BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Sebagai pengajar atau pendidik, guru merupakan salah satu faktor
penentu keberhasilan setiap upaya pendidikan. Itulah sebabnya setiap adanya
inovasi pendidikan, khususnya dalam kurikulum dan peningkatan sumber daya
manusia yang dihasilkan dari upaya pendidikan selalu bermuara pada faktor guru.
Hal ini menunjukkan bahwa betapa eksisnya peran guru dalam dunia pendidikan.
Demikian pun dalam upaya membelajarkan siswa guru dituntut memiliki
multi peran sehingga mampu menciptakan kondisi
belajar mengajar yang efektif,
Agar dapat mengajar efektif, guru harus meningkatkan kesempatan
belajar bagi siswa dan meningkatkan mutu mengajarnya. Kesempatan belajar siswa
dapat ditingkatkan dengan cara melibatkan siswa secara aktif dalam belajar.
Mulai dan akhirilah mengajar tepat pada waktunya. Hal ini berarti kesempatan
belajar makin banyak dan optimal serta guru menunjukkan keseriusan saat
mengajar sehingga dapat membangkitkan minat/ motivasi siswa untuk belajar.
Makin banyak siswa terlibat aktif dalam belajar, makin tinggi kemungkinan
prestasi belajar yang dicapainya.
Sedangkan dalam meningkatkan kualitas dalam mengajar hendaknya guru
mampu merencanakan program pengajaran dan sekaligus mampu pula melakukannya
dalam bentuk interaksi belajar mengajar.
Bagi guru sendiri keberhasilan tersebut akan menimbulkan kepuasan,
rasa percaya diri, serta semangat mengajar yang tinggi. Hal ini berarti telah
menunjukkan sebagian sikap guru profesional yang dibutuhkan era globalisasi
dengan berbagai kemajuannya, ilmu dan teknologi yang berpengaruh terhadap
pendidikan.
Guru profesional hendaknya mampu mengantisipasi hal-hal tersebut,
sehingga apa yang disampaikan kepada siswa selalu berkenan di hati anal dan up
to date. Untuk memenuhi harapan tersebut, terutama yang berkenaan dengan
upaya meningkatkan kualitas guru profesional.
B.
Rumusan Masalah
a.
Apa
pengertian kompetensi guru?
b.
Apa
visi seorang guru profesional?
c.
Kompetensi
apa saja yang harus dimiliki oleh guru yang profesional?
C.
Tujuan Penulisan
a.
Untuk
mengetahui apa pengertian kompetensi guru
b.
Untuk
mengetahui apa visi seorang guru yang profesional
c.
Untuk
mengetahui kompetensi apa saja yang harus dimiliki seorang guru profesional
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian kompetensi guru
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, kompetensi berarti
(kewenangan) kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal. Pengertian
dasar kompetensi (competency) yakni kemampuan atau kecakapan.
Istilah kompetensi sebenarnya memiliki banyak makna sebagaimana
yang dikemukakan berikut:
Descriptive of qualitative natur or teacher behavior appears yo be
entirely meaningful (Broke and
Stone, 1975). Kompetensi merupakan gambaran hakikat kualitatif dari perilaku
guru yang tampak sangat berarti. Competency as a rational ferformance Rich
satisfatory meets the objektive for a desired condition (Charles E.
Johnson, 1974).
Kompetensi merupakan perilaku rasional yang untuk mencapai tujuan
yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. The state of legally
competent or qualified (Mc. Leod, 1989). Keadaan berwewenang atau memenuhi
syarat menuntut ketentuan hukum.
Adapun kompetensi guru (teacher competency) The ability of a
teacher to responsibility performa has or her duties appropriately.
Kompetensi guru merupakan kemampuan seseorang guru dalam melaksanakan
kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak.
Dengan gambaran pengertian tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa
kompetensi merupakan kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya.
Selanjutnya beralih pada istilah “profesional” yang berarti a vocation an
wich profesional knowledge of some
department a learning science is used in its applications to the of other or in
the pracitice of an art found it.
Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa suatu pekerjaan
yang bersifat profesional memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja
harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Atas dasar
pengertian ini, ternyata pekerjaan profesional berbeda dengan pekerjaan lainnya
karena suatu profesi memerlukan kemampuan dan keahlian khusus dalam
melaksanakan profesinya.[1]
B.
VISI GURU
Guru harus memiliki visi yang tepat dan berbagai aksi inovatif.
Visi tanpa aksi adalah bagaikan sebuah impian, aksi tanpa visi bagaikan
perjalanan tanpa tujuan dan membuang-buang waktu saja. Visi dan aksi dapat
mengubah dunia. Guru dengan visi yang tepat memiliki pandangan yang tepat
tentang pembelajaran, yaitu:
1.
Pembelajaran
merupakan jantung dalam proses pendidikan sehingga kualitas pendidikan terletak
pada kualitas pembelajaran dan sama
sekali bukan pada aksesoris sekolah.
2.
Pembelajaran
tidak akan menjadi lebih baik dengan sendirinya, melainkan melalui proses
inovasi tertentu sehingga guru dituntut melakukan berbagai pembaharuan dalam
hal pendekatan, metode, teknik, strategi, langkah-langkah, media pembelajaran
mengubah “status quo” agar pembelajaran menjadi lebih berkualitas.
3.
Harus
dilaksanakan atas dasar pengabdian, sebagaimana pandangan bahwa pendidikan
merupakan sebuah pengabdian, bukan sebagai sebuah proyek. Guru dengan aksi
inovatif dan mandiri memiliki pandangan sebuah harapan tidak akan berarti
apa-apa bilamana tidak diiringi dengan berbagai program kerja pembaharuan
menuju pembelajaran yang berkualitas (Bafadal I, 2003).
Keberadaan visi sebagai guru sangat penting dalam menapaki
pekerjaan yang lebih baik. Ketercapaian predikat guru yang profesional tidak
serta merta diperoleh begitu saja. Paling tidak guru harus memiliki perspektif
atau cara pandang tentang tugas dan tanggung jawabnya sebagai guru yang lebih
komprehensif. Hal ini berarti visi guru harus mengikuti irama perkembangan dan
perubahan yang terjadi. Secara sederhana ada tiga visi yang harus dimiliki
guru.
1.
Visi
jangka panjang yang selalu berorientasi pada tujuan akhir dalam setiap langkah
yang diperbuat. Melakukan sesuatu secara optimal dan sungguh-sungguh memiliki
kendali diri dan sosial karena telah memiliki kesadaran akan adanya tujuan
akhir dari kehidupan ini. Memiliki kepastian akan masa depan dan ketenangan batiniah
yang tinggi yang tercapai oleh keyakinan akan adanya tujuan hidup.
2.
Visi
jangka menengah, yang selalu berorientasi pada keberhasilan atas segala yang di
perbuat, keinginan untuk mencapai prestasi yang terbaik selalu menjadi
cita-cita dan tujuan guru.
3.
Visi
jangka pendek, yang selalu berorientasi pada setiap waktu untuk melakukan
kegiatan yang terbaik demi menunjukkan peserta didik dan meraih keberhasilan
dan prestasi yang dicita-citakan.[2]
C.
KOMPETENSI GURU
1.
Kompetensi Pedagogik
Sebelum UU
14/2005 diterbitkan, ada sepuluh kompetensi dasar yang telah dikembangkan
melalui kurikulum Lembaga Kependidikan (LPTK). Kesepuluh kompetensi dasar guru
itu :
1)
Kemampuan
menguasai bahan pelajaran yang disajikan;
2)
Kemampuan
mengelola program belajar mengajar;
3)
Kemampuan
mengelola kelas;
4)
Kemampuan
menggunakan media/sumber belajar;
5)
Kemampuan
menguasai landasan-landasan pendidikan;
6)
Kemampuan
mengelola interaksi belajar mengajar;
7)
Kemampuan
menilai prestasi peserta didik untuk kependidikan pengajaran;
8)
Kemampuan
mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan;
9)
Kemampuan
mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah; dan
10)
Kemampuan
memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna
keperluan pengajaran. Namun dalam perjalanannya tidak ada satu institusi pun
yang melakukan evaluasi, apakah kesepuluh kompetensi guru ini betul-betul
dipenuhi oleh guru atau tidak. Kesepuluh kompetensi ini hanya ada sebagai
dokumen saja.
Pengembangan
dan peningkatan kualitas kompetensi guru selama ini diserahkan pada guru itu
sendiri. Jika guru itu mau mengembangkan dirinya sendiri, maka guru itu akan
berkualitas, karena ia senantiasa mencari peluang untuk meningkatkan
kualitasnya sendiri. Idealnya pemerintah, asosiasi pendidikan dan guru, serta
satuan pendidikan memfasilitasi guru untuk mengembangkan kemampuan bersifat
kognitif berupa pengertian dan pengetahuan, afektif berupa sikap dan nilai,
maupun berformasi berupa perbuatan-perbuatan yang mencerminkan pemahaman
keterampilan dan sikap. Dukungan yang demikian itu penting, karena dengan cara
itu akan meningkatkan kemampuan pedagogik bagi guru.
MenurutSlamet PH
(2006) yang mengatakan kompetensi pedagogik terdiri dari Sub-Kompetensi :
a.
Berkontribusi
dalam pengembangan KTSP yang terkait dengan matapelajaran yang diajarkan;
b.
Mengembangkan silabus matapelajaran berdasarkan standar
lompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD);
c.
Merencanakan rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP) berdasarkan silabus yang telah dikembangkan;
d.
Merancang
manajemen pembelajaran dan manajemen kelas;
e.
Melaksanakan
pembelajaran yang pro-perubahan (aktif, kreatif, inovatif,
eksperimentatif, efektif dan menyenangkan);
f.
Menilai
hasil belajar peserta didik secara otentik;
g.
Membimbing
peserta didik dalam berbagai aspek, misalnya: pelajaran, kepribadian, bakat,
minat, dan karir; dan
h.
Mengembangkan
profesionalisme diri sebagai guru.
Dari pandangan
tersebut dapat ditegaskan kompetensi pedagogik merupakan kemampuan dalam
pengelolaan peserta didik meliputi:
a.
Pemahaman
wawasan guru akan landasan dan filsafat pendidikan;
b.
Guru
memahaman potensi dan keberagaman peserta didik, sehingga dapat didesain
strategi pelayanan belajar sesuai keunikan masing-masing peserta didik;
c.
Guru
mampu mengembangkan kurikulum/silabus baik dalam bentuk dokumen maupun implementasi
dalam bentuk pengalaman belajar;
d.
Guru
mampu menyusun rencana dan strategi pembelajaran bardasarkan standar kompetensi
dan kompetensi dasar;
e.
Mampu
melaksanakan pembelajaran yang mendidik dengan suasana dialogis dan interaktif.
Sehingga pembelajaran menjadi aktif, inovatif, kreatif, efekti, dan
menyenangkan;
f.
Mampu
melakukan evaluasi hasil belajar dengan memenuhi prosedur dan standar yang
dipersyaratkan; dan
g.
Mampu
mengembangkan bakat dan minat peserta didik melalui kegiatan intrakurikuler
untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Dengan demikian
tampak bahwa kemampuan pedagogik bagi guru bukanlah hal yang sederhana, karena
kualitas guru haruslah diatas rata-rata. Kualitas ini dapat dilihat dari aspek
intelektual meliputi aspek:
a.
Logika
sebagai pengembangan kognitif mencakup kemampuan intelektual mengenal
lingkungan terdiri atas enam macam yang disusun secara hierarkis dari yang
sederhana sampai yang kompleks. Yaitu pengetahuan (kemampuan mengingat kembali
hal-hal yang telah dipelajari), pemahaman (kemampuan menangkap makna atau arti
sesuatu hal), penerapan (kemampuan mempergunakan hal-hal yang telah dipelajari
untuk menghadapi situasi-situasi baru dan nyata), analysis (kemampuan
menjabarkan sesuatu menjadi bagian-bagian sehingga struktur organisasinya dapat
difahami), sintesis (kemampuan memadukan bagian-bagian menjadi satu keseluruhan yang berarti), dan penilaian
(kemampuan memberikan harga sesuatu hal berdasarkan kriteria intern, kelompok,
ekstern, atau yang telah ditetapkan terlebih dahulu);
b.
Etika
sebagai pengembangan afektif mencangkup kemampuan emosional dalam mengalami dan
menghayati sesuatu hal meliputi lima macam kemampuan emosional disusun secara
hierarkis. Yaitu: kesadaran (kemampuan untuk ingin memperhatikan suatu hal),
partisipasi (kemampuan untuk turut serta atau terlibat dalam suatu hal),
penghayatan nilai (kemampuan untuk menerima nilai dan terikat kepadanya),
pengorganisasian nilai (kemampuan untuk memiliki sistem nilai dalam dirinya),
dan karakterisasi diri (kemampuan untuk memiliki pola hidup dimana sistem nilai
yang terbentuk dalam dirinya mampu mengawasi tingkah lakunya);
c.
Estetika
sebagai pengembangan psikomotorik yaitu kemampuan motorik menggiatkan dan
mengkoordinasikan gerakan. Yatiu terdiri dari: gerakan refleks (kemampuan
melakukan tindkan-tindakan yang terjadi secara tek sengaja menjawab sesuatu
perangsang), gerakan dasar (kemampuan melakukan pola-pola gerakan bersifat
pembawaan, terbentuk dari kombinasi gerakan-gerakan refleks). Kemampuan
perseptual (kemampuan menterjemahkan perangsang yang diterima melalui alat
indra menjadi gerakan-gerakan yang tepat). Kemampuan jasmani (kemampuan dan
gerakan-gerakan dasar merupakan inti perkembangan gerakan-gerakan terlatih).
Gerakan terlatih (kemampuan melakukan gerakan-gerakan canggih dan rumit dengan
tingkkat efisiensi tertentu) dan komunikasi nondiskusi (kemampuan melakukan
komunikasi dengan isyarat gerakan badan).
Untuk
menghadapi tantangan tersebut, guru perlu berfikir secara antisipatif dan
proaktif. Guru secara terus menerus belajar sebagai upaya melakukan pembaharuan
atas ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Caranya sering melakukan penelitian
baik melalui kajian pustaka, maupun melakukan penelitian seperti penelitian
tindakan kelas.
2.
Kompetensi Kepribadian
Setiap
perkataan, tindakan dan tingkah laku positif akan meningkatkan citra diri dan
kepribadian seseorang, selama hal itu dilakukan dengan penuh kesadaran. Memang,
kepribadian menurut Zakiah Darajat (1980) disebut sebagai sesuatu yang abstrak,
sukar dilihat secara nyata, hanya dapat diketahui lewat penampilan, tindakan,
dan ucapan ketika menghadapi suatu persoalan, atau melalui atsarnya saja.
Kepribadian mencangkup semua unsur, baik fisik maupun psikis. Sehingga dapat
diketahui bahwa setiap tindakan dan tingkah laku seseorang merupakan cerminan
dari kepribadian seseorang. Apabila nilai kepribadian seseorang naik, maka akan
naik pula kepribadian orang tersebut. Tentu dasarnya adalah ilmu pengetahuan
dan moral yang dimilikinya. Kepribadian akan turut menentukan apakah para guru
dapat disebut sebagai pendidik yang baik atau sebaliknya, justru menjadi
perusak anak didiknya.
Dilihat dari
aspek psikologi kompetensi pendidik guru menunjukkan kemampuan personal yang
mencerminkan kepribadian:
a)
Mantap
dan stabil, yaitu memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai norma hukum,
norma sosial, dan etika yang berlaku;
b)
Dewasa
yang berarti mempunyai kemandirian untuk bertindak sebagai pendidik dan
memiliki etos kerja sebagai guru;
c)
Arif
dan bijaksana yaitu tampilannya bermanfaat bagi peserta didik, sekolah dan
masyarakat dengan menunjukkan keterbukaan dalam berfikir dan bertindak;
d)
Berwibawa,
yaitu prilaku guru yang disegani sehingga berpengaruh positif terhadap peserta
didik; dan
e)
Memiliki
akhlak mulia dan memiliki prilaku yang dapat diteladani oleh peserta didik,
bertindak sesuai norma religius, jujur, ikhlas dan suka menolong. Nilai
kompetensi kepribadian dapat digunakan sebagai sumber kekuatan, imspirasi,
motivasi dan inovasi bagi peserta didiknya.
Sikap dan citra
negatif seorang guru dan berbagai penyebabnya, seharusnya dihindari jauh-jauh
agar tidak mencemarkan nama baik guru. Kini, nama baik guru sedang berada pada
posisi yang kurang menguntungkan, terperosok, jatuh, karena berbagai sebab.
Para guru harus menjadi keluar atau solusi bagaimana cara mengangkatkannya
kembali, sehingga guru menjadi semakin wibawa, dan terasa sangat dibutuhkan
anak didik dan masyarakat luas. Sikap guru dalam memberikan bimbingan dan
didikan kepada peserta didiknya sangat dipengaruhi oleh kepribadiannya.
Alexander (1971) menyatakan: “No one can be a genuine teacher unless he is
himself actively sharing in the human attempt to understand men and their word”
secara tidak langsung, Alexander menyarankan agar guru dapat memahami kesulitan
yang dihadapi oleh muridnya dalam belajar, dan kesulitan lain yang mengganggu
dalam hidupnya.
Guru sebagai
teladan bagi murid-muridnya harus memiliki sikap dan kepribadian utuh yang
dapat dijadikan tokoh panutan idola dalam seluruh segi kehidupannya. Karenanya
guru harus selalu berusaha memilih dan melakukan perbuatan yang positif agar
dapat mengangkat citra baik dan kewibawaannya, terutama didepan murid-muridnya.
Kompetensi pribadi menurut Usman (2004) meliputi:
1)
Kemampuan
mengembangkan kepribadian,
2)
Kemampuan
berinteraksi dan komunikasi
3)
Kemampuan
melaksanakan bimbingan dan penyuluhab.
Kompetensi
kepribadian terkait dengan penampilan sosok guru sebagai individu yang
mempunyai kedisiplinan, berpenampilan baik, bertanggungjawab, memiliki
komitmen, dan menjadi teladan.
Pada hakekatnya
banyak diantara guru Indonesia yang menyadari, bahwa pendidikan adalah bidang
pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa, dan negara, serta kemanusiaan
pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada
Undang-Undang Dasar 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab itu, guru
Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar
sebagai kode etik. Setiap jabatan profesi mesti memiliki kode etiknya masing-masing,
walaupun hingga saat ini rumusan buku tentang kode etik guru yang diterima
semua pihak belum diperoleh. Tetapi setidak-tidaknya telah agak mendekati
sehingga dapat dijadikan acuan sementara.
Basuni, (PGRI,
1973) dalam pidato pembukaan Kongres PGRI XIII menyatakan bahwa kode etik Guru
Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI
dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai guru. Adapun dalam
Undang-Undang No. 8 tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian pasal 28
menyatakan: “Pegawai Negri Sipil mempunyai Kode Etik sebagai pedoman sikap,
tingkah laku dan perbuatan di dalam dan luar kedinasan”. Dalam penjelasan
disebutkan dengan adanya Kode Etik ini, pegawai negri sipil sebagai aparatur
negara, abdi negara, dan abdi masyarakat mempunya negara pedoman sikap, tingkah
laku, dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya dan pergaulan hidup
sehari-hari. Kode etik merupakan landasan moral, pedoman sikap, tingkah laku
dan perbuatan khususnya bagi tenaga profesi dalam melaksanakan tugas dalam
hidup sehari-hari. Sangat penting agar setiap guru memiliki nilai sikap yang
dapat mempribadi, sehingga dapat di bedakan ia dengan guru lain. Hermawan
(1979) mengatakan tujuan kode etik antara lain untuk menjunjung tinggi martabat
profesi, memelihara kesejahteraan para anggota, meningkatkan pengabdian para
anggota profesi, meningkatkan mutu dan kualitas profesi, dan meningkatkan mutu
organisasi profesi.
Rumusan kode
etik Guru Indonesia setelah di sempurnakan dalam kongres PGRI XVI tahun 1989 di
Jakarta, menjadi sebagai berikut:
1)
Guru
berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya
yang berjiwa Pancasila;
2)
Guru
memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional;
3)
Guru
berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan
bimbingan dan pembinaan;
4)
Guru
menciptakan suasana sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar
mengajar;
5)
Guru
memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk
membina peran serta dan rasa tanggungjawab bersama terhadap pendidikan;
6)
Guru
secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu martabat
profesinya;
7)
Guru
memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan
sosial;
8)
Guru
secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai
sarana perjuangan dan pengabdian;
9)
Guru
melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Kompetensi
kepribadian yang menggambarkan etika profesi menurut Slamet PH (2006) terdiri
dari sub-kompetensi:
-
Memahami,
menghayati dan melaksanakan kode etik Guru Indonesia
-
Memberikan
layanan pendidikan dengan sepenuh hati, profesional, dan ekspektasi yang tinggi
terhadap peserta didiknya
-
Menghargai
perbedaan latar belakang peserta didiknya dan berkomitmen tinggi untuk
meningkatkan prestasi belajarnya
-
Menunjukkan
dan mempromosikan nilai-nilai, norma-norma, sikap, dan prilaku positif yang
mereka harapkan dari peserta didiknya
-
Memberikan
kontribusi terhadap perkembangan sekolah umumnya dan pembelajaran khususnya
-
Menjadikan
dirinya sebagai bagian integral dari sekolah
-
Bertanggung
jawab terhadap prestasinya
-
Melaksanakan
tugasnya dalam koridor peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan dalam
kolidor tata pemerintahan yang baik (good governance)
-
Mengembangkan
profesionalisme diri melalui evaluasi diri, refleksi, dan pemutakhiran berbagai
hal yang terkait dengan tugasnya;
-
Memahami,
menghayati dan melaksanakan landasan-landasan pendidikan: Yuridis, filosofos,
dan ilmiah. Baik kehidupan individu, keluarga dan sekolah maupun kehidupan
bermasyarakat dan berbangsa.
Disamping itu guru juga harus
mengimplementasikan nilai-nilai tinggi terutama yang diambilkan dari ajaran
agama, misalnya jujur dalam perkataan dan perbuatan, tidak munafik.
Sekali saja
guru didapati berbohong, apalagi langsung kepada muridnya, niscaya hal itu akan
menghancurkan nama baik dan kewibawaan sang guru, yang pada gilirannya akan
berakibat fatal dalam melanjutkan tugas proses belajar mengajar. Guru yang
demikian niscaya akan selalu memberikan pengarahan kepada anak didiknya untuk
berjiwa baik juga. Hampir sulit ditemukan munculnya guru yang memiliki
keinginan buruk terhadap muridnya. Dalam menggerakkan murid, guru juga dianggap
sebagai patner yang siap melayani, membimbing, dan mengarahkan murid, bukan
sebaliknya justru menjerumuskannya. Djamarah (2000) dalam bukunya “Guru dan
Anak Didik: Dalam Interaksi Edukatif” menggambarkan bahwa: Guru adalah pahlawan
tanpa pamrih, pahlawan tanpa tanda jasa, pahlawan ilmu, pahlawan kebaikan,
pahlawan pendidikan, makhluk serba bisa, atau dengan julukan yang lain seperti
interpreter, artis, kawan, warga negara yang baik, pembangun manusia, pembawa
kultur, pioneer, reformer dan terpercaya, soko guru, bhatara guru, ki ajar,
sang guru, ki guru, tuan guru, dan sebagainya”.
Lebih lanjut
Djamarah mengisahkan bahwa guru memiliki atribut yang lengkap dengan kebaikan,
ia adalah uswatun hasanah walau tidak sesempurna Rasul. Betapa hebat profesi
guru, dan itu tidak dapat ditemukan dalam berbagai profesi lain. Karenanya
berbagai bentuk pengabdian itu hendaknya dilanjutkan dengan penuh keikhlasan,
dengan motivasi kerja untuk membina jiwa dan watak anak didik, bukan sekedar
untuk cari uang. Guru yang profesional adalah guru yang siap memberikan bimbingan
nurani dan akhlak yang tinggi pada muridnya. Karena bimbingan yang di berikan
bersumber dari ketulusan hati, maka guru benar-benar siap sebagai spiritual
father bagi muridnya. Guru merasa gembira bersama dengan muridnya, ia selalu
berinteraksi dengan muridnya, ia merasa happy dapat memberikan obat bagi
muridnya yang sedang bersedih hati. Guru profesional akan selalu memikirkan
bagaimana memacu perkembangan pribadi anak didiknya agar tidak mengalami
kendala yang bisa mengganggu.
Dengan demikian
bisa di wujudkan bahwa kemuliaan hati seorang guru di wujudkan dalam kehidupan
sehari-hari. Guru secara nyata dapat berbagi dengan anak didiknya.
3.
Kompetensi Sosial
Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 Pada Pasal 4 ayat 1, menyatakan
“penididikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak
diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai nilai
keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa”. Pernyataan ini menunjukkan
bahwa pendidikan di selenggarakan secara demokratis dan berkeadilan, tidak
dapat diurus dengan paradigma birokratik. Karena jika paradigma birokratik yang
dikedepankan, tentu ruang kreatifitas dan inovasi dalam penyelenggaraan
pendidikan khususnya pada satuan pendidikan sesuai semangat UUSPN 2003 tersebut
tidak akan terpenuhi. Penyelenggaraan pendidikan secara demokratis khususnya
dalam memberi layanan belajar kepada peserta didik mengandung dimensi sosial,
oleh karena itu dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik mengedepankan
sentuhan sosial.
Artinya
kompetensi sosial terkait dengan kemampuan guru sebagai makluk sosial dalam
berinteraksi dengan orang lain. Sebagai makhluk sosial guru berprilaku santun,
mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan secara efektif dan
menarik mempunyai rasa empati terhadap orang lain. Kemampuan guru berkomunikasi
dan berinteraksi secara efektif dan menarik peserta didik, sesama pendidik dan
tenaga pendidikan, orang tua dan wali peserta didik, masyarakat sekitar sekolah
dan sekitar dimana pendidik itu tinggal, dan dengan pihak-pihak yang
berkepentingan dengan sekolah. Kondidi objektif ini menggambarkan bahwa
kemampuan sosial guru tampak ketika bergaul dan melakukan interaksi sebagai
profesi maupun sebagai masyarakat, dan kemampuan mengimplementasikan dalam kehidupan
sehari-hari.
Sentuhan
sosial, menunjukkan seorang profesional dalam melaksanakan harus dilandasi
nilai-nilai kemanusiaan, dan kesadaran akan
dampak lingkungan hidup dari efek pekerjaannya, serta mempunyai nilai
ekonomi bagi kemaslahatan masyarakat secara luas. Kompetensi sosial menurut
Slamet PH (2006) terdiri dari Sub-Kompetensi:
(1)
Memahami
dan menghargai perbedaan (respek) serta memiliki kemampuan mengelola konflik
dan benturan;
(2)
Melaksanakan
kerjasama secara harmonis dengan kawan sejawat, kepala sekolah dan wakil kepala
sekolah, dan pihak-pihak terkait lainnya:
(3)
Membangun
kerja tim (teamwork) yang kompak, cerdas, dinamis, dan lincah;
(4)
Melaksanakan
komunikasi (oral, tertulis, tergambar) secara efektif dan menyenangkan dengan
seluruh warga sekolah, orang tua peserta didik, dengan kesadaran sepenuhnya
bahwa masing-masing memiliki peran dan tanggung jawab terhadap kemajuan
pembelajaran;
(5)
Memiliki
kemampuan memahami dan menginternalisasikan perubahan lingkungan yang
berpengaruh terhadap tugasnya;
(6)
Memiliki
kemampuan mendudukkan dirinya dalam sistem nilai yang berlaku di masyarakat
sekitarnya;
(7)
Melaksanakan
prinsip-prinsip tata kelola yang baik (misalnya: partisipasi, transparansi,
akuntabilitas, penegakkan hukum, dan profesionalisme). Keempat kompetensi
tersebut tidak menekankan pada penguasaan materi pelajaran, karena jika seorang
guru telah berpendidikan S1 atau D-IV tentu saja secara teoritik guru tersebut
telah menguasai materi pelajaran sesuai bidang studi yang menjadi tanggung
jawabnya.
Pada kompetensi
sosial, masyarakat adalah perangkat perilaku yang merupakan dasar bagi
pemahaman diri dengan bagian yang tidak terpisahkan dari lingkungan sosial
serta tercapainya interaksi sosial secara objektif dan efisien. Ini merupakan
penghargaan guru di masyarakat, sehingga mereka mendapatkan kepuasan diri dan
menghasilkan kerja yang nyata dan efisien, terutama dalam pendidikan nasional.
Kompetensi sosial mencakup perangkat perilaku yang menyangkut: Kemampuan
interaktif yaitu kemampuan yang menunjang efektivitas interaksi dengan orang
lain seperti keterampilan ekspresi diri, berbicara efektif, memahami pengaruh orang
lain terhadap diri sendiri, menafsirkan motif orang lain, mencapai rasa aman
bersama orang lain; Keterampilan memecahkan masalah kehidupan seperti mengatur
waktu, uang, kehidupan berkeluarga, memahami nilai kehidupan dan sebagainya.
Sedangkan kompetensi spiritual yaitu pemahaman, penghayatan dan pengamalan
kaidah agama dalam barbagai aspek kehidupan. Dengan demikian indikator
kemampuan sosial guru adalah mampu berkomunikasi dan bergaul dengan peserta
didik, sesama pendidik dan tenaga kependidikan, orang tua dan wali murid,
masyarakat dan lingkungan sekitar, dan mampu mengembangkan jaringan.
4.
Kompetensi Profesional
Guru adalah salah
satu faktor penting dalam penyelenggara pendidikan di sekolah. Oleh karena itu
meningkatkan mutu pendidikan, berarti juga meningkatkan mutu guru. Meningkatkan
mutu guru bukan hanya dari segi kesejahteraannya, tetapi juga
profesionalitasnya. UU No. 14 tahun 2005 Pasal 1 ayat (1) menyatakan guru
adalah pendidik propesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Sebagai seorang yang
profesional guru harus memiliki kompetensi keguruan yang cukup. Kompetensi
keguruan itu tampak pada kemampuannya menerapkan sejumlah konsep, asas kerja
sebagai guru, mampu mendemonstrasikan sejumlah strategi maupun pendekatan
pengajaran yang menarik dan interaktif, disiplin, jujur dan konsisten.
Kompetensi
profesional berkaitan dengan bidang studi menurut Slamet PH (2006) terdiri dari
Sub-Kompetensi:
a.
Memahami
mata pelajaran yang telah dipersiapkan untuk mengajar;
b.
Memahami
standar kompetensi dan standar isi mata pelajaran yang tertera dalam Peraturan
Mentri serta bahan ajar yang ada dalam kurikulum satuan pendidikan (KTSP);
c.
Memahami
struktur, konsep, dan metode keilmuan yang menaungi materi ajar;
d.
Memahami
hubungan konsep antar matapelajaran terkait;
e.
Menerapkan
konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.
Peranan guru
sangat menentukan keberhasilan proses pembelajaran, guru yang digugu dan ditiru
adalah suatu profesi yang mengutamakan intelektualitas, kepandaian, kecerdasan,
keahlian berkomunikasi, kebijaksanaan dan kesabaran tinggi. Tidak semua orang
dapat menekuni profesi guru dengan baik. Karena jika seseorang tampak pandai
dan cerdas bukan penentu keberhasilan orang tersebut menjadi guru.
Sejalan dengan
hal itu UU No. 14 tahun 2005 Bab II Pasal 2 Ayat (1) menyatakan guru mempunyai
kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang di
angkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Profesional, dan profesional
berarti melakukan sesuatu sebagai pekerjaan pokok sebagai profesi dan bukan
sebagai pengisi waktu luang atau sebagai hoby belaka. Profesi berarti
menyatakan secara publik dan dalam bahasa Latin di sebut “Profession” yang di
gunakan untuk menunjukkan pernyataan publik yang di buat oleh seseorang yang
bermaksud menduduki suatu jabatan publik. Guru yang terjamin kualitasnya
diyakini mampu melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik. Penjaminan mutu
guru perlu dilakukan dari waktu kewaktu demi terselenggaranya layanan
pembelajaran yang berkualitas.
Sebagai
penegasan dapat dicermati UU No. 14 tahun 2007 Pasal 7 ayat (1) menyatakan
profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan
berdasarkan prinsip:
-
Memiliki
bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
-
Memiliki
komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak
mulia;
-
Memiliki
kualifikasi akademikdan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
-
Memiliki
kompetensi yang diperlukan sesuaidengan bidang tugas;
-
Memiliki
tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
-
Memperoleh
penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
-
Memiliki
kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan
belajar sepanjang hayat;
-
Memiliki
jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan;
-
Memiliki
organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal berkaitan dengan
tugas keprofesionalan guru.
Kemudian ayat (2) menyatakan pemberdayaan profesi guru atau
pemberdayaan profesi dosen diselenggarakan melalui pengembangan diri yang
dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan
berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan,
nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi. Pelaksanaan
undang-undang tentang guru dan dosen ini memiliki misi yaitu mengangkat
martabat guru, menjamin hak dan kewajiban guru, meningkatkan kompetensi guru,
memajukan profesi dan karir guru, meningkatkan mutu pembelajaran, meningkatkan
mutu pendidikan nasional. Kemudian, mengurangi kesenjangan ketersediaan guru,
antar daerah dari segi jumlah, mutu, kualitas akademik, dan mengurangi
kesenjangan mutu pendidikan antar daerah dan meningkatkan pelayanan pendidikan
yang bermutu. [3]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Pengertian
kompetensi guru
-
Kompetensi
merupakan perilaku rasional yang untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan
sesuai dengan kondisi yang diharapkan. The state of legally competent or
qualified (Mc. Leod, 1989). Keadaan berwewenang atau memenuhi syarat
menuntut ketentuan hukum.Adapun kompetensi guru (teacher competency) The
ability of a teacher to responsibility performa has or her duties
appropriately. Kompetensi guru merupakan kemampuan seseorang guru dalam
melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak.
2.
Visi
yang harus dimiliki guru:
-
Visi
jangka panjang yang selalu berorientasi pada tujuan akhir dalam setiap langkah
yang diperbuat.
-
Visi
jangka menengah, yang selalu berorientasi pada keberhasilan atas segala yang di
perbuat, keinginan untuk mencapai prestasi yang terbaik selalu menjadi
cita-cita dan tujuan guru.
-
Visi
jangka pendek, yang selalu berorientasi pada setiap waktu untuk melakukan
kegiatan yang terbaik demi menunjukkan peserta didik dan meraih keberhasilan
dan prestasi yang dicita-citakan.
3.
Kompetensi
guru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar