BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran adalah suatu aktivitas atau suatu
proses mebgajar dan belajar. Aktivitas ini merupakan proses komunikasi dua
arah, antara pihak guru dan peserta didik. Undang undang no 20 tahun 2003
tentang system pendidikan nasional menyatakan: “Pembelajaran adalah proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar”.
Memperhatikan makna pembelajaran tersebut dapatlah
dipahami bahwa pembelajaran adalam membelajarkan peserta didik dengan
menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar yang merupakan penentu utama
keberhasilan pendidikan. Pembelajaran dapat disebut berhasil bila dapat
mengubah peserta didik dalam arti luas serta dapat menumbuhkembangkan kesadaran
peserta didik untuk belajar sehingga pengalaman yang diperoleh peserta didik
selama ia terlibat dalam proses pembelajaran itu dapat dirasakan manfaatnya
secara langsung. Hal itu dapat dicapai manakala kesiapan guru untuk dapat
mengerti, memahami, dan menghayati berbagai hal yang berhubungan dengan proses
pembelajaran, termasuk di dalamnya prinsip-prinsip pembelajaran.[1]
Makalah ini akan membahas tentang prinsip-prinsip
pembelajaran yang sangat diperlukan oleh para guru dan peserta didk dalam
rangka kelangsungan pembelajaran yang efektif dan efesien.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan prinsip
pembelajaran?
2. Apa saja yang termasuk ke dalam prinsip
pembelajaran?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian prinsip
pembelajaran
2. Untuk mengetahui yang termasuk ke dalam
prinsip pembelajaran
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Prinsip Pembelajaran
Kata prinsip berasal
dari bahasa Latin yang berarti “asas (kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir,
bertindak, dan sebagainya) dasar”.[2]
Prinsip merupakan sebuah kebenaran atau kepercayaan yang diterima sebagai dasar
dalam berfikir atau bertindak. Jadi prinsip dapat diartikan sebagai sesuatu
yang menjadi dasar pokok berpikir, berpijak atau bertindak.
Kata pembelajaran
adalah suatu aktivitas atau proses mengajar dan belajar. Pembelajaran merupakan
proses komunikasi dua arah, mengajar yang dilakukan oleh pihak guru dan belajar
dilakukan oleh peserta didik.
Jadi prinsip-prinsip
pembelajaran adalah landasan berpikir, landasan berpijak dengan harapan tujuan
pembelajaran tercapai dan tumbuhnya proses pembelajaran yang dinamis dan
terarah.
B. Prinsip-prinsip Pembelajaran
1. Perhatian dan motivasi
Perhatian dalam pembelajaran mempunyai peranan yang
sangat penting. Kenyataan menunjukkan bahwa tanpa perhatian tidak mungkin
terjadi pembelajaran baik dari pihak guru sebagai pengajar maupun dari pihak
peserta didik yang belajar. Perhatian peserta didik akan timbul apabila bahan
pelajaran yang dihadapinya sesuai dengan kebutuhannya, apabila bahan pelajaran
itu sebagai sesuatu yang dibutuhkan tentu perhatian untuk mempelajarinya
semakin kuat.[3]
Secara psikologis, apabila sudah berkonsentrasi
(memusatkan perhatian) pada sesuatu maka segala stimulus yang lainnya tidak diperlukan.
Akibat dari keadaan ini kegiatan yang dilakukan tentu akan sangat cermat dan
berjalan baik. Bahkan akan lebih mudah masuk ke dalam ingatan, tanggapan yang
terang, kokoh dan lebih mudah untuk diproduksikan.
Motivasi juga mempunyai peran penting dalam kegiatan
pembelajaran. Seseorang akan berhasil dalam belajar kalau keinginan untuk
belajar itu timbul dari dirinya. Motivasi dalam hal ini meliputi dua hal: a)
mengetahui apa yang akan dipelajari, b) memahami mengapa hal tersebut patut
dipelajari. Kedua hal ini sebagai unsur motivasi yang menjadi dasar permulaan
yang baik untuk belajar. Sebab tanpa kedua unsur tersebut kegiatan pembelajaran
sulit untuk berhasil.
Seseorang yang mempunyai motivasi yang cukup besar
sudah dapat berbuat tanpa motivasi dari luar dirinya. Itulah yang disebut
motivasi intrinsic, atau tenaga pendorong yang sesuai dengan perbuatan yang
dilakukan. Sebaliknya, bila motivasi intrinsiknya kecil, maka dia perlu
motivasi dari luar yang disebut ekstrinsik, atau tenaga pendorong yang ada di
luar. Motivasi ekstrinsik ini berasal dari guru, orang tua, teman, buku-buku
dan sebagainya. Kedua motivasi ini
dibutuhkan untuk keberhasilan proses pembelajaran, namun yang memegang peranan
penting adalah peserta didik itu sendiri yang dapat memotivasi dirinya yang
didukung oleh kepawaian seorang guru dalam merancang pembelajaran yang dapat
merangsang minat sehingga motivasi peserta didik dapat dibangkitkan.[4]
Motivasi dapat merupakan tujuan dan alat
pembelajaran. Sebagai tujuan, motivasi merupakan salah satu tujuan dalam
mengajar, sebagai alat, motivasi merupakan salah satu faktor seperti halnya
intelegensia dan hasil belajar sebelumnya yang dapat menentukan keberhasilan
belajar peserta didik dari segi kognitif, afektif dan psikomotor. Motivasi
adalah unsur utama dalam pembelajaran dan pembelajaran tidak dapat berlangsung
tanpa adanya perhatian anak, apabila anak memperhatikannya secara spontan tanpa
memerlukan usaha (perhatian tidak sekehendak, perhatian tidak disengaja). Bila
terjadi perhatianspontan yang bukan disebabkan usaha dari guru yang membuat
pelajaran begitu menarik, maka perhatian ini tidak memerlukan motovasi,
walaupun dikatakan bahwa motivasi dan perhatian harus sejalan. Berbeda halnya
kalau perhatian yang disengaja atau
sekehendak, hal ini diperlukan motivasi.
2. Keaktifan
Mengajar adalah proses membimbing pengalaman
belajar. Pengalaman tersebut diperoleh apabila peserta didik mempunyai
keaktifan untuk bereaksi terhadap lingkungannya. Apabila seorang anak ingin
memecahkan suatu persoalan dia harus dapat berpikir sistematis atau menurut
langkah-langkah tertentu, termasuk dia menginginkan suatu keterampilan tentunya
harus pula dapat menggerakan otot-ototnya untuk mencapainya.
Termasuk dalam pembelajaran, peserta didik harus
selalu aktif. Mulai dari kegiatan fisik yang mudah diamati sampai pada kegiatan
psikis yang susah diamati. Dengan demikian belajar yang berhasil harus melalui
banyak aktifitas baik fisik maupun psikis. Bukan hanya sekedar menghafal
sejumlah rumus-rumus atau informasi taetapi belajar harus berbuat, seperti
membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan, dan
sebagainya.
Prinsip aktifitas di atas menurut pandangan
psikologis bahwa segala pengetahuan harus diperoleh melalui pengamatan dan
pengalaman sendiri. Jiwa memiliki energy sendiri dan dapat menjadi aktif karena
didorong oleh kebutuhan-kebutuhan. Sadi, dalam pembelajaran yang mengolah dan
merencana adalah peserta didik dengan kemauan, kemampuan, bakat dan latar
belakang masing-masing, guru hanya merangsang keaktifan peserta didik dengan
menyajikan bahan pelajaran.[5]
3. Keterlibatan langsung
Prinsip keterlibatan langsung merupakan hal yang
penting dalam pembelajaran. Pembelajaran sebagai aktifitas mengajar dan
belajar, maka guru harus terlibat langsung begitu juga peserta didik. Prinsip
keterlibatan langsung ini mencakup keterlibatan langsung secara fisik maupun
non fisik. Prinsip ini diarahkan agar peserta didik merasa dirinya penting dan
berharga dalam kelas sehingga dia bisa menikmati jalannya pembelajaran.
Edge Dale dalam Dimyati mengatakan bahwa: “belajar
yang baik adalah belajar melalui pengalaman langsung”. Pembelajaran dengan
pengalaman ini bukan sekedar duduk dalam kelas ketika guru sedang menjalankan
pelajaran, tetapi bagaimana peserta didik terlibat langsung dalam proses
pembelajaran tersebut. Kegiatan pembelajaran yang ditetapkan guru berarti
pengalaman belajar bagi peserta didik.
4. Pengulangan
Prinsip pembelajaran yang menekankan pentingnya
pengulangan yang barangkali paling tua seperti yang dikemukakan oleh teori
psikologi daya. Menurut teori ini bahwa belajar adalah melihat daya-daya yang
ada pada manusia yang terdiri dari daya mengamat, menangkap, mengingat,
menghayal, merasakan, berpikir dan sebagainya. Daya-daya tersebut akan
berkembang.
Teori lain yang menekankan prinsip pengulangan
adalah teori koneksionisme. Tokohnya yang terkenal adalah Thorndike dengan
teorinya yang terkenal pula yaitu “law of exercise” bahwa belajar ialah
pembentukan hubungan antara stimulus dan respon, dan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman
itu memperbesar timbulnya respon benar. Selanjutnya teori dari phychology
conditioning respons sebagai perkembangan lebih lanjut dari teori
konseksionisme yang dimotori oleh Pavlov yang mengemukakan bahwa perilaku
individu dapat dikondisikan dan belajar merupakan upaya untuk mengkondisikan
suatu perilaku atau respons terhadap sesuatu. Begitu pula mengajar membentuk
kebiasaan, mengulang-ulang sesuatu perbuatan sehingga menjadi suatu kebiasaan
dan pembiasaan yang sesungguhnya, tetapi dapat juga oleh stimulus penyerta.
Ketiga teori di atas menekankan pentingnya prinsip
pengulangan dalam pembelajaran walaupun dengan tujuan yang berbeda. Teori yang
pertama menekankan pengulangan untuk melatih daya-daya jiwa, sedangkan teori
yang kedua dan ketiga menekankan pengulangan untuk membentuk respons yang benar
dan membentuk kebiasaan.
Meskipun ketiga teori ini tidak dapat dipakai untuk
menerangkan semua bentuk belajar, tetapi masih dapat digunakan karena
pengulangan masih relevan sebagai dasar
pembelajaran. Sebab, dalam pembelajaran masih sangat dibutuhkan
pengulangan-pengulangan atau latihan-latihan. Hubungan stimulus dan respons
akan bertambah erat kalau sering dipakai dan akan berkurang bahkan hilang sama
sekali jika jarang atau tidak pernah digunakan. Oleh karena itu, perlu banyak
latuhan, pengulangan, dan pembiasaan.[6]
5. Proses individual
Proses pembelajaran yang berlangsung di
sekolah-sekolah pada saat ini masih cenderung berlangsung secara klasikal yang
artinya seorang guru menghadapi 30-40 orang peserta didik dalam satu kelas.
Guru masih juga menggunakan metode yang sama kepada seluruh peserta didik dalam
kelas itu. Bahkan mereka memperlakukan peserta didik secara merata tanpa
memperhatikan latar belakang social budaya, kemampuan, atau segala perbedaan
individual peserta didik. Padahal setiap peserta didik memiliki ciri-ciri dan
pembawaan yang berbeda. Ada peserta didik yang memiliki bentuk badan tinggi
kurus, gemuk pendek, ada yang cekatan, lincah, periang, ada pula yang lamban,
pemurung, mudah tersinggung dan beberapa sifat-sifat individual yang berbeda.
Untuk dapat memberikan bantuan agar peserta didik
dapat mengikuti pembelajaran yang disajikan oleh guru, maka guru harus
benar-benar dapat memahami ciri-ciri para peserta didik tersebut. Begitu pula
guru harus mampu mengatur kegiatan pembelajaran, mulai dari perencanaan, proses
pelaksanaan sampai pada tahap terakhir yaitu penilaian atau evaluasi, sehingga
peserta didik secara total dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik
tanpa perbedaan yang berarti walaupun dari latar belakang dan kemampuan yang
berbeda-beda.
S. Nasution dalam Ahmad Rohani menyarankan empat
cara untuk menyesuaikan pelajaran dengan kesanggupan individual:
a)
Pengajaran
individual, peserta didik menerima tugas yang diselesaikan menurut kecepatan
masing-masing
b)
Tugas
tambahan, peserta didik yang pandai mendapat tugas tambahan, di luar tugas umum
bagi seluruh kelas sehingga hubungan kelas selalu terpelihara.
c)
Pengajaran
proyek, peserta didik mengerjakan sesuatu yang sesuai dengan minat serta
kesanggupannya.
d) Pengelompokan menurut kesanggupan, kelas
dibagi dalam beberapa kelompok yang terdiri atas peserta didik yang mempunyai
kesanggupan yang sama.
Perbedaan individual harus menjadi perhatian bagi
para guru dalam mempersiapkan pembelajaran dalam kelasnya. Karena perbedaan
individual merupakan suatu prinsip dalam pembelajaran yang tidak boleh dikesampingkan
demi keberhasilan dalam proses pembelajaran.[7]
6. Tantangan
Kuantzu dalam Azhar Arsyad mengatakan”if you give
a man fish, he will have a single meal. If you teach him how to fish he will
eat all his life”. Pernyataan Kuantzu ini senada dengan prinsip pembelajaran
yang berupa tantangan, karena peserta didik tidak merasa tertantang bila hanya
sekedar disuapi sehingga dirinya tinggal menelan apa yang diberikan oleh guru.
Sebab, tanpa tantangan peserta didik merasa masa bodoh dan kurang kreatif
sehingga tidak berkesan materi yang diterimanya.
Agar pada diri peserta didik timbul motiv yang kuat
untuk mengatasi hambatan dengan baik, maka materi pembelajaran juga harus
menantang sehingga peserta didik bergairah untuk mengatasinya.
Hal ini sejalan dengan prinsip pembelajaran dengan
salah satu prinsip konsep contextual teaching and learning yaitu inkuiri. Di
mana dijelaskan bahwa inkuiri merupakan proses pembelajaran yang berdasarkan
pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Jadi, peserta
didik akan bersungguh-sungguh dalam menemukan masalahnya terlebih dahulu
kemudian menemukan sendiri jalan keluarganya.[8]
7. Balikan dan penguatan
Prinsip pembelajaran yang berkaitan
dengan balikan dan penguatan, ditekankan oleh teori operant conditioning, yaitu
law of effect. Bahwa peserta didi akan belajar bersemangat apabila mengaetahui
dan mendapatkan hasil yang baik. Hasil yang baik merupakan balikan yang
menyenangkan dan berpengaruh baik bagi hasil usaha belajar selanjutnya.
Namun dorongan belajar tidak saja oleh penguatan yang menyenangkan atau
penguatan positif, penguatan negatif pun dapat berpengaruh pada hasil belajar
selanjutnya.
Apabila peserta didik memperoleh nilai yang baik
dalam ulangan tentu dia akan belajar bersungguh-sungguh untuk memperoleh nilai
yang lebih baik untuk selanjutnya. Karena nilai yang baik itu merupakan
penguatan yang positif sebaliknya, bila peserta didik memperoleh nilai yang
kurang baik tentu dia merasa takut tidak naik kelas, dia terdorong pula untuk
lebih giat. Inilah yang disebut penguatan negatif yang berarti bahwa peserta
didik mencoba menghindar dari peristiwa yang tidak menyenangkan.
Format sajian berupa Tanya jawab, eksperimen,
diskusi, metode penemuan sebagainya merupakan cara pembelajaran yang
memungkinkan terjadinya balikan dan penguatan. Balikan yang diperoleh peserta
didik setelah belajar dengan menggunakan metode-metode akan menarik yang
membuat peserta didik terdorong untuk belajar lebih bersemangat.[9]
C. Prinsip Pembelajaran Kompetensi
Mengajar atau membelajarkan
siswa bukan pekerjaan sampingan tetapi membutuhkan keahlian, kesungguhan,
pengetahuan, keterampilan dan seni. Membelajar siswa bersifat unik sebab siswa
itu individu manusia yang memiliki karakteristik yang kompleks. Setiap siswa
memiliki potensi dan kecakapan berpikir dan keterampilan yang berbeda, semua
itu membentuk kepribadian yang kahs dan unik, berbeda antara yang satu dengan
lainnya. Seorang guru dihadapkan kepada situasi keragaman karakteristik siswa.
Secara psikologis tidak ada individu yang sama, yang ada adalah aneka ragam
individu. Oleh karena itu, mengajar merupakan ilmu dan seni sebab ilmu mengajar
saja itu, tidak cukup diperlukan juga seni mengajar. Seni mengajar merupakan
kreativitas guru menemukan pendekatan atau model mengajar yang memungkinkan
setiap siswa mengembangkan potensi, kecakapam dan karakteristiknya secara
optimal.
Prinsip pembelajaran
merupakan hal-hal yang mendasari dan menjadi sebab-sebab terjadinya belajar.
Dengan perkataan lain apabila suatu prinsip tidak nampak dalam kegiatan
pembelajaran, maka proses belajar itu tidak akan terjadi secara efektif dan
berhasil sesuai dengan harapan. Efektivitas belajar berkaitan dengan suasa
belajar yang menyenangkan seperti ciptakan kondisi terbaik untuk belajar,
bentuk presentasi yang melibatkan seluruh indra, berfikir kreatif dan kritis
untuk membantu proses internalisasi dan beri rangsangan dalam mengakses materi
pelajaran (gordon and vos, 2000). Ada beberapa prisnsip penting dalam
pembelajaran kompetensi, antara lain:
1.
Proses
pembelajaran kompetensi membentuk kreasi lingkungan yang dapat membentuk atau
mengubah struktur kognitif siswa. Tujuan pengaturan lingkungan dimaksudkan
untuk menyediakan pengalaman belajar yang memberi latihan-latihan penggunaan
fakta-fakta. . Struktur kognitif akan tumbuh dan berkembang manakala siswa
memilki pengalaman belajar. Oleh karena itu dalam pembelajaran kompetensi
menuntut aktivitas siswa secara penu untuk mencari dan menemukan sendiri.
2.
Berhubungan
dengan tipe-tipe pengetahuan yang harus dipelajar, ada tipe pengetahuan fisis,
sosial dan logika (Bruce weil, 1980). Pengetahuan fisis adalah pengetahuan akan sifat-sifat fisis
dari suatu objek atau kejadian seperti bentuk, besar, kecil, serta begaimana
objek itu berinteraksi satu dengan yang lainnya. Pengetahuan fisis diperoleh
melalui pengalaman indera secara langsung. Misalkan anak memegang logam yang
bersifat keras dan memegang kain sutra yang bersifat halus. Pengetahuan sosial
berhubungan dengan perilaku individu dalam mempengaruhi interaksi sosial,
contohnya pengetahuan tentang aturan, hukum, moral, nilai, bahasa dan lain
sebagainya .
3.
Pembelajaran
dalam konteks kompetensi harus melibatkan peran lingkungan sosial. Anak akan
lebih baik mempelajari pengetahuan logika dan sosial dari temannya sendiri. Melalui
pergaulan dan hubungan sosial anak akan belajar lebih baik dibandingkan dengan
belajar yang menjauhkan dari hubungan sosial. Oleh karena itu, melalui hubungan
sosial itulah anak berinteraksi dan berkomunikasi, berbagi pengalaman
memungkinkan mereka terus berkembang secara wajar.
4.
Pembelajaran
melalui KBK diarahkan agar siswa mampu mengatasi setiap tantangan dan rintangan
dalam kehidupan yang cepat berubah, melalui sejumlah kompetensi akademik,
kompetensi okupasional, kompetensi kultural, dan kompetensi temporal. Itu
sebabnya makna pembelajaran KBK bukan
hanya mendorong anak agar mampu menguasai sejumlah materi pelajaran, akan
tetapi bagaimana agar anak itu memiliki sejumlah kompetensi untuk mampu
menghadapi rintangan yang muncul sesuai dengan perubahan pola kehidupan
masyarakat (Sanjaya, 2005).
Adapun beberapa prinsip
pembelajaran yang dikembangkan dalam mengembangkan Kurikulum Berbasis
Kompetensi dalam rangka menunjangn hasil belajar yang efektif dan efesien,
menurut Puskur (Balibang Depdiknas, 2002) rambu-rambunya sebagai berikut.
1. Kesempatan
untuk belajar, kegiatan pembelajaran perlu menjamin pengalaman siswa untuk secara langsung
mengamati dan mengalami proses,
produk, keterampilan dan nilai yang diharapkan.
2. Pengetahuan
awal siswa, kegiatan pembelajaran perlu mengaitkan pengalaman belajar yang dikaitkan dengan
pengetahuan awal siswa serta
disesuaikan dengan keterampilan dan nilai yang dimiliki siswa sambil memperluas dan menunjukkan
keterbukaan cara pandang dan cara
tindak sehari-hari.
3. Refleksi,
kegiatan mengajar perlu menyediakan pengalaman belajar yang bermakna yang mampu mendorong tindakan
dsn renungan (refleksi)
pada setiap siswa.
4. Memotivasi,
kegiatan pembelajaran harus mampu menyediakan pengalaman
belajar yang memberi motivasi dan kejelasan tujuan.
5. Keragaman
individu, kegiatan pembelajaran perlu menyediakan pengalaman pembelajaran yang mampu
membedakan kemampuan individu
yang satu dengan yang lain sehingga variasi metode mengajar mutlak diperlukan.
Kemandirian dan kerjasama, kegiatan pembelajaran
perlu menyediakan pengalaman belajar yang mendorong siswa untuk belajar mandiri maupun melakukan kerjasama.
1. Suasana
yang mendukung, sekolah dan kelas perlu diatur lebih aman dan lebih kondusif untuk
menciptakan situasi agar siswa belajar secara efektif.
2. Belajar
untuk kebersamaan, kegiatan pembelajaran menyediakan pengalaman belajar yang mendorong siswa
untuk memiliki simpati, empati,
dan roleransi bagi orang lain.
3. Siswa
sebagai pembangun gagasan, kegiatan pembelajaran menyediakan pengalaman belajar
yang mengakomodasikan pandangan bahwa
pembangunan gagasan adalah siswa, sedangkan guru hanya sebagai menyediakan kondisi supaya
peristiwa belajar tetap berlangsung.
4. Rasa
ingin tahu, kreativitas dan ketuhanan, kegiatan pembelajaran menyediakan pengalaman
belajar yang menumpuk rasa ingin tahu, mendorong
kreativitas, dan selalu mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.
5. Menyenagkan,
kegiatan pembelajaran perlu menyediakan pengalaman belajar yang menyenangkan siswa, seperti
pembelajaran kuantum.
6. Interaksi
dan komunikasi, kegiatan pembelajaran perlu menyediakan pengalaman belajar yang meyakinkan siswa
terlibat secara aktif baik mental,
fisik maupun sosial.
7. Belajar
cara belajar, kegaiatan pembelajaran kompetensi memerlukan pengalaman belajar yang
memuat keterampilan belajar, sehingga siswa menjadi
terampil belajar bagaimana cara belajar.
Pembelajaran kompetensi dapat terlaksana secara
optimal, dalam arti mencapai sasaran kompetensi standar dalam implementasi dan
pengembangan jika memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran kompetensi menurut
Sukmadinata (2004) harus memperhatikan beberapa prinsip sebagai berikut:
1.
Agar
setiap siswa dapat menguasai kompetensi standar perlu disediakan waktu yang cukup dengan program
pembelajaran yang
berkualitas.
2.
Setiap
siswa memiliki kemampuan untuk menguasai kompetensi
yang dituntut, tanpa memperhatikan latar belakang pengalaman pendidikan dan pengalaman mereka. Dengan penyelenggaraan program pembelajaran
yang baik dan waktu yang cukup maka setiap siswa dapat
mencapai hasil yang ditargetkan.
3.
Perbedaan
individual dalam penguasaan kompetensi diantara siswa, bukan saja disebabkan karena
faktor-faktor diri siswa tetapi
karena ada kelemahan dalam lingkungan pembelajaran.
4.
setiap
siswa mendapatkan peluang yang sama untuk memiliki kemampuan yang diharapakan, asal disesuaikan
dengan kecepatan
belajar masing-masing. Setiap siswa dapat menguasai
kompetensi yang diharapkan asalkan rancangan dan pelaksanaan
program pembelajaran sedekat mungkin diarahkan pada
pencapai sasaran pembelajaran.
5.
Apa
yang paling berharga dalam pembelajaran adalah berharga dalam belajar. Pembelajaran dirancang dan
dilaksanakan agar para
siswa terjadi belajar secara optimal. Jika ada siswa yang gagal dalam belajar disebabkan
kesalahan rencana dan pelaksana
pendidikan, perlu dicari penyebab dan terus disempurnakan.[10]
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
a. Pengertian prinsip
Kata
prinsip berasal dari bahasa Latin yang berarti “asas (kebenaran yang menjadi
pokok dasar berpikir, bertindak, dan sebagainya) dasar”.[11]
Prinsip merupakan sebuah kebenaran atau kepercayaan yang diterima sebagai dasar
dalam berfikir atau bertindak. Jadi prinsip dapat diartikan sebagai sesuatu
yang menjadi dasar pokok berpikir, berpijak atau bertindak.
b. Prinsip-prinsip dalam pembelajaran
1.
Perhatian
dan motivasi
2.
Keaktifan
3.
Keterlibatan
langsung
4.
Pengulangan
5.
Proses
individual
6.
Tantangan
7.
Balikan
dan penguatan
DAFTAR
PUSTAKA
·
Sagala
Syaiful. Konsep dan Mkana Pembelajaran. Alfabeta. 2009. Bandung
·
Kamus
Besar Bahasa Indonesia.
·
Mudjiono
dan Dimyati. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. 2009. Jakarta.
·
Rohani
Ahmad. Pengelolaan Pengajaran. Rineka Cipta. 2004. Jakarta.
·
Prof,
Udin Syaefudin Sa’ud, Ph.D. Inovasi Pendidikan Alfabeta. 2012. Bandung.
[1] Syaiful Sagala, konsep dan makna pembelajaran. Hal 63
[2] Kamus besar bahasa indonesia
[3] Dimyati dan Mudjiono, belajar dan pembelajaran. Hal 42
[4] Ahmad Rohani, pengelolaan pengajaran. Hal 20
[5] Ibid, hal 21
[6] Belajar dan pembelajaran. Hal 43
[7] Pengelolaan pengajaran. Hal 17
[8] Belajar dan pembelajaran. Hal 48
[10] Prof. Udin Syaefudin Sa’ud,
Ph.D. Inovasi pendidikan, hal 146-150
[11] Kamus besar bahasa indonesia
CUKUP INNSPIRATIF
BalasHapuswah,manttaapppp
BalasHapusBagus juga untuk referensi tugas.mksih.
BalasHapusBagus juga untuk referensi tugas.mksih.
BalasHapus