kelompok tarekat
tertentu dan pengikut Kejawen yang menggunakan penanggalan Aboge atau Asopon memulai
puasa Ramadan mereka pada hari yang berbeda dengan hasil penetapan pemerintah
di atas. Perbedaan ini lebih banyak lagi jika menelusurinya pada kelompok-kelompok
yang lebih kecil scopenya di masyarakat.
Penentuan dan penetapan waktu dalam
pelaksanaan ibadah-ibadah tersebut itu menjadi sangat penting artinya untuk
kemantapan; keyakinan serta menghapuskan keragu-raguan apa lagi dalam hal
pelaksanaan ibadah mahdhah. Dan masyarakat tidak dibuat bingung dengan
beranekaragamnya praktek yang terdapat di tengah-tengah masyarakat.
Di antara sumber yang merupakan
salah satu akar permasalahan penyebab perbedaan tersebut adalah perhitungan
takwim atau kalender yang berdasarkan hisab Urfi. Kalender berdasarkan hisab Urfi
inilah yang dipedomani oleh pengikut Kejawen yang menggunakan penanggalan Aboge
atau Asopon.
Dalam makalah ini akan dibahas lebih
lanjut tentang penetapan kalender berdasarkan hisab Urfi, karakteristiknya,
wacana menjadikan kalender berdasarkan hisab Urfi menjadi alternatif dalam
wacana unifikasi penanggalan dalam Islam, dan aspek hukum menjadikan kalender berdasarkan hisab Urfi
sebagai pedoman dalam pelaksanaan ibadah bagi umat Islam.
B. Rumusan
Masalah
- Apa itu hisab Urfi?
- Bagaimana cara penanggalan Hijriyah menggunakan Hisab Urfi?
- Bagaimanakah hukum penanggalan Hijriyah dengan menggunakan Hisab Urfi?
C. Tujuan
Penulisan
- Mengetahui tentang Hisab Urfi.
- Mengetahui Bagaimana cara penanggalan Hijriyah menggunakan Hisab Urfi.
- Mengetahui Bagaimanakah hukum penanggalan Hijriyah dengan menggunakan Hisab Urfi.
BAB II
A. Sejarah Penanggalan
Islam
Di masa pra Islam, belum dikenal penomoran tahun
sebagaimana yang dikenal dan dapati pada masa sekarang. Sebuah tahun ditandai
dengan nama peristiwa yang terjadi, seperti tahun Fil/Gajah (tahun
lahirnya nabi Muhammad) karena pada waktu itu, terjadi penyerbuan Ka’bah oleh
pasukan bergajah yang dipimpin raja Abrahah yang berasal dari Yaman Selatan,
sebagaimana diabadikan dalam QS. al-Fil/105. Setelah datangnya Islam,
dinamakanlah tahun wafatnya Siti Khadijah dan paman nabi; Abu Thalib dengan
tahun Huzn (tahun penuh duka cita), tahun pertama hijrahnya Nabi sebagai
tahun Idzn/Izin yaitu tahun diizinkannya untuk berhijrah. Tahun kedua
disebut tahun Amr/perintah yaitu tahun diperintahkannya untuk berperang,
tahun kesepuluh disebut tahun Wada' (haji Wada'/Perpisahan). Penamaan
suatu tahun itu terkait dengan peristiwa monumental yang terjadi pada tahun
tersebut sehingga melalui peristiwa penting itu namanya diabadikan (T. Djamaluddin, http:
//t-djamaluddin.space.live.com).
Terhadap penamaan bulan, bangsa Arab telah mengenal dan
menetapkan nama-nama bulan seperti yang kita dapati hingga saat ini yang juga
selalu dikaitkan dengan fenomena alam, yaitu: Muharam, Safar, Rabiul awal,
Rabiul akhir, Jumadil awal, Jumadil akhir, Rajab, Syakban, Ramadan, Syawal,
Zulkaidah, dan Zulhijah. Menurut al-Biruni
sebagaimana dikutip oleh Ali Hasan Musa bahwa nama-nama bulan dalam Kalender
Kamariah mulai dikenalkan sejak tahun 412 M. Nama-nama bulan Kamariah tersebut
berubah-ubah selama empat kali sampai yang kini dipakai oleh umat Islam. Dalam
uraiannya, Ali Hasan Musa menyatakan bahwa nama-nama bulan Kamariah yang
berkembang sekarang mulai digunakan sejak akhir abad V Masehi (Azhari
dan Ibnor Azli Ibrahim, 2008: 136).[1] Susiknan Azhari, mengilustrasikan
tentang perkembangan penamaan bulan-bulan tersebut, sebagai berikut:
No
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
1
|
Natiq
|
Mujab
|
Al-Mu’tamar
|
Muharam
|
2
|
Thaqil
|
Mujar
|
Najir
|
Safar
|
3
|
Thaliq
|
Murad
|
Khawan
|
Rabiul Awal
|
4
|
Najir
|
Malzam
|
Sawan
|
Rabiul Akhir
|
5
|
Samah
|
Masdar
|
Hantam
|
Jumadil Awal
|
6
|
Amnah
|
Hubar
|
Zubar
|
Jumadil
Akhir
|
7
|
Ahlak
|
Hubal
|
Al-Asam
|
Rajab
|
8
|
Kasa’
|
Muha’
|
‘Adil
|
Syakban
|
9
|
Zahir
|
Dimar
|
Nafiq
|
Ramadan
|
10
|
Bart
|
Dabir
|
Waghil
|
Syawal
|
11
|
Harf
|
Hifal
|
Hawagh
|
Zulkaidah
|
12
|
Na’s
|
Musbal
|
Burak
|
Zulhijah
|
(Azhari, pdf)
Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab ra. (tahun 17 H) kalender Islam terbentuk
dengan nama kalender Hijriah. Dengan berbagai usulan dan pendapat akhirnya
rapat memutuskan dan memilih awal kalender Islam dimulai dari tahun hijrahnya
nabi Muhammad dari Mekah ke Madinah, yang merupakan usulan dari Ali ra. Sejak
saat itu, ditetapkan tahun hijrah nabi sebagai tahun satu, 1 Muharram 1 H
bertepatan dengan 15 Juli 622 M. Dan tahun dikeluarkannya keputusan itu
langsung ditetapkan sebagai tahun 17 H (hhtp://afdacairo.blogspot.com). Dengan demikian maka
perhitungan tahun Hijriah itu diberlakukan mundur sebanyak tujuh belas tahun.
B. Fungsi Penanggalan
Acuan
yang digunakan untuk menyusun penanggalan adalah siklus pergerakan dua benda
langit yang sangat besar pengaruhnya pada kehidupan manusia di Bumi, yakni
Bulan dan Matahari. Kalender yang disusun berdasarkan siklus sinodik Bulan
dinamakan Kalender Bulan (Kamariah, Lunar). Kalender yang disusun
berdasarkan siklus tropik Matahari dinamakan Kalender Matahari (Syamsiah, Solar).
Sedangkan kalender yang disusun dengan mengacu kepada keduanya dinamakan
Kalender Bulan-Matahari (Kamariah-Syamsiah, Luni-Solar) (http://www.nu.or.id).
Sistem penanggalan
dan ukuran waktu ini dibutuhkan dalam kehidupan kita untuk mendata, mencatat;
proses dokumentasi, merencanakan peristiwa dan kegiatan penting dalam kehidupan
secara pribadi maupun sosial dalam arti yang lebih luas. Dalam pengertian yang
praktis dan sederhana kita membutuhkan kalender untuk penentuan hari dan
tanggal.[2]
Adapun pada awalnya kalender merupakan sebuah tabel astronomi yang menggambarkan
pergerakan Matahari dan Bulan untuk kepentingan ibadah dan bercocok tanam saja.
Sehingga satuan tahun bukanlah hal yang penting. Tahun seringkali/diawali
dengan peristiwa bersejarah ataupun pergantian kekuasaan (Setyanto, 2008: 40).
Pelaksanaan ibadah dalam Islam
sebagian dikaitkan pada waktu atau tanggal tertentu. Seperti seputar penetapan
awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Tetapi sesungguhnya bukan hanya persoalan
yang terkait dengan penetapan bulan-bulan itu saja yang ada di tengah-tengah
masyarakat muslim. Tapi juga misalnya perhitungan haul yang terkait
dengan kewajiban berzakat bagi mereka yang berada serta ibadah puasa-puasa sunnah
yang dilaksanakan pada tanggal-tanggal tertentu.
Selain itu, fungsi lain dari
kalender adalah merekonstruksi peristiwa atau sejarah di masa lampau. Banyak
peristiwa yang terjadi sebelum dimulainya penanggalan Islam pada masa
kekhalifahan Umar ibn Khattab yang dapat dihitung ulang, seperti tentang kelahiran nabi Muhammad
saw. Alat uji atau mengecek ulang
kebenaran perhitungan penanggalan tersebut adalah riwayat yang menggambarkan
peristiwa tersebut. Riwayat kronologis kehidupan
Rasulullah menyatakan tentang hari atau musim merupakan alat uji terbaik dalam
analisis konsistensi historis-astronomisnya. Urutan hari tidak pernah berubah
dan berisifat universal. Pencocokan musim diketahui dengan melakukan konversi
sistem kalender Hijriah ke sistem kalender Masehi. Program komputer sederhana
konversi kalender Hijriah-Masehi dapat digunakan sebagai pendekatan awal yang
praktis dalam merekonstruksi kronologi kejadian penting dalam kehidupan
Rasulullah (T. Djamaluddin, http:
//t-djamaluddin.space.live.com).
Beragam informasi dijumpai di buku-buku tarikh tentang kejadian-kejadian itu.
Haekal menyatakan tentang kelahiran Nabi Muhammad saw saja terdapat berbagai
pendapat. Ada yang menyatakan lahir pada tanggal 2, 8, 9, atau 12. Bulannya pun
beragam: Muharam, Safar, Rabiul awal, Rajab, atau Ramadan tahun Gajah, 15 tahun
sebelum tahun Gajah, 30 tahun setelah tahun Gajah, atau bahkan 70 tahun setelah
tahun Gajah. Namun kebanyakan pendapat menyatakan Rasulullah saw dilahirkan
pada hari Senin 12 Rabiul awal tahun Gajah. Peristiwa itu terjadi 53 tahun sebelum
hijrah (secara matematis-astronomis dapat dinyatakan sebagai tahun -53 H).
Sehingga saat kelahiran nabi tersebut bertepatan dengan hari Senin 5 Mei 570 M
(http: //t-djamaluddin.space.live.com).
C. Penanggalan Berdasarkan
Hisab Urfi
Dalam sistem penetapan kalender Urfi
yang berdasarkan pada perhitungan rata-rata dari peredaran Bulan mengelilingi
Bumi. Perhitungan secara Urfi ini bersifat tetap, umur bulan itu tetap setiap
bulannya. Bulan yang ganjil; gasal berumur tiga puluh hari sedangkan bulan yang
genap berumur dua puluh sembilan hari. Dengan demikian bulan Ramadan sebagai
bulan kesembilan (ganjil) selamanya akan berumur tiga puluh hari (Anwar: 8).
Biasanya untuk
memudahkan dan kepentingan praktis perhitungan dalam pembuatan kalender
Kamariah dibuat secara Urfi. Kalender Kamariah Urfi didasarkan pada peredaran
bulan mengelilingi bumi dalam orbitnya dengan masa 29 hari, 12 jam, 44 menit,
2,8 detik setiap satu bulannya. Rentang waktu tersebut adalah rentang waktu dari konjungsi (ijtimak) ke
konjungsi berikutnya. Dengan perkataan lain, rentang waktu antara posisi titik
pusat Matahari, Bulan, dan Bumi berada pada bidang kutub ekliptika yang sama.
Rentang waktu itu disebut dengan satu bulan/month. Dengan demikian, perhitungan
kalender Kamariah di mulai dari menghitung
awal bulan atau bulan baru/ new month (Fathurohman SW, 2006).
Kalender ini terdiri 12 bulan,
dengan masa satu tahun 354 hari, 8 jam, 48 menit, 35 detik. Itu berarti lebih
pendek 10 hari, 21 jam (sekitar 11 hari) dibanding dengan kalender Masehi dalam
setiap tiga puluh tahunnya.
Masa satu tahun sama dengan 354 hari, 8 jam, 48
menit, 35 detik yang kalau kita sederhanakan dapat dikatakan bahwa satu tahun
itu sama dengan 354 11/30 hari. Dalam
siklus 30 tahun, akan terjadi 11 tahun Kabisah yang berumur 355 hari dan
sebagai tambahan satu hari ditempatkan pada bulan Zulhijah (bulan Zulhijahnya
berumur 30 hari). Sedangkan 19 tahun sisanya merupakan tahun Basitah yang
berumur 354 hari. Dengan demikian jumlah hari dalam masa 30 tahun = 30 x 354
hari + 11 hari = 1.0631 hari, yang diistilahkan dengan satu daur (hhtp://afdacairo.blogspot.com). Sistem hisab ini tak
ubahnya seperti Kalender Miladiah (Syamsiah), bilangan hari pada tiap-tiap
bulan berjumlah tetap kecuali bulan tertentu pada tahun-tahun Kabisah tertentu
jumlahnya lebih panjang satu hari.
Menurut
Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim penanggalan berdasarkan hisab urfi
memiliki karakteristik:
1.
awal tahun
pertama Hijriah (1 Muharam 1 H) bertepatan dengan hari Kamis tanggal 15 Juli
622 M;
2.
satu
periode (daur) membutuhkan waktu 30 tahun;
3.
dalam satu
periode/ 30 tahun terdapat 11 tahun panjang (kabisat) dan 19 tahun pendek
(basitah). Untuk menentukan tahun kabisat dan basitah dalam satu periode
biasanya digunakan syair:
كف الخليل كفه ديا نه * عن كل خل حبه فصانه
Tiap
huruf yang bertitik menunjukkan tahun kabisat dan huruf yang tidak bertitik
menunjukkan tahun basitah. Dengan demikian, tahun-tahun kabisat terletak pada
tahun ke 2, 5, 7, 10, 13, 15, 18, 21, 24, 26, dan 29 [3];
4.
penambahan
satu hari pada tahun kabisat diletakkan pada bulan yang kedua belas/ Zulhijah;
5.
bulan-bulan
gasal umurnya ditetapkan 30 hari, sedangkan bulan-bulan genap umurnya 29 hari
(kecuali pada tahun kabisat bulan terakhir/ Zulhijah ditambah satu hari menjadi
genap 30 hari);
6.
panjang
periode 30 tahun adalah 10.631 hari (355 x 11 + 354 x 19 = 10.631). Sementara
itu, periode sinodis bulan rata-rata 29,5305888 hari selama 30 tahun adalah
10.631,01204 hari (29,5305888 hari x 12 x 30 = 10.631,01204) (Azhari dan Ibnor
Azli Ibrahim: 136-137).
7. perhitungan berdasarkan hisab Urfi ini biasanya
dijadikan sebagai ancar-ancar sebelum
melakukan perhitungan penanggalan ataupun perhitungan awal bulan berdasarkan
hisab Hakiki. Bila tanpa melakukan perhitungan sebelumnya secara Urfi tentulah
para ahli Falak tersebut akan mengalami kesulitan.
Kalender Hijriah yang menganut prinsip Lunar calendar
yang terdiri 12 bulan. Bulan yang pertama adalah Muharam dan bulan terakhir
adalah Zulhijah. Hal ini didasarkan pada
firman Allah:
bÎ) no£Ïã Íqåk¶9$# yZÏã «!$# $oYøO$# u|³tã #\öky Îû É=»tFÅ2 «!$# tPöqt t,n=y{ ÏNºuq»yJ¡¡9$# ßöF{$#ur !$pk÷]ÏB îpyèt/ör& ×Pããm 4 Ï9ºs ßûïÏe$!$# ãNÍhs)ø9$# 4 ….. ÇÌÏÈ
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua
belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu dia menciptakan langit dan bumi, di
antaranya empat bulan haram[4]. Itulah (ketetapan)
agama yang lurus. QS at-Taubah/9 ayat 36.
Nama-nama dan panjang bulan Hijriah dalam
Hisab Urfi sebagai berikut:
No
|
Nama Bulan
|
Jumlah Hari
|
No
|
Nama Bulan
|
Jumlah Hari
|
1
|
Muharam
|
30 hari
|
7
|
Rajab
|
30 hari
|
2
|
Safar
|
29 hari
|
8
|
Syakban
|
29 hari
|
3
|
Rabiul Awal
|
30 hari
|
9
|
Ramadan
|
30 hari
|
4
|
Rabiul Akhir
|
29 hari
|
10
|
Syawal
|
29 hari
|
5
|
Jumadil Awal
|
30 hari
|
11
|
Zulkaidah
|
30 hari
|
6
|
Jumadil Akhir
|
29 hari
|
12
|
Zulhijah
|
29/30 hari
|
D. Penanggalan Hijriah yang
Berdasarkan Hisab Urfi Tidak Bisa Dijadikan Landasan untuk Ibadah
Dalam sistem penetapan kalender Urfi
didasarkan pada perhitungan rata-rata dari peredaran Bulan mengelilingi Bumi.
Perhitungan secara Urfi ini bersifat tetap, umur bulan itu tetap setiap
bulannya. Bulan yang ganjil/ gasal berumur tiga puluh hari sedangkan bulan yang
genap berumur dua puluh sembilan hari. Dengan demikian bulan Ramadan sebagai
bulan kesembilan (ganjil) selamanya akan berumur tiga puluh hari. Pada tahun
Kabisah, bulan Zulhijah yang merupakan bulan terakhir; bulan ke-12 ditambahkan
satu hari.
Dalam penetapan awal bulan yang
mengemuka di Indonesia, dalam hal ini penetapan awal Ramadan, Syawal, dan
Zulhijah kadang terdapat perbedaan antara penanggalan berdasarkan perhitungan
secara Urfi dengan hasil putusan pemerintah dalam sidang Isbatnya. Patokan
pemerintah dalam penetapan sidang Isbat adalah posisi hilal yang sebenarnya sebagai
pertanda masuknya awal bulan berdasarkan perhitungan visibilitas hilal; imkanur
rukyah yang dikuatkan dengan hasil rukyatul hilal.
Berdasarkan hisab Hakiki, ketentuan
masuknya awal bulan itu tergantung posisi hilal. Apabila menurut hasil
perhitungan hisab pada tanggal 29 bulan yang sedang berlangsung, ketinggian
hilal memungkinkan untuk dirukyah (imkanur rukyah)—dalam hal ini pemeritah
kita mengikuti kriteria yang disepakati MABIMS
(Mentri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura), yakni
ketinggian hilal minimal 2˚, elongasi minimal 3˚, dan umur hilal minimal 8 jam;
maka itu pertanda masuknya awal bulan berikutnya. Esok hari adalah tanggal satu
bulan yang baru. Namun apabila belum memenuhi kriteria tersebut, maka besok
harinya merupakan hari terakhir (tanggal 30)
dari bulan yang sedang berjalan.
Dengan demikian ketentuan tentang
umur suatu bulan sangat bergantung pada visibilitas hilal awal bulan tersebut.
Kenyataannya umur bulan itu tidak mesti berselang-seling antara 30 dan 29 hari
untuk bulan ganjil dan genap. Bisa saja umurnya justru sebaliknya 29 dan 30
hari. Bisa juga umur bulan itu berturut-turut 29 atau berturut-turut 30 hari.
Itulah logikanya yang kadang menjadikan perhitungan yang
berdasarkan hisab Urfi ini terkadang berbeda dengan kenyataan; yang didasarkan
pada perhitungan yang berdasarkan hisab Hakiki. Misalnya untuk perhitungan
tanggal 1 Syawal, berdasarkan hisab Urfi Ramadan itu selalu berumur 30 hari
(karena merupakan bulan ganjil—bulan ke-9). Pada hal bisa jadi kenyataannya
berdasarkan hisab Hakiki, umur Ramadan itu 29 hari. Sehingga mereka yang
merayakan Idul Fitri berdasarkan hisab Urfi terlambat satu hari dari ketetapan
pemerintah. Atau kejadiannya adalah
kebalikan peristiwa di atas, misalnya dalam penetapan tanggal 1 Ramadan. Berdasarkan
hisab Urfi Syakban itu selalu berumur 29 hari (karena merupakan bulan
genap—bulan ke-8). Bisa jadi kenyataannya dan berdasarkan hisab Hakiki umur
Syakban pada waktu itu 30 hari. Sehingga mereka yang perhitungannya berdasarkan
hisab Urfi melaksanakan ibadah puasa Ramadan sehari mendahului ketetapan pemerintah.
Patut dicatat hisab Urfi sudah digunakan di seluruh
dunia Islam termasuk di Indonesia dalam masa yang sangat panjang. Dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan terbukti bahwa sistem hisab ini kurang akurat
digunakan untuk keperluan penentuan waktu ibadah. Penyebabnya karena
perata-rataan peredaran Bulan tidaklah tepat sesuai dengan penampakan hilal
(newmoon) pada awal bulan (Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim, 2008: 137). Sehingga perhitungan secara Urfi ini
disepakati oleh para ulama tidak dapat dijadikan sebagai pedoman untuk
pelaksanaan ibadah (Anwar: 8).
BAB IV
Penutup
Penanggalan Hijriah; penanggalan
Islam adalah pedoman bagi seluruh masyarakat Islam dalam pelaksanaan kegiatan
ibadah mereka. Kalender yang berdasarkan hisab hakikilah yang dapat dijadikan
pedoman untuk hal tersebut. Karena kalender hisab hakiki didasarkan pada
peredaran riil bulan (qamar).
Adapun penanggalan yang didasarkan
pada hisab Urfi; penanggalan yang
berdasarkan pada perhitungan rata-rata dari peredaran Bulan mengelilingi Bumi.
Perhitungan secara Urfi ini bersifat tetap, umur bulan itu tetap setiap
bulannya. Bulan yang ganjil; gasal berumur tiga puluh hari sedangkan bulan yang
genap berumur dua puluh sembilan hari. Pada hal dalam kenyataannya tidaklah tepat
sesuai selalu seperti itu, dengan penampakan hilal
(newmoon) pada awal bulan. Sehingga perhitungan
secara Urfi ini disepakati oleh para ulama tidak dapat dijadikan sebagai
pedoman untuk pelaksanaan ibadah.
Daftar Pustaka
Ahmad SS, Noor, (Tanpa Judul),
Makalah pada Musyawarah Kriteria Imkanur Rukyah di Indonesia, Bogor: 24-26
Maret 1998.
____________, Hisab dan Kedudukannya dalam Ibadah Muaqat,
Makalah pada Lokakarya Imsakiyah Ramadhan 1422H/2001M se Jawa Tengah dan daerah
Istimewa Yogyakarta. Semarang: PPM IAIN Wali Songo, 2001.
Anwar, Syamsul, Almanak Berdasarkan Hisab Urfi
Kurang Sejalan Dengan Sunnah Nabi saw: Surat Terbuka Untuk Pak Darmis,
Almanak_Hijriah.pdf – Adobe Reader
Azhari, Susiknan, Ilmu Falak
Teori dan Praktek, Yogyakarta: Lazuari, Cet.ke-1, 2001.
____________, Hisab Hakiki
Model Muhammad Wardan: Penelusuran Awal dalam Depag RI, Hisab Rukyat dan
Perbedaannya, Jakarta: Depag RI, 2004.
____________, Hisab dan Rukyat
Wacana untuk Membangun Kebersamaan di tengah Perbedaan, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, Cet. Ke-1, 2007.
____________, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan
Sains Modern, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, Cet. Ke-2, 2007.
____________, Ensiklopedi Hidab Rukyat, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, Cet.ke-2, 2008.
____________ dan Ibnor Azli Ibrahim, Kalender
Jawa Islam: Memadukan Tradisi dan Tuntutan Syar'i dalam
Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 42 No. I, 2008.
07-susiknan.pdf –Adobe Reader
Depag RI, Almanak Hisab Rukyat,
Jakarta: Depag RI, 1981.
____________, Hisab Rukyat dan Perbedaannya, Jakarta:
Depag RI, 2004.
____________, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung:
Gema Risalah Press, 1992.
___________, Pedoman
Penghitungan Awal Bulan Qamariyah, Jakarta: Depag RI, 1994/1995.
Djambek, Sa’adoeddin, Hisab
Awal Bulan, Jakarta: Tinta Mas,
1976.
Fathurohman SW,
Oman, Kalender Muhammadiyah Konsep dan Implementasinya, Power point makalah disampaikan pada Musyawarah
Ahli Hisab Muhammadiyah, Yogyakarta,
29-30 Juli 2006.
___________, Saadoeddin
Djambek dan Hisab Awal Bulannya
dalam Depag RI, Hisab Rukyat dan Perbedaannya, Jakarta: Depag RI, 2004.
Izzuddin, Ahmad, Ilmu Falak
Praktis (Metode Hisab Rukyat Praktis dan Solusi Permasalahannya), Semarang:
Komala Grafika, 2006.
___________, Problematika
Hisab Rukyat di Indonesia, Makalah pada Orientasi Hisab Rukyat se-Jawa
Tengah, Semarang 28-30 November 2008.
___________, Melacak Pemikiran Hisab Rukyah Tradisional
(Studi atas Pemikiran Muhammad Mas Manshur al-Batawi), Puslit IAIN Wali
Songo, 2004.
Hambali, Slamet, Orasi Ilmiah
dalam Seminar Nasional tanggal 7 November 2009, Semarang: PPM IAIN Wali Songo,
2008.
Khazin, Muhyiddin, Ilmu Falak
dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: Buana Pustaka, Cet.ke-3, 2008.
Kontribusi Ulama Betawi Terhadap Ilmu Falak, hhtp://islamic-center.or.id.
Murtadho, Moh, Ilmu Falak
Praktis, Malang: UIN Malang Press, 2008, cet.ke1.
Rachim, Abdur, Ilmu Falak, Yogyakarta: Liberty, 1983,
Cet.ke-1.
Saksono, Toto, Mengkompromikan Rukyat & Hisab, Jakarta: Amythas Publicita bekerja sama dengan Center for Islamic Studies, 2007.
Setyanto, Hendro, Membaca
Langit, Jakarta: al-Ghuraba, 2008, Cet.ke-1.
Shadiq, Sriyatin, Makalah
Simulasi dan Metode Rukyatul Hilal, Pelatihan Hisab Rukyah Tingkat
Nasional, Ponpes Setinggil, Kriyan Kalinyamatan Jepara pada tanggal 26-29
Desember 2008M/ 28 Dulhijjah- 1 Muharram 1430H.
Taqwim Hijriyah,
hhtp://afdacairo.blogspot.com.
T. Djamaluddin, Rekonstruksi
Kejadian Zaman Nabi Berdasarkan Hisab Konsistensi
Historis-Astronomis Kalender Hijriyah, http: //t-djamaluddin.space.live.com
____________, Redefinisi Hilal menuju Titik Temu Kalender Hijriyyah, http://t-djamaluddin.space.live.com.
Wawancara dengan
KH Noor Ahmad SS, 28 Desember 2008.
[1] Selengkapnya baca Ali Hasan Musa. At-Tauqit
wa at-Taqawim, cet. II (Beirut: Dar al-Fikr, 1988), hlm. 186.
[2]
Kalender adalah sistem
pengorganisasian satuan-satuan waktu dengan tujuan untuk penandaan serta
perhitungan waktu dalam jangka panjang. Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hidab Rukyat,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008) Cet.ke-2,
hlm. 115. Oman Fathurohman SW mendefinikannya sebagai sejumlah sistem untuk menata
hari-hari secara teratur. Kalender merupakan koleksi kaidah atau peraturan yang
dijadikan dasar untuk menyusun kronologis waktu secara tepat. Dalam kehidupan
sehari-hari, kalender digunakan dalam pengertian penanggalan. Kalender dalam
arti penanggalan, di samping memuat pengelompokkan hari ke dalam minggu, bulan,
dan tahun, juga kadang memuat informasi lain seperti hari-hari libur, hari-hari
atau tanggal-tanggal bersejarah, jadwal waktu shalat, dan sebagainya. Oman
Fathurohman SW, makalah Kalender Muhammadiyah Konsep dan Implementasinya, disampaikan dalam Musyawarah Ahli Hisab
Muhammadiyah di Yogyakarta, 29-30 Juli 2006.
[3] Cara
menentukan suatu tahun itu termasuk tahun Kabisah atau basitah adalah dengan
membagi tahun tersebut dengan angka 30. Jika sisanya termasuk deretan
angka-angka pada syair di atas maka tahun tersebut termasuk tahun Kabisah, jika
tidak maka termasuk tahun Basitah. Sebagai contoh tahun 1430 H, 1430: 30= 47 daur
sisa 20. Bilangan 20 tidak termasuk tahun Kabisah, maka tahun 1430 H adalah
tahun Basitah. Contoh yang lain adalah tahun 1431 daur sisa 21. Bilangan 21
termasuk tahun Kabisah. Sa’aduddin Djambek agak berbeda dalam penentuan tahun
Kabisah ini, ia memasukkan tahun ke 16 sebagai tahun Kabisah dan tidak tahun
yang ke 15.
[4] maksudnya antara lain ialah: bulan Haram (bulan Zulkaidah, Zulhijah,
Muharam, dan Rajab), tanah Haram (Mekah) dan ihram.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar