BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Akhir
abad ke 19 merupakan momentum bagi kebangkitan dunia Islam. Kesadaran ini
muncul setelah dunia Islam melihat perputaran roda sejarah berbalik: dunia
Barat maju dan dunia Islam terpuruk, bahkan Islam menjadi bulan-bulanan dunia
Barat yang Kristen itu. Dari realitas sejarah ini kemudian muncul gerakan yang
mencoba untuk melakukan otokritik secara kritis dengan cara melakukan
evaluasi sebab-sebab terjadinya perputaran roda sejarah yang berbalik itu.
Gerakan
ini lebih mengemuka di hampir dunia Islam pada abad ke 20 dengan nama gerakan
pembaharuan pemikiran Islam. Tema sentral ide pembaharuan pemikiran dalam Islam
di atas terletak pada kata kunci I’adatu al-Islam, yakni keinginan
masyarakat Islam untuk mengembalikan peran dunia Islam dalam percaturan global
peradaban dunia, yang dulu pernah dilakukan Islam. Salah satu wujud dari I’adatu
al-lslam itu adalah lajdid al-fahm, yakni memperbaharui kembali cara
pandang dalam menjawab problematika yang berkembang dengan kembali kepada
al-Quran dan al-Hadis. Tajdid al-fahm ini dilakukan karena kemunduran
dunia Islam diakibatkan penempatan qaul ulama abad pertengahan dijadikan
rujukan utama dalam menjawab persoalan kontemporer sehingga yang terjadi
kemudian adalah bias-bias dan kekakuan karena qaul itu sendiri muncul
dan dirumuskan berdasarkan setting sosial oleh ulama ketika masih hidup. Adapun
tema sentral gerakan untuk memulihkan dunia Islam adalah pemurnian akidah,
ibadah dan semangat ijtihad di tengah masyarakat singkretik dan masyarakat yang
berorientasi taklid.
Menjamurnya
gerakan pembaharuan pemikiran Islam seperti yang berkembang di dunia Islam di
atas juga berkembang di Indonesia yang muncul pada awal abad ke-20, yang salah
satunya adalah Persatuan Islam (PERSIS). Dalam makalah ini, penulis akan mencoba memaparkan Otonomi PERSIS
sebagai ormas Pendidikan dan Dakwah serta refleksi Qanun Asasi dan Dkhili
PERSIS.
B.
Perumusan
Masalah
Dalam penulisan Makalah ini akan dirumuskan beberapa masalah antara
lain adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana Otonomi
PERSIS sebagai Ormas Pendidikan dan Dakwah ?
2.
Bagaimana Qanun
Asasi dan Dkhili PERSIS itu ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Otonomi Persis Sebagai Ormas Pendidikan Dan Dakwah
1. Sejarah Berdirinya PERSIS
Persatuan Islam
(Persis) berdiri pada abad ke-20 yaitu pada permulaan tahun 1920-an, tepatnya
tanggal 12 September 1923 di Bandung. Adapun yang pertama mempunyai gagasan
terbentuknya Persis ini adalah H. Zam-zam bersama temannya H. Muhammad Yunus.
H. Zam-zam adalah seorang alumnus Darul-Ulum (Mekah) sejak tahun 1910-1912
beliau menjadi guru agama di Darul-Muta'alimin. Sedangkan H. Muhammad Yunus
adalah seorang pedagang sukses, di masa mudanya beliau mendapatkan pendidikan
agama secara tradisional dan menguasai Bahasa Arab sehingga beliau mampu
mempelajari kitab-kitab secara autodidak.
H. Zam-zam dan
H. Muhammad Yunus mempunyai latar belakang dan kultur yang sama. Hal inilah
yang menyatukan mereka dalam mendalami keislaman. Dalam setiap diskusi, H.
Zamzam dan Muhammad Yunus, merupakan pembicara utama, keduanya banyak
mengemukakan pikiran baru. Keduanya memang memiliki kapasitas dan wawasan pengetahuan
yang cukup luas dalam masalah keagamaan.
Suatu saat
mereka diskusi, temanya itu adalah mengenai perselisihan paham keagamaan antara
al-Irsyâd dan Jami'at Khair. Sejak saat itu, pertemuan-pertemuan berikutnya
menjelma menjadi kelompok penelaah, semacam studi club dalam bidang keagamaan
di mana para anggota kelompok tersebut dengan penuh kecintaan menelaah,
mengkaji, serta menguji ajaran-ajaran yang diterimanya. Diskusi mereka juga
dilakukan dengan para jama'ah shalat Jum'ah, sehingga frekuensi bertambah dan
pembahasannya makin mendalam. Jumlah mereka tidak banyak hanya sekitar 12
orang. Diskusi tersebut semakin intensif dan menjadi tidak terbatas dalam
persoalan keagamaan saja terutama dikhotomis tradisional-modernis Islam yang
terjadi ketika itu, yang diwakili oleh Jamî'at Khair dan al-Irsyâd di Batavia,
tetapi juga menyentuh pada masalah-masalah komunisme yang menyusup ke dalam
Syarikat Islam (SI), dan juga usaha-usaha orang Islam yang berusaha menghadapi
pengaruh komunikasi tersebut.[1]
Maka sejak saat
itu, timbulah gagasan di kalangan mereka untuk mendirikan organisasi Persatuan
Islam atau nama lain yang diajukan oleh kelompok ini yaitu Permupakatan Islam,
untuk mengembalikan ummat Islam kepada pimpinan al-Qur'an dan al-Sunnah.
Organisasi yang didirikan di Bandung ini untuk menampung kaum muda maupun kaum
tua, yang memiliki perhatian pada masalah-masalah agama. Kegiatan utamanya
adalah diskusi
Maka dapat
disimpulkan bahwa lahirnya Persis Diawali dengan terbentuknya suatu kelompok
tadarusan (penalaahan agama Islam di kota Bandung yang dipimpin oleh H. Zamzam
dan H. Muhammad Yunus, dan kesadaran akan kehidupan berjamaah, berimamah,
berimarah dalam menyebarkan syiar Islam, menumbuhkan semangat kelompok tadarus
ini untuk mendirikan sebuah organisasi baru dengan cirri dan karateristik yang
khas.[2]
Pada tanggal 12
September 1923, bertepatan dengan tanggal 1 Shafar 1342 H, kelompok tadarus ini
secara resmi mendirikan organisasi yang diberi nama “Persatuan Islam”
(Persis). Nama persis ini diberikan dengan maksud untuk mengarahkan ruhul
ijtihad dan jihad, berusaha dengan sekuat tenaga untuk mencapai harapan dan
cita-cita yang sesuai dengan kehendak dan cita-cita organisasi, yaitu persatuan
pemikiran Islam, persatuan rasa Islam, persatuan suara Islam, dan persatuan usaha
Islam. Falsafah ini didasarkan kepada firman Allah Swt dalam Al Quran Surat Ali
Imran ayat 103 :
(#qßJÅÁtGôã$#ur È@ö7pt¿2 «!$# $YèÏJy_ wur (#qè%§xÿs?
“Dan
berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali (undang-undang (aturan) Allah
seluruhnya dan janganlah kamu bercerai berai”.
Serta sebuah
hadits Nabi Saw, yang diriwayatkan oleh Tirmidzi:
يد الله مع
الجماعة
“Kekuatan Allah itu bersama al-Jama’ah”.
2.
Visi,Misi dan Tujuan PERSIS
a.
Visi : Terwujudnya Al-Jama’ah sesuai tuntutan Al-Quran dan As-Sunah.
b.
Misi:
1.
Mengembalikan umat kepada Alquran dan Sunah.
2.
Menghidupkan ruh al-jihad, ijtihad dan tajdid.
3.
Mewujudkan Mujahid, Mujtahid, dan Muwahid.
4.
Meningkatkan kesejahteraan umat.
c.
Tujuan: Terlaksananya syariat Islam berlandaskan Al-Quran dan Sunah secara kâffah
dalam segala aspek kehidupan.[3]
3.
Proses Pendidikan PERSIS
Pada dasarnya, perhatian Persis ditujukan terutama pada
penyebaran faham Al-quran dan sunah. Hal ini dilakukan melalui
berbagai aktivitas, di antaranya dengan mengadakan pertemuan-pertemuan umum,
tabligh, khutbah, kelompok studi, tadarus, pendirian sekolah-sekolah (
pesantren ), penerbitan majalah-majalah dan kitab-kitab, serta berbagai aktivitas
keagamaan lainnya.
Dalam bidang pendidikan, pada 1924 diselenggarakan kelas
pendidikan akidah dan ibadah bagi orang dewasa. Pada 1927, didirikan lembaga
pendidikan kanak-kanak dan Holland Inlandesch School ( HIS ) yang merupakan
proyek lembaga Pendidikan Islam (Pendis) di bawah pimpinan Mohammad Natsir.
Kemudian, pada 4 Maret 1936, secara resmi didirikan Pesantren Persis yang
pertama dan diberi nomor satu di Bandung.
Dalam bidang penerbitan ( publikasi
), Persis banyak menerbitkan buku-buku dan majalah-majalah,di antaranya
majalah Pembela Islam (
1929 ), Al-Fatwa (
1931 ), Al-Lissan (
1935 ),At-Taqwa ( 1937 ),
majalah berkala Al-Hikam (
1939 ), Aliran Islam (
1948 ), Risalah (
1962 ),Pemuda Persis Tamaddun (
1970 ), majalah berbahasa Sunda Iber (
1967 ), dan berbagai majalah ataupun siaran publikasi yang diterbitkan oleh
cabang-cabang Persis di berbagai tempat. Beberapa di
antara majalah tersebut saat ini sudah tidak diterbitkan lagi.[4]
Melalui penerbitan inilah, Persis menyebarluaskan
pemikiran dan ide-ide mengenai dakwah dan tajdid. Bahkan, tak jarang di antara
para dai ataupun organisasi-organisasi keislaman lainnya menjadikan buku-buku
dan majalah-majalah terbitan Persis ini sebagai bahan referensi mereka.
Salah
satu usaha PERSIS dalam bidang Pendidikan yaitu membentuk kelompok
tadarusan,kemudian kelompok tadarus ini sepakat mendirikan organisasi yang
diberi nama Persatuan Islam. Nama Persatuan Islam ini diberikan dengan maksud
untuk mengarahkan ruhul-ijtihad dan jihad: berusaha sekuat
tenaga mencapai harapan dan cita-cita yang sesuai dengan kehendak dan cita-cita
organisasi, yaitu persatuan pemikiran Islam, persatuan rasa Islam, persatuan
suara Islam, dan persatuan usaha Islam.
Ide
persatuan pemikiran, rasa, suara, dan usaha Islam ini diilhami firman Allah
dalam Al-Quran surah Ali-Imran ayat 103 dan hadis Nabi SAW yang memerintahkan
pentingnya persatuan.
Dalam
perkembangannya, konsep persatuan pemikiran, rasa, suara, dan usaha Islam ini
dituangkan Persis melalui gerakan pendidikan Islam dan dakwah. Persis juga
berusaha menegakkan ajaran Islam secara utuh tanpa dicampuri khurafat, syirik,
dan bid’ah.
4.
Proses Dakwah PERSIS
Gerakan dakwah dan tajdid Persis juga dilakukan melalui
serangkaian kegiatan khutbah dan tabligh yang kerap digelar di daerah-daerah,
baik atas inisiatif Pimpinan Pusat Persis, permintaan dari cabang-cabang,
undangan dari organisasi Islam lainnya, maupun atas permintaan masyarakat luas.
Pada masa Ahmad Hassan, guru utama
Persis, kegiatan tabligh yang digelar Persis tidak hanya bersifat
ceramah, tetapi juga diisi dengan menggelar perdebatan tentang berbagai masalah
keagamaan. Misalnya, perdebatan Persis dengan Al-Ittihadul Islam di Sukabumi
pada 1932, kelompok Ahmadiyah ( 1933 ), Nahdlatul Ulama ( 1936 ), kelompok
Kristen, kalangan nasionalis, bahkan polemik yang berkepanjangan antara Ahmad
Hassan dan Ir Soekarno tentang paham kebangsaan.
Sepeninggal Ahmad Hassan, aktivitas dakwah dengan
perdebatan ini mulai jarang dilakukan. Persis tampaknya lebih menonjolkan
sikap low profile sambil
tetap melakukan edukasi untuk menanamkan semangat keislaman yang benar. Namun,
bukan berarti tidak siap untuk berdiskusi dengan kelompok yang memiliki
pandangan berbeda dalam satu bidang tertentu. Jika dibutuhkan, Persis siap
melakukan gebrakan yang bersifat shock
therapy.[5]
Di pengujung abad ke-20, aktivitas Persis meluas ke
aspek-aspek lain. Orientasi Persis dikembangkan dalam berbagai bidang yang
menjadi kebutuhan umat. Mulai dari bidang pendidikan ( tingkat dasar hingga
pendidikan tinggi ), dakwah, bimbingan haji, zakat, sosial, ekonomi,
perwakafan, dan lainnya.
Dalam perkembangannya, sejak tahun 1963, Persis
mengoordinasi pesantren-pesantren dan lembaga-lembaga pendidikan yang tersebar
di cabang-cabang Persis. Hingga Muktamar II di Jakarta tahun 1995, Persis
tercatat telah memiliki 436 unit pesantren dari berbagai tingkatan.
Selain itu, Persis pun menyelenggarakan bimbingan jamaah
haji dan umrah dalam kelompok Qornul Manazil, mendirikan beberapa bank Islam
skala kecil ( Bank Perkreditan Rakyat / BPR ), mengembangkan perguruan tinggi,
mendirikan rumah yatim dan rumah sakit Islam, membangun masjid, seminar, serta
lainnya.
Dalam bidang organisasi, Persis membentuk Dewan Hisbah
sebagai lembaga tertinggi dalam struktur organisasi. Dewan Hisbah ini
difungsikan untuk meneliti masalah-masalah yang membutuhkan keputusan hukum,dan
sebagai Dewan Peneliti Hukum Islam sekaligus sebagai pengawas pelaksanaannya di
kalangan anggota Persatuan Islam,dan bertanggungjawab kepada Allah SWT dalam
setiap kinerja dan keputusan-keputusan hukum yang difatwakannya.
Dalam strategi
da'wah, Persatuan Islam berlainan dengan Muhammadiyah yang mengutamakan
penyebaran pemikiran-pemikirannya dengan tenang dan damai, Persatuan Islam
seakan gembira dengan perdebatan dan polemik. Bagi Persatuan Islam dalam
masalah agama tidak ada istilah kompromi. Apa yang dipandang tidak benar
menurut dalil al-Qur`an dan al-Sunnah secara tegas ditolak. Sedangkan apa yang
dianggap benar akan sampaikan walaupun pahit.
Latar belakang
demikian itulah tampaknya yang membawa Persatuan Islam ke alam perdebatan, baik
dalam rangka mempertahankan keyakinan keagamaannya maupun menunjukkan bahwa
keyakinan agama yang dipegangi lawan dalam perdebatan itu dianggap salah. Dalam
bidang publikasi melalui media cetak, pertama kali diterbitkan majalah Pembela
Islam pada bulan Oktober 1929 di Bandung. Majalah tersebut terbit atas prakarsa
Komite Pembela Islam yang diketuai oleh H. Zamzam. Penerbitannya berlangsung
sampai tahun 1933 dan berhasil menerbitkan 72 nomor dengan sirkulasi sebanyak
2000 eksemplar, tersebar di seluruh pelosok tanah air bahkan sampai ke Malaysia
dan Muangthai.[6]
Pada bulan
Nopember 1931, Persatuan Islam menerbitkan majalah khusus yang membicarakan
masalah-masalah agama, tanpa menantang pihak-pihak bukan Islam. Majalah ini
diberi nama al-Fatwa, ditulis dalam hurup Jawi, sehingga lebih banyak diminati
oleh kalangan muslim di Sumatera,Kalimantan dan Malaysia. Namun publikasi
majalah ini hanya berlangsung sampai Oktober 1933 sebanyak 20 kali terbit
dengan sirkulasi 1000 eksemplar. Sebagai gantinya pada tahun 1935 diterbitkan
lagi majalah baru yang bernama al-Lisan yang berlangsung sampai bulan Juni 1942
dengan 65 nomor penerbitan. Akan tetapi pada masa itu erat kaitannya dengan
perpindahan A. Hassan, maka nomor 47 (terbit bulan Mei 1940) sampai dengan
nomor 65 terbit di Bangil, Pasuruan Jawa Timur.
Majalah lain
yang terbit pada tahun 1930-an ialah al-Taqwâ, sebuah majalah dalam bahasa
Sunda, yang sempat terbit 20 nomor dengan sirkulasi 1000 eksemplar. Ada pula
majalah yang berisi artikel-artikel jawaban terhadap pertanyaan para pembaca,
yang umumnya berkenaan dengan masalah agama, ialah sebuah majalah bernama
Sual-Jawab.
Sejalan dengan
situasi politik Indonesia, yaitu masa pendudukan Jepang dan diteruskan dengan
gawatnya revolusi Indonesia, semua penerbitan Persatuan Islam terhenti. Baru
pada tahun 1948 terbit majalah Aliran Islam meskipun bukan resmi diterbitkan
oleh Persatuan Islam, tetapi selalu memuat tulisan-tulisan tokoh-tokoh seperti
Isa Anshary, M. Natsir dan E. Abdurrahman, yang mengutamakan peranan umat Islam
dalam kancah politik Indonesia.
Pada tahun
1954, di Bangil terbit majalah al-Muslimûn, yang secara resmi juga tidak
diterbitkan atas nama Persatuan Islam, tetapi tetap mengembangkan
paham-pahamnya terutama yang berkaitan dengan hukum dan pengetahuan agama
Islam. Pada bulan Maret 1956, Persatuan Islam Bangil menerbitkan lagi majalah
yang meneruskan cita-cita Pembela Islam yang diberi nama Himayat al-Islâm
(Pembela Islam). Majalah ini terbit sembilan kali dan berhenti pada bulan Mei
1957.
Majalah resmi
yang diterbitkan Persatuan Islam pada masa kemerdekaan ialah Hujjat al-Islâm
pada tahun 1956, Setelah Persatuan Islam resmi berdiri kembali pada tahun 1948
yang berpusat di Bandung. Majalah tersebut hanya terbit satu kali, kemudian
dilanjutkan pada tahun 1962 dengan majalah Risalah, yang dipimpin oleh KHE.
Abdurrahman dan Yunus Anis.[7]
Di samping
majalah-majalah, juga banyak diterbitkan buku-buku karangan tokoh Persatuan
Islam seperti M. Isa Anshary, M. Natsir, KHE. Abdurrahman dan terutama
buku-buku karangan A. Hassan yang yang paling banyak dan mendominasi kebutuhan
baca anggota Persatuan Islam. Namun sejak saat itu dunia tulis menulis di
kalangan ulama Persatuan Islam mengalami kemandegan, jika tidak boleh dikatakan
tradisi itu mati sama sekali. Misalnya, untuk jenis buku terbaru yang bersifat
kajian yang khas keagamaan Persatuan Islam, yang muncul ke permukaan terlihat
baru ada satu, yaitu buku al-Hidâyah yang ditulis oleh Ustadz A. Zakaria dalam
bahasa Arab, yang kemudian diterjemahkan oleh penulisnya ke dalam bahasa
Indonesia dan diterbitkan dalam 3 jilid pada tahun 1996. Selebihnya buku-buku
yang beredar masih yang ditulis oleh ulama-ulama Persatuan Islam periode terdahulu.
B. Refleksi Qanun Asasi dan Dakhili PERSIS
1.
Mengenal Qanun
Asasi dan Dakhili PERSIS
Prinsip-prinsip
perjuangan kembali kepada ajaran Quran Sunnah, yang sudah menjadi visi dan
trademark PERSIS, secara kongkret telah tercantum dalam Qanun Asasi (anggaran
dasar) dan Qanun Dakhili (Anggaran rumah tangga) PERSIS seperti yang dirumuskan
dalam rencana Jihad pada Qanun Asasi PERSIS 1957 BAB II pasal 1 tentang rencana
Jihad Umum yaitu:
1.
Mengembalikan kaum muslim kepada pimpinan
Al-Qur’an dan Sunnah.
2.
Menghidupkan ruhul jihad diantara kalangan umat
islam.
3.
Membasmi bid’ah, khurafat, takhayul dan syirik,
dalam kalangan umat islam.
4.
Memperluas tersiarnya tabligh dan dakwah
islamiyyah kepada segenap lapangan masyarakat.
5.
Menmgadakan, memlihara dan memakmurkan masjid,
suarau dan langgar serta tempat ibadah lainnya untuk memimpin peribadatan umat
islam menurut sunnah nabi yang sebenarnya menuju takwa.
6.
Mendirikan pesantren atau madrasah untuk
mendidik putra-putri Islam dengan dasar Al-Qur’an dan Sunnah.
7.
Menerbitkan kitab, buku, majalah dan
siaran-siaran lainnya guna mempertinggi kecerdasan kaum muslim dalam segala
lapangan ilmu.
8.
Mengadakan dan memelikhara hubungan baiak
dengan segenap organisasi dan gerakan Islam di Indonesia seluruh dunia Islam,
menuju terwujudnya persatuan alam Islami.[8]
Rencana jihad Persis secara khusus, dirumuskan
dalam baba II pasal 2 Qanun Asasi, sebagai berikut :
1.
Membentuk Hawariyyun Islam yang terdiri dari
mubalighin dan mubalighat dengan jalan mempertajam serta memperdalam pengertian
mereka dalam so’al-so’al ajaran Islam.
2.
Mendidik dan membentuk warga Anggota PERSIS
supaya menjadi Uswatun hasanah bagi masyarakat sekelilingnya, baik dalam
lapangan aqidah dan ibadah maupun dalam mu’amalah.
3.
Mengadakan tantangan dan perlawanan dan
perlawanan terhadap aliran yang mengancam hidup keagamaan pada umumnya dan
hidup keislaman pada khususnya, seperti paham materialism, atheism dan
komunisme.
4.
Melakukan amar ma’ruf dan nahyi munkar dalam
segala ruang dan waktu dan melawan golongan musuh-musuh islam dengan cara
sepadan sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah.
Pada Qonun asasi produk muktamar 2000 Jakarta, Misi
PERSIS yang bertujuan “Terlaksananya Syari’at Islam berlandaskan
Al-Qur’an dan As-Sunnah secara Kaffah dalam segala Aspek kehidupan”
dijabarkan lebih sipum pada pasal 5, rencana jihad sebagai berikut :
1.
Mengembangkan dan memberdayakan potensi Jam’iyyah
demi terwujudnya Jam’iyyah sebagai Shuratun Mushaghgharatun ani islam wa
hikmatu Al-Asma.
2.
Meningkatkan pemahaman dan pengalaman keislaman
bagi anggota khususnya dan umat islam pada umumnya sehingga tercipta barisan
Ulama, zu’ama, ashabun dan Hawariyun Islam yang senantiasa iltizam terhadap
risalah Allah.
3.
Meningkatkan kesadaran dan pemberdayaan anggota
khususnya dan umat islam pada umumnya sehingga tercipta barisan ulama dalam
bermuamalat secara jama’I dalam setiap aspek kehidupan.[9]
Qaidah Asasi
& Qaidah Dakhili adalah pedoman dasar yang berfungsi laksana peta dan rute
perjalanan dalam mengemudikan jam’iyah agar berlayar menuju pelabuhan harapan
dengan cepat, tepat serta selamat sentosa sebagaimana dicita-citakan semua
penumpangnya. Sebagai nakhoda bahtera jam’iyah, Ketua Umum dibantu oleh
sejumlah personil yang masing-masing diberi tugas khusus. Sebagai landasan
jam’iyah, yang pada organisasi lain pada umumnya sering disebut Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga, Qaidah Asasi memuat aturan-aturan dasar dan
pasal-pasal peraturan yang prinsipil, sedang Qaidah Dakhili memuat pasal-pasal
peraturan yang lebih teknis.
Secara
substantif, Muktamar X tidak memberikan perubahan yang mendasar terhadap
pasal-pasal dalam QA maupun QD selain pasal tentang rangkap keanggotaan dengan
ormas sejenis dan partai politik pada Qaidah Asasi serta memberi kebebasan
menyusun format tasykil pimpinan untuk jenjang kepemimpinan yang berada di
bawah Pimpinan Pusat. Pada Qaidah Asasi hasil Muktamar tahun 2000, rangkap ke anggotaan
tidak dibenarkan akan tetapi masih diberi peluang dengan syarat seiring
pimpinan pusat. Akan tetapi pada Muktamar 2005, para Muktamirin melalui voting
memutuskan agar menutup rapat pintu rangkap keanggotaan secara mutlak dan tanpa
toleran.
Terlepas dari
kontroversi dan prokontra sepanjang proses pengambilan keputusan tersebut,
sebagai jam’iyah yang berpegang pada etika syura berdasarkan Islam, pada
akhirnya kita harus berpegang teguh pada prinsip, “jika kita sudah berbulat
tekad maka hendaklah kita bertawakkal kepada Allah” sebagaimana dipesankan oleh
Al Quran itu sendiri.
Pasal ini tentu
saja tidak dimaksudkan sebagai bentuk pemberangusan atau perampasan hak-hak
politik anggota. Apalagi jika sampai disimpulkan bahwa Pemuda Persis anti
berpolitik. Justru dengan pasal ini, Pemuda Persis ditantang untuk membangun
sistem dan pola perjuangan politik melalui gerakan dakwah jam’iyah yang lebih
sejalan dengan prinsip-prinsip al-Qur’ân dan As Sunnah.
Jam’iyah yang
mapan meniscayakan sebuah nidzam yang kokoh. Tetapi sebaik apapun nidzam tidak
akan memberi makna apa-apa terhadap kemajuan jam’iyah tanpa dibarengi dengan
kemauan baik yang kuat dari para pemimpin dan anggotanya.
Pilosofi
jam’iyah yang dianut Persis adalah “Kaljasadil
Wahid” dan “Kalbunyanul Marsus” yang berarti jamiyah yang menekankan
kekompakan dan soliditas seperti satu kesatuan tubuh, dan keteguhan,
konsistensi perjuangan laksana kekokohan satu bangunan. Hal ini meniscayakan
adanya; imamah-imarah sebagai qiyadah, keanggotaan sebagai jundiyah, dan
Qaidah-qaidah jamiyah sebagai nidham dan dustur. Oleh sebab itu pula seluruh
pimpinan dan anggota Persis berkewajiban memahami dan menghayati pasal-pasal
yang terkandung dalam QAQD PERSIS.[10]
2.
Struktur Kelembagaan Menurut Qanun Asasi dan
Dakhili PERSIS
Dewan
Hisbah, Majelis Ulama Persatuan Islam, Majelis Fatwa atau Majelis Goeroe
Agama menurut Qanun Asasi atau Anggaran Dasar Persatuan Islam sejak berdirinya
tahun 1923 sampai dengan tahun 2000 sebagai berikut:
Menurut
anggaran dasar Persatuan Islam tahun 1923, cetakan kedua tanggal 28 Agustus
1934, halaman 8 Pasal 9 dengan bahasa dan ejaan lama menyebutkan sebagai
berikut: Madjelis Fatwa dan Pekerdjaannja. Dalam perserikatan ini diadakan
satu badan majelis guru agama terdiri dari sedikitnja dari tiga anggota yang
memberi fatwa dalam segala urusan-urusan yang berhubungan dengan agama yang sudah
ada atau belum diputuskan oleh pengurus besar atau Muktamar.[11]
Menurut
Anggaran Dasar Persatuan Islam tahun 1953 pasal VII menjelaskan: Persatuan
Islam mempunyai Majelis Ulama yang bertugas menyelidik dan menetapkan
hukum-hukum Islam berdasarkan Quran dan Sunnah dan pusat pimpinan
menyiarkannya.
Menurut
Qanun Asasi Persis tahun 1957 Bab V pasal 1 tentang fungsi dan kedudukan
Majelis Ulama Persis adalah sebagai berikut:
a.
Persatuan Islam mempunyai Majelis Ulama yang
bertugas menyelidiki dan menetapkan hukum-hukum Islam berdasarkan al-Quran dan
al-Sunnah, dan Pimpinan Pusat menyiarkannya.
b.
Majelis Ulama diangkat oleh Pemimpin Pusat buat
selama-lamanya.
c.
Sesuai dengan kedudukannya sebagai waratsatul
anbiya, Majelis Ulama mempunyai hak veto (menolak dan membatalkan). Segala
keputusan dan langkah yag diambil dalam segala instansi oragannisasi Persatuan
Islam.
Qaidah Majelis Ulama pasal 2 mengatur cara
bekerja Majelis Ulama :
a.
Segala keputusan dan atau ketetapan yang
diambil oleh Majelis Ulama dalam lapangan hukum agama wajib dipatuhi oleh pusat
pimpinan dan segenap anggota Persatuan Islam.
b.
Instansi Majelis Ulama hanya diadakan oleh
Pimpinan Pusat.
c.
Cabang-cabang berhak mencalonkan ulama
daerahnya kepada pusat pimpinan untuk menjadi anggota Majelis Ulama disertai
riwayat hidup ulama tersebut.
d.
Pusat Pimpinan berhak menolak calon yang
diajukan itu.
Menurut
Qanun Asasi 12 September 1957 yang disempurnakan pada tanggal 12 Oktober 1963
Pasal 4 (B) menerangkan sebagai berikut:
a.
Bagian hukum yang bernama Majelis Ulama
yang anggota-anggotanya diangkat oleh Pusat Pimpinan Persatuan Islam, dipilih
dari mereka yang aktif dan mendapat kepercayaan di dalam daerahnya.
b.
Majelis Ulama berkewajiban menyelidiki dan
meneliti hukum-hukum syara’ serta menetapkannya dengan berdasarkan Quran
dan Sunah Nabi.
c.
Cara bekerja Majelis Ulama diatur dalam Qaidah
Majelis Ulama yang tidak bertentangan isinya dengan Qanun Asasi ini dan
disahkan oleh Pusat Pimpinan Persatuan Islam.
d.
Majelis Ulama Persatuan Islam di bidang hukum
adalah pembantu Pusat Pimpinan Persatuan Islam di bidang hukum syara’
yang menajadi dasar organisasi ini.
Menurut
Qanun Asasi 19 Februari 1968 dengan panitia perubahannya ; Ketua Muhammad
Rusyad Nurdin dan Sekretarisnya Junus Anis, pada halaman 10 Pasal 8 menyebutkan
sebagai berikut :
a.
Pusat pempinan Persatuan Islam membentuk Dewan
Hisbah.
b.
Dewan Hisbah berkewajiban membantu Pusat
Pimpinan Persatuan Islam dalam meneliti hukum-hukum Islam dan mengatasi
pelaksanaannya serta memberikan teguran atas pelanggaran-pelanggaran hukum
Islam yang dilakukan oleh para pimpinan dan anggota jamiyah dengan cara khusus.
Menurut
Qanun Asasi tahun 1991 Bab II Pasal 12 Menyebutkan : Bahwa Dewan Hisbah
dibentuk dan ditetapkan oleh Pusat Pimpinan dan merupakan Dewan Pertimbangan
serta Pengkajian syara’ dalam jam’iyah.
Menurut
Qanun Asasi tahun 1996 Bab II Pasal 13 Menyebutkan sebagai berikut:
a.
Dewan Hisbah dibentuk dan ditetapkan oleh
pimpinan Pusat.
b.
Dewan Hisbah merupakan Dewan Pertimbangan dan
pengkajian syara’ dalam jami’yah.[12]
Menurut
Qanun Asasi tahun 2000 Bab II Pasal 13 Menyebutkan mengenai fungsi dan
kedudukan dewan hisbah adalah sebagai berikut:
a.
Dewan Hisbah dibentuk dan ditetapkan oleh Dewan
Hisbah.
b.
Dewan Hisbah merupakan Dewan Pertimbangan dan
pengawasan bagi jami’yah
3.
Contoh Qanun Asasi PERSIS
Dalam BAB I dijelaskan Bahwa Wajah secara
bahasa artinya muka. Maksudnya adalah permukaan, penampilan luar, atau
performa dan cirri-ciri lahiriyah jam’iyah Persis. Seperti nama, bentuk,
tanggal berdirinya, dan lambang resmi jam’iyah.Wijhah maksudnya adalah
substansi atau isi dan nilai dari wajah jam’iyah. Yaitu sifat, tujuan, cita-cita,
dan program perjuangan dari jam’iyah. Wajah adalah alat atau sarana
untuk mengekspresikan wijhah.
Dalam Pasal 1 Ayat 1dijelaskan bahwa Istilah jam’iyah
diambil dari bahasa Arab yang arti dan maksudnya sama dengan istilah
organisasi. Karena itu kedua kata ini sering disebutkan di lingkungan Persatuan
Islam dalam maksud yang sama.
Sedangkan dalam Pasal 2 Ayat 1 dijelaskan bahwa
Islam menurut al-Qur’ân adalah :
1.
Satu-satunya aturan dan system hidup yang
sempurna dan lengkap serta abadi sepanjang zaman yang Allah tetapkan bagi
makhluk-Nya
2.
Agama yang diwahyukan kepada semua para nabi
dan rasul yang diakhiri oleh Nabi Muhammad saw.
3.
Satu-satunya jalan keselamatan dan kesuksesan
dunia dan akhirat
Dalam Ayat 2
dijelaskan bahwa Berjamaah maksudnya hidup berorganisasi, bersatu padu
dalam bimbingan nilai-nilai kebenaran Islam yang bersumber al-Qur’ân, Sunnah
Nabi, dan praktek kehidupan generasi awal Islam yang diridhai Allah.Berimarah
maksudnya hidup dalam satu sistem komando yang rapi, jelas dan bertanggungjawab
sesuai dengan nidham (pedoman dan tata kerja) jam’iyah.[13]
DalamAyat 3
dijelaskan bahwa Harakah artinya gerakan atau usaha yang
direncanakan dan dilaksanakan secara sistematis.Tajdid artinya
pembaharuan. Maksudnya bahwaPemuda Persis adalah jam’iyah yang bergerak dalam
perjuangan pembaharuan Islam.
Dalam Ayat 4
dijelaskan bahwa Jalan perjuangan Persis yang utama adalah pendidikan dan
dakwah dalam segala bentuknya.
Dalam Pasal 5 dijelaskan
bahwa Ashabun dan hawariyun Islam maksudnya adalah pengamal,
pengawal, pendakwah dan pembela ajaran islam yang sungguh-sungguh.Kaljasadil
wahid maksudnya sikap hidup bersatu dalam naungan Islam, tolong-menolong
dan saling membela laksana saling membelanya satu anggota tubuh dengan anggota
yang lainnya.Bunyanul Islam maksudnya masyarakat Islam yang hidup dengan
sistem nilai dan hukum yang bersumber dari ajaran Islam
Dalam BAB II
Pasal 10 dijelaskan bahwa Yang dimaksud Organisasi Kemasayarakat sejenis adalah
sejenis dalam bentuk dan sifatnya dengan jam’iyah Persis. Baik itu Ormas
kepemudaan ataupun Ormas umum, di dalam maupun di luar negri.
Dalam Pasal 14
dijelaskan bahwa Mekanisme dan prosedur pendirian Perwakilan dan Lembaga Khusus
ditetapkan dalam Pedoman Kerja Jam’iyah atau melalui keputusan rapat pimpinan.
4.
Contoh Qanun Dakhili PERSIS
Dalam BAB I
Pasal 1 dijelaskan bahwa Untuk melaksanakan Muktamar, Pimpinan Pusat Pemuda
Persis membentuk Panitia Muktamar Sesuai dengan batas kewenangan bagian otonom
yang diberikan oleh Qanun Asasi-Qanun Dakhili Persatuan Islam, Persis dapat
melaksanakan Muktamar berdiri sendiri tanpa bergabung waktu dan tempatnya
dengan Muktamar Persis.
Dalam BAB I
Pasal 19 dijelaskan bahwa Rangkap jabatan yang dimaksud pada ayat 1 pasal ini
yaitu rangkap jabatan di internal Persis, baik dalam satu jenjang kepemipinan
seperti merangkap jabatan antara Bidang Dakwah dan Bidang Sosial, atau pada
jenjang kepemimpinan yang berbeda seperti menjadi ketua Bidang di Pimpinan
Cabang juga menjadi Ketua Bidang di Pimpinan Daerah.[14]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pada dasarnya, perhatian Persis ditujukan
terutama pada penyebaran faham Al-quran dan sunah. Hal ini dilakukan melalui
berbagai aktivitas, di antaranya dengan mengadakan pertemuan-pertemuan umum,
tabligh, khutbah, kelompok studi, tadarus, pendirian sekolah-sekolah (
pesantren ), penerbitan majalah-majalah dan kitab-kitab, serta berbagai
aktivitas keagamaan lainnya.
Dalam bidang
pendidikan, diselenggarakan kelas pendidikan akidah dan ibadah bagi orang
dewasa. Serta didirikan juga lembaga pendidikan kanak-kanak dan Holland
Inlandesch School ( HIS ) yang merupakan proyek lembaga Pendidikan Islam
(Pendis) di bawah pimpinan Mohammad Natsir. Melalui penerbitan inilah, Persis
menyebarluaskan pemikiran dan ide-ide mengenai dakwah dan tajdid.
Gerakan dakwah dan tajdid Persis juga dilakukan melalui
serangkaian kegiatan khutbah dan tabligh yang kerap digelar di daerah-daerah,
baik atas inisiatif Pimpinan Pusat Persis, permintaan dari cabang-cabang,
undangan dari organisasi Islam lainnya, maupun atas permintaan masyarakat luas.
Qaidah Asasi
& Qaidah Dakhili adalah pedoman dasar yang berfungsi laksana peta dan rute
perjalanan dalam mengemudikan jam’iyah agar berlayar menuju pelabuhan harapan
dengan cepat, tepat serta selamat sentosa sebagaimana dicita-citakan semua
penumpangnya. Sebagai nakhoda bahtera jam’iyah, Ketua Umum dibantu oleh
sejumlah personil yang masing-masing diberi tugas khusus. Sebagai landasan
jam’iyah, yang pada organisasi lain pada umumnya sering disebut Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga, Qaidah Asasi memuat aturan-aturan dasar dan
pasal-pasal peraturan yang prinsipil, sedang Qaidah Dakhili memuat pasal-pasal
peraturan yang lebih teknis.
B.
Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan
setelah membahas makalah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kepada seluruh
umat Islam hendaklah bertekad untuk meneruskan perjuangan dalam rangka
menyebarkan Pendidikan dan Dakwah sebagaimana yang telah dilakukan oleh PERSIS
dulu.
2. Kepada seluruh
remaja Islam tegakanlah hukum syari’at Islam sesuai dengan ajaran Islam supaya
tercipta masyarakat yang Islami.
DAFTAR PUSTAKA
1. Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam. Bandung.Rajawali
Press. 2010.
2. Noer, Deliar. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942.
Jakarta. LP3ES. 1996.
3. Asrohah ,Harun.
Sejarah Pendidikan Islam Jakarta: Logos wacana ilmu. 2001
4. Anshari, Endang Saifudin. Wawasan Islam; Pokok-Pokok Pikiran tentang
Paradigma dan Sistem Islam. Jakarta. GemaInsani Press. 2004.
5. Badri
Khaeruman, Persfektif Pemikiran dan Peran Pembaruan Persis, PT. Rakasta
Samsta: Jakarta, 2005.
6. Dadan Wildan, PERSIS Dalam Pentas
Sejarah Islam, Bandung. 2005
7. Pusat Pimpinan Persatuan Islam, Tafsir
Qanun Asasi dan Qanun Dakhili Persatuan Islam, PP. PERSIS, Persatuan Islam,
Bandung, 2005.
[1] Badri
Khaeruman, Persfektif Pemikiran dan Peran Pembaruan Persis, PT. Rakasta
Samsta: Jakarta, 2005.hal.54
[2]
Ibid,hal 58
[3] Noer, Deliar. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942.
Jakarta. LP3ES. 1996.hal.75
[4] Ibid,hal
95
[5] Anshari, Endang Saifudin. Wawasan Islam; Pokok-Pokok Pikiran
tentang Paradigma dan Sistem Islam. Jakarta. GemaInsani Press. 2004.hal 153
[6] Ibid
hal 152
[7] Ibid
hal 186
[8] Dadan Wildan, PERSIS Dalam Pentas
Sejarah Islam, Bandung. 2005.hal 68
[9] Pusat Pimpinan Persatuan Islam, Tafsir
Qanun Asasi dan Qanun Dakhili Persatuan Islam, PP. PERSIS, Persatuan Islam,
Bandung, 2005.Hal 172
[10] Ibid
hal 175
[11] Ibid
hal 180
[12] Dadan Wildan, PERSIS Dalam Pentas
Sejarah Islam, Bandung. 2005.hal 89
[13]
Ibid hal 96
[14] Ibid
Hal 104
untuk struktur organisasi nya sendiri itu seperti apa?
BalasHapusuntuk struktur organisasi nya sendiri itu seperti apa?
BalasHapusIzin share
BalasHapus