Rabu, 29 Oktober 2014

Anatonomi PERSIS dan QAQD PERSIS


BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang Masalah
Akhir abad ke 19 merupakan momentum bagi kebangkitan dunia Islam. Kesadaran ini muncul setelah dunia Islam melihat perputaran roda sejarah berbalik: dunia Barat maju dan dunia Islam terpuruk, bahkan Islam menjadi bulan-bulanan dunia Barat yang Kristen itu. Dari realitas sejarah ini kemudian muncul gerakan yang mencoba untuk melakukan otokritik secara kritis dengan cara melakukan evaluasi sebab-sebab terjadinya perputaran roda sejarah yang berbalik itu.
Gerakan ini lebih mengemuka di hampir dunia Islam pada abad ke 20 dengan nama gerakan pembaharuan pemikiran Islam. Tema sentral ide pembaharuan pemikiran dalam Islam di atas terletak pada kata kunci I’adatu al-Islam, yakni keinginan masyarakat Islam untuk mengembalikan peran dunia Islam dalam percaturan global peradaban dunia, yang dulu pernah dilakukan Islam. Salah satu wujud dari I’adatu al-lslam itu adalah lajdid al-fahm, yakni memperbaharui kembali cara pandang dalam menjawab problematika yang berkembang dengan kembali kepada al-Quran dan al-Hadis. Tajdid al-fahm ini dilakukan karena kemunduran dunia Islam diakibatkan penempatan qaul ulama abad pertengahan dijadikan rujukan utama dalam menjawab persoalan kontemporer sehingga yang terjadi kemudian adalah bias-bias dan kekakuan karena qaul itu sendiri muncul dan dirumuskan berdasarkan setting sosial oleh ulama ketika masih hidup. Adapun tema sentral gerakan untuk memulihkan dunia Islam adalah pemurnian akidah, ibadah dan semangat ijtihad di tengah masyarakat singkretik dan masyarakat yang berorientasi taklid.
Menjamurnya gerakan pembaharuan pemikiran Islam seperti yang berkembang di dunia Islam di atas juga berkembang di Indonesia yang muncul pada awal abad ke-20, yang salah satunya adalah Persatuan Islam (PERSIS). Dalam makalah ini, penulis akan mencoba memaparkan Otonomi PERSIS sebagai ormas Pendidikan dan Dakwah serta refleksi Qanun Asasi dan Dkhili PERSIS.
B.       Perumusan Masalah
Dalam penulisan Makalah ini akan dirumuskan beberapa masalah antara lain adalah sebagai berikut :
1.    Bagaimana Otonomi PERSIS sebagai Ormas Pendidikan dan Dakwah ?
2.    Bagaimana Qanun Asasi dan Dkhili PERSIS itu ?
BAB II
PEMBAHASAN

A.  Otonomi Persis Sebagai Ormas Pendidikan Dan Dakwah
1.    Sejarah Berdirinya PERSIS
Persatuan Islam (Persis) berdiri pada abad ke-20 yaitu pada permulaan tahun 1920-an, tepatnya tanggal 12 September 1923 di Bandung. Adapun yang pertama mempunyai gagasan terbentuknya Persis ini adalah H. Zam-zam bersama temannya H. Muhammad Yunus. H. Zam-zam adalah seorang alumnus Darul-Ulum (Mekah) sejak tahun 1910-1912 beliau menjadi guru agama di Darul-Muta'alimin. Sedangkan H. Muhammad Yunus adalah seorang pedagang sukses, di masa mudanya beliau mendapatkan pendidikan agama secara tradisional dan menguasai Bahasa Arab sehingga beliau mampu mempelajari kitab-kitab secara autodidak.
H. Zam-zam dan H. Muhammad Yunus mempunyai latar belakang dan kultur yang sama. Hal inilah yang menyatukan mereka dalam mendalami keislaman. Dalam setiap diskusi, H. Zamzam dan Muhammad Yunus, merupakan pembicara utama, keduanya banyak mengemukakan pikiran baru. Keduanya memang memiliki kapasitas dan wawasan pengetahuan yang cukup luas dalam masalah keagamaan.
Suatu saat mereka diskusi, temanya itu adalah mengenai perselisihan paham keagamaan antara al-Irsyâd dan Jami'at Khair. Sejak saat itu, pertemuan-pertemuan berikutnya menjelma menjadi kelompok penelaah, semacam studi club dalam bidang keagamaan di mana para anggota kelompok tersebut dengan penuh kecintaan menelaah, mengkaji, serta menguji ajaran-ajaran yang diterimanya. Diskusi mereka juga dilakukan dengan para jama'ah shalat Jum'ah, sehingga frekuensi bertambah dan pembahasannya makin mendalam. Jumlah mereka tidak banyak hanya sekitar 12 orang. Diskusi tersebut semakin intensif dan menjadi tidak terbatas dalam persoalan keagamaan saja terutama dikhotomis tradisional-modernis Islam yang terjadi ketika itu, yang diwakili oleh Jamî'at Khair dan al-Irsyâd di Batavia, tetapi juga menyentuh pada masalah-masalah komunisme yang menyusup ke dalam Syarikat Islam (SI), dan juga usaha-usaha orang Islam yang berusaha menghadapi pengaruh komunikasi tersebut.[1]
Maka sejak saat itu, timbulah gagasan di kalangan mereka untuk mendirikan organisasi Persatuan Islam atau nama lain yang diajukan oleh kelompok ini yaitu Permupakatan Islam, untuk mengembalikan ummat Islam kepada pimpinan al-Qur'an dan al-Sunnah. Organisasi yang didirikan di Bandung ini untuk menampung kaum muda maupun kaum tua, yang memiliki perhatian pada masalah-masalah agama. Kegiatan utamanya adalah diskusi
Maka dapat disimpulkan bahwa lahirnya Persis Diawali dengan terbentuknya suatu kelompok tadarusan (penalaahan agama Islam di kota Bandung yang dipimpin oleh H. Zamzam dan H. Muhammad Yunus, dan kesadaran akan kehidupan berjamaah, berimamah, berimarah dalam menyebarkan syiar Islam, menumbuhkan semangat kelompok tadarus ini untuk mendirikan sebuah organisasi baru dengan cirri dan karateristik yang khas.[2]
Pada tanggal 12 September 1923, bertepatan dengan tanggal 1 Shafar 1342 H, kelompok tadarus ini secara resmi mendirikan organisasi yang diberi nama “Persatuan Islam” (Persis). Nama persis ini diberikan dengan maksud untuk mengarahkan ruhul ijtihad dan jihad, berusaha dengan sekuat tenaga untuk mencapai harapan dan cita-cita yang sesuai dengan kehendak dan cita-cita organisasi, yaitu persatuan pemikiran Islam, persatuan rasa Islam, persatuan suara Islam, dan persatuan usaha Islam. Falsafah ini didasarkan kepada firman Allah Swt dalam Al Quran Surat Ali Imran ayat 103 :
(#qßJÅÁtGôã$#ur È@ö7pt¿2 «!$# $YèÏJy_ Ÿwur (#qè%§xÿs? 
“Dan berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali (undang-undang (aturan) Allah seluruhnya dan janganlah kamu bercerai berai”.
Serta sebuah hadits Nabi Saw, yang diriwayatkan oleh Tirmidzi:
يد الله مع الجماعة
 “Kekuatan Allah itu bersama al-Jama’ah”.
2.    Visi,Misi dan Tujuan PERSIS
a.      Visi : Terwujudnya Al-Jama’ah sesuai tuntutan Al-Quran dan As-Sunah.
b.      Misi:
1.         Mengembalikan umat kepada Alquran dan Sunah.
2.         Menghidupkan ruh al-jihad, ijtihad dan tajdid.
3.         Mewujudkan Mujahid, Mujtahid, dan Muwahid.
4.         Meningkatkan kesejahteraan umat.
c.      Tujuan: Terlaksananya syariat Islam berlandaskan Al-Quran dan Sunah secara kâffah dalam segala aspek kehidupan.[3]
3.    Proses Pendidikan PERSIS
Pada dasarnya, perhatian Persis ditujukan terutama pada penyebaran faham Al-quran dan sunah. Hal ini dilakukan melalui berbagai aktivitas, di antaranya dengan mengadakan pertemuan-pertemuan umum, tabligh, khutbah, kelompok studi, tadarus, pendirian sekolah-sekolah ( pesantren ), penerbitan majalah-majalah dan kitab-kitab, serta berbagai aktivitas keagamaan lainnya.
Dalam bidang pendidikan, pada 1924 diselenggarakan kelas pendidikan akidah dan ibadah bagi orang dewasa. Pada 1927, didirikan lembaga pendidikan kanak-kanak dan Holland Inlandesch School ( HIS ) yang merupakan proyek lembaga Pendidikan Islam (Pendis) di bawah pimpinan Mohammad Natsir. Kemudian, pada 4 Maret 1936, secara resmi didirikan Pesantren Persis yang pertama dan diberi nomor satu di Bandung.
Dalam bidang penerbitan ( publikasi ), Persis banyak menerbitkan buku-buku dan majalah-majalah,di antaranya majalah Pembela Islam ( 1929 ), Al-Fatwa ( 1931 ), Al-Lissan ( 1935 ),At-Taqwa ( 1937 ), majalah berkala Al-Hikam ( 1939 ), Aliran Islam ( 1948 ), Risalah ( 1962 ),Pemuda Persis Tamaddun ( 1970 ), majalah berbahasa Sunda Iber ( 1967 ), dan berbagai majalah ataupun siaran publikasi yang diterbitkan oleh cabang-cabang Persis di berbagai tempat. Beberapa di antara majalah tersebut saat ini sudah tidak diterbitkan lagi.[4]
Melalui penerbitan inilah, Persis menyebarluaskan pemikiran dan ide-ide mengenai dakwah dan tajdid. Bahkan, tak jarang di antara para dai ataupun organisasi-organisasi keislaman lainnya menjadikan buku-buku dan majalah-majalah terbitan Persis ini sebagai bahan referensi mereka.
Salah satu usaha PERSIS dalam bidang Pendidikan yaitu membentuk kelompok tadarusan,kemudian kelompok tadarus ini sepakat mendirikan organisasi yang diberi nama Persatuan Islam. Nama Persatuan Islam ini diberikan dengan maksud untuk mengarahkan ruhul-ijtihad dan jihad: berusaha sekuat tenaga mencapai harapan dan cita-cita yang sesuai dengan kehendak dan cita-cita organisasi, yaitu persatuan pemikiran Islam, persatuan rasa Islam, persatuan suara Islam, dan persatuan usaha Islam.
Ide persatuan pemikiran, rasa, suara, dan usaha Islam ini diilhami firman Allah dalam Al-Quran surah Ali-Imran ayat 103 dan hadis Nabi SAW yang memerintahkan pentingnya persatuan.
Dalam perkembangannya, konsep persatuan pemikiran, rasa, suara, dan usaha Islam ini dituangkan Persis melalui gerakan pendidikan Islam dan dakwah. Persis juga berusaha menegakkan ajaran Islam secara utuh tanpa dicampuri khurafat, syirik, dan bid’ah.
4.    Proses Dakwah PERSIS
Gerakan dakwah dan tajdid Persis juga dilakukan melalui serangkaian kegiatan khutbah dan tabligh yang kerap digelar di daerah-daerah, baik atas inisiatif Pimpinan Pusat Persis, permintaan dari cabang-cabang, undangan dari organisasi Islam lainnya, maupun atas permintaan masyarakat luas.
Pada masa Ahmad Hassan, guru utama Persis, kegiatan tabligh yang digelar Persis tidak hanya bersifat ceramah, tetapi juga diisi dengan menggelar perdebatan tentang berbagai masalah keagamaan. Misalnya, perdebatan Persis dengan Al-Ittihadul Islam di Sukabumi pada 1932, kelompok Ahmadiyah ( 1933 ), Nahdlatul Ulama ( 1936 ), kelompok Kristen, kalangan nasionalis, bahkan polemik yang berkepanjangan antara Ahmad Hassan dan Ir Soekarno tentang paham kebangsaan.
Sepeninggal Ahmad Hassan, aktivitas dakwah dengan perdebatan ini mulai jarang dilakukan. Persis tampaknya lebih menonjolkan sikap low profile sambil tetap melakukan edukasi untuk menanamkan semangat keislaman yang benar. Namun, bukan berarti tidak siap untuk berdiskusi dengan kelompok yang memiliki pandangan berbeda dalam satu bidang tertentu. Jika dibutuhkan, Persis siap melakukan gebrakan yang bersifat shock therapy.[5]
Di pengujung abad ke-20, aktivitas Persis meluas ke aspek-aspek lain. Orientasi Persis dikembangkan dalam berbagai bidang yang menjadi kebutuhan umat. Mulai dari bidang pendidikan ( tingkat dasar hingga pendidikan tinggi ), dakwah, bimbingan haji, zakat, sosial, ekonomi, perwakafan, dan lainnya.
Dalam perkembangannya, sejak tahun 1963, Persis mengoordinasi pesantren-pesantren dan lembaga-lembaga pendidikan yang tersebar di cabang-cabang Persis. Hingga Muktamar II di Jakarta tahun 1995, Persis tercatat telah memiliki 436 unit pesantren dari berbagai tingkatan.
Selain itu, Persis pun menyelenggarakan bimbingan jamaah haji dan umrah dalam kelompok Qornul Manazil, mendirikan beberapa bank Islam skala kecil ( Bank Perkreditan Rakyat / BPR ), mengembangkan perguruan tinggi, mendirikan rumah yatim dan rumah sakit Islam, membangun masjid, seminar, serta lainnya.
Dalam bidang organisasi, Persis membentuk Dewan Hisbah sebagai lembaga tertinggi dalam struktur organisasi. Dewan Hisbah ini difungsikan untuk meneliti masalah-masalah yang membutuhkan keputusan hukum,dan sebagai Dewan Peneliti Hukum Islam sekaligus sebagai pengawas pelaksanaannya di kalangan anggota Persatuan Islam,dan bertanggungjawab kepada Allah SWT dalam setiap kinerja dan keputusan-keputusan hukum yang difatwakannya.  
Dalam strategi da'wah, Persatuan Islam berlainan dengan Muhammadiyah yang mengutamakan penyebaran pemikiran-pemikirannya dengan tenang dan damai, Persatuan Islam seakan gembira dengan perdebatan dan polemik. Bagi Persatuan Islam dalam masalah agama tidak ada istilah kompromi. Apa yang dipandang tidak benar menurut dalil al-Qur`an dan al-Sunnah secara tegas ditolak. Sedangkan apa yang dianggap benar akan sampaikan walaupun pahit.
Latar belakang demikian itulah tampaknya yang membawa Persatuan Islam ke alam perdebatan, baik dalam rangka mempertahankan keyakinan keagamaannya maupun menunjukkan bahwa keyakinan agama yang dipegangi lawan dalam perdebatan itu dianggap salah. Dalam bidang publikasi melalui media cetak, pertama kali diterbitkan majalah Pembela Islam pada bulan Oktober 1929 di Bandung. Majalah tersebut terbit atas prakarsa Komite Pembela Islam yang diketuai oleh H. Zamzam. Penerbitannya berlangsung sampai tahun 1933 dan berhasil menerbitkan 72 nomor dengan sirkulasi sebanyak 2000 eksemplar, tersebar di seluruh pelosok tanah air bahkan sampai ke Malaysia dan Muangthai.[6]
Pada bulan Nopember 1931, Persatuan Islam menerbitkan majalah khusus yang membicarakan masalah-masalah agama, tanpa menantang pihak-pihak bukan Islam. Majalah ini diberi nama al-Fatwa, ditulis dalam hurup Jawi, sehingga lebih banyak diminati oleh kalangan muslim di Sumatera,Kalimantan dan Malaysia. Namun publikasi majalah ini hanya berlangsung sampai Oktober 1933 sebanyak 20 kali terbit dengan sirkulasi 1000 eksemplar. Sebagai gantinya pada tahun 1935 diterbitkan lagi majalah baru yang bernama al-Lisan yang berlangsung sampai bulan Juni 1942 dengan 65 nomor penerbitan. Akan tetapi pada masa itu erat kaitannya dengan perpindahan A. Hassan, maka nomor 47 (terbit bulan Mei 1940) sampai dengan nomor 65 terbit di Bangil, Pasuruan Jawa Timur.
Majalah lain yang terbit pada tahun 1930-an ialah al-Taqwâ, sebuah majalah dalam bahasa Sunda, yang sempat terbit 20 nomor dengan sirkulasi 1000 eksemplar. Ada pula majalah yang berisi artikel-artikel jawaban terhadap pertanyaan para pembaca, yang umumnya berkenaan dengan masalah agama, ialah sebuah majalah bernama Sual-Jawab.
Sejalan dengan situasi politik Indonesia, yaitu masa pendudukan Jepang dan diteruskan dengan gawatnya revolusi Indonesia, semua penerbitan Persatuan Islam terhenti. Baru pada tahun 1948 terbit majalah Aliran Islam meskipun bukan resmi diterbitkan oleh Persatuan Islam, tetapi selalu memuat tulisan-tulisan tokoh-tokoh seperti Isa Anshary, M. Natsir dan E. Abdurrahman, yang mengutamakan peranan umat Islam dalam kancah politik Indonesia.
Pada tahun 1954, di Bangil terbit majalah al-Muslimûn, yang secara resmi juga tidak diterbitkan atas nama Persatuan Islam, tetapi tetap mengembangkan paham-pahamnya terutama yang berkaitan dengan hukum dan pengetahuan agama Islam. Pada bulan Maret 1956, Persatuan Islam Bangil menerbitkan lagi majalah yang meneruskan cita-cita Pembela Islam yang diberi nama Himayat al-Islâm (Pembela Islam). Majalah ini terbit sembilan kali dan berhenti pada bulan Mei 1957.
Majalah resmi yang diterbitkan Persatuan Islam pada masa kemerdekaan ialah Hujjat al-Islâm pada tahun 1956, Setelah Persatuan Islam resmi berdiri kembali pada tahun 1948 yang berpusat di Bandung. Majalah tersebut hanya terbit satu kali, kemudian dilanjutkan pada tahun 1962 dengan majalah Risalah, yang dipimpin oleh KHE. Abdurrahman dan Yunus Anis.[7]
Di samping majalah-majalah, juga banyak diterbitkan buku-buku karangan tokoh Persatuan Islam seperti M. Isa Anshary, M. Natsir, KHE. Abdurrahman dan terutama buku-buku karangan A. Hassan yang yang paling banyak dan mendominasi kebutuhan baca anggota Persatuan Islam. Namun sejak saat itu dunia tulis menulis di kalangan ulama Persatuan Islam mengalami kemandegan, jika tidak boleh dikatakan tradisi itu mati sama sekali. Misalnya, untuk jenis buku terbaru yang bersifat kajian yang khas keagamaan Persatuan Islam, yang muncul ke permukaan terlihat baru ada satu, yaitu buku al-Hidâyah yang ditulis oleh Ustadz A. Zakaria dalam bahasa Arab, yang kemudian diterjemahkan oleh penulisnya ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan dalam 3 jilid pada tahun 1996. Selebihnya buku-buku yang beredar masih yang ditulis oleh ulama-ulama Persatuan Islam periode terdahulu.
B.  Refleksi Qanun Asasi dan Dakhili PERSIS
1.      Mengenal Qanun Asasi dan Dakhili PERSIS
Prinsip-prinsip perjuangan kembali kepada ajaran Quran Sunnah, yang sudah menjadi visi dan trademark PERSIS, secara kongkret telah tercantum dalam Qanun Asasi (anggaran dasar) dan Qanun Dakhili (Anggaran rumah tangga) PERSIS seperti yang dirumuskan dalam rencana Jihad pada Qanun Asasi PERSIS 1957 BAB II pasal 1 tentang rencana Jihad Umum yaitu:
1.    Mengembalikan kaum muslim kepada pimpinan Al-Qur’an dan Sunnah.
2.    Menghidupkan ruhul jihad diantara kalangan umat islam.
3.    Membasmi bid’ah, khurafat, takhayul dan syirik, dalam kalangan umat islam.
4.    Memperluas tersiarnya tabligh dan dakwah islamiyyah kepada segenap lapangan masyarakat.
5.    Menmgadakan, memlihara dan memakmurkan masjid, suarau dan langgar serta tempat ibadah lainnya untuk memimpin peribadatan umat islam menurut sunnah nabi yang sebenarnya menuju takwa.
6.    Mendirikan pesantren atau madrasah untuk mendidik putra-putri Islam dengan dasar Al-Qur’an dan Sunnah.
7.    Menerbitkan kitab, buku, majalah dan siaran-siaran lainnya guna mempertinggi kecerdasan kaum muslim dalam segala lapangan ilmu.
8.    Mengadakan dan memelikhara hubungan baiak dengan segenap organisasi dan gerakan Islam di Indonesia seluruh dunia Islam, menuju terwujudnya persatuan alam Islami.[8]
Rencana jihad Persis secara khusus, dirumuskan dalam baba II pasal 2 Qanun Asasi, sebagai berikut :
1.    Membentuk Hawariyyun Islam yang terdiri dari mubalighin dan mubalighat dengan jalan mempertajam serta memperdalam pengertian mereka dalam so’al-so’al ajaran Islam.
2.    Mendidik dan membentuk warga Anggota PERSIS supaya menjadi Uswatun hasanah bagi masyarakat sekelilingnya, baik dalam lapangan aqidah dan ibadah maupun dalam mu’amalah.
3.    Mengadakan tantangan dan perlawanan dan perlawanan terhadap aliran yang mengancam hidup keagamaan pada umumnya dan hidup keislaman pada khususnya, seperti paham materialism, atheism dan komunisme.
4.    Melakukan amar ma’ruf dan nahyi munkar dalam segala ruang dan waktu dan melawan golongan musuh-musuh islam dengan cara sepadan sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah.
Pada Qonun asasi produk muktamar 2000 Jakarta, Misi PERSIS yang bertujuan “Terlaksananya Syari’at Islam berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah secara Kaffah dalam segala Aspek kehidupan” dijabarkan lebih sipum pada pasal 5, rencana jihad sebagai berikut :
1.    Mengembangkan dan memberdayakan potensi Jam’iyyah demi terwujudnya Jam’iyyah sebagai Shuratun Mushaghgharatun ani islam wa hikmatu Al-Asma.
2.    Meningkatkan pemahaman dan pengalaman keislaman bagi anggota khususnya dan umat islam pada umumnya sehingga tercipta barisan Ulama, zu’ama, ashabun dan Hawariyun Islam yang senantiasa iltizam terhadap risalah Allah.
3.    Meningkatkan kesadaran dan pemberdayaan anggota khususnya dan umat islam pada umumnya sehingga tercipta barisan ulama dalam bermuamalat secara jama’I dalam setiap aspek kehidupan.[9]
Qaidah Asasi & Qaidah Dakhili adalah pedoman dasar yang berfungsi laksana peta dan rute perjalanan dalam mengemudikan jam’iyah agar berlayar menuju pelabuhan harapan dengan cepat, tepat serta selamat sentosa sebagaimana dicita-citakan semua penumpangnya. Sebagai nakhoda bahtera jam’iyah, Ketua Umum dibantu oleh sejumlah personil yang masing-masing diberi tugas khusus. Sebagai landasan jam’iyah, yang pada organisasi lain pada umumnya sering disebut Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Qaidah Asasi memuat aturan-aturan dasar dan pasal-pasal peraturan yang prinsipil, sedang Qaidah Dakhili memuat pasal-pasal peraturan yang lebih teknis.
Secara substantif, Muktamar X tidak memberikan perubahan yang mendasar terhadap pasal-pasal dalam QA maupun QD selain pasal tentang rangkap keanggotaan dengan ormas sejenis dan partai politik pada Qaidah Asasi serta memberi kebebasan menyusun format tasykil pimpinan untuk jenjang kepemimpinan yang berada di bawah Pimpinan Pusat. Pada Qaidah Asasi hasil Muktamar tahun 2000, rangkap ke anggotaan tidak dibenarkan akan tetapi masih diberi peluang dengan syarat seiring pimpinan pusat. Akan tetapi pada Muktamar 2005, para Muktamirin melalui voting memutuskan agar menutup rapat pintu rangkap keanggotaan secara mutlak dan tanpa toleran.
Terlepas dari kontroversi dan prokontra sepanjang proses pengambilan keputusan tersebut, sebagai jam’iyah yang berpegang pada etika syura berdasarkan Islam, pada akhirnya kita harus berpegang teguh pada prinsip, “jika kita sudah berbulat tekad maka hendaklah kita bertawakkal kepada Allah” sebagaimana dipesankan oleh Al Quran itu sendiri.
Pasal ini tentu saja tidak dimaksudkan sebagai bentuk pemberangusan atau perampasan hak-hak politik anggota. Apalagi jika sampai disimpulkan bahwa Pemuda Persis anti berpolitik. Justru dengan pasal ini, Pemuda Persis ditantang untuk membangun sistem dan pola perjuangan politik melalui gerakan dakwah jam’iyah yang lebih sejalan dengan prinsip-prinsip al-Qur’ân dan As Sunnah.
Jam’iyah yang mapan meniscayakan sebuah nidzam yang kokoh. Tetapi sebaik apapun nidzam tidak akan memberi makna apa-apa terhadap kemajuan jam’iyah tanpa dibarengi dengan kemauan baik yang kuat dari para pemimpin dan anggotanya.
Pilosofi jam’iyah yang dianut  Persis adalah “Kaljasadil Wahid” dan “Kalbunyanul Marsus” yang berarti jamiyah yang menekankan kekompakan dan soliditas seperti satu kesatuan tubuh, dan keteguhan, konsistensi perjuangan laksana kekokohan satu bangunan. Hal ini meniscayakan adanya; imamah-imarah sebagai qiyadah, keanggotaan sebagai jundiyah, dan Qaidah-qaidah jamiyah sebagai nidham dan dustur. Oleh sebab itu pula seluruh pimpinan dan anggota Persis berkewajiban memahami dan menghayati pasal-pasal yang terkandung dalam QAQD PERSIS.[10]
2.    Struktur Kelembagaan Menurut Qanun Asasi dan Dakhili PERSIS
Dewan Hisbah, Majelis Ulama Persatuan Islam, Majelis Fatwa atau Majelis Goeroe Agama menurut Qanun Asasi atau Anggaran Dasar Persatuan Islam sejak berdirinya tahun 1923 sampai dengan tahun 2000 sebagai berikut:
Menurut anggaran dasar Persatuan Islam tahun 1923, cetakan kedua tanggal 28 Agustus 1934, halaman 8 Pasal 9 dengan bahasa dan ejaan lama menyebutkan sebagai berikut: Madjelis Fatwa dan Pekerdjaannja. Dalam perserikatan ini diadakan satu badan majelis guru agama terdiri dari sedikitnja dari tiga anggota yang memberi fatwa dalam segala urusan-urusan yang berhubungan dengan agama yang sudah ada atau belum diputuskan oleh pengurus besar atau Muktamar.[11]
Menurut Anggaran Dasar Persatuan Islam tahun 1953 pasal VII menjelaskan: Persatuan Islam mempunyai Majelis Ulama yang bertugas menyelidik dan menetapkan hukum-hukum Islam berdasarkan Quran dan Sunnah dan pusat pimpinan menyiarkannya.
Menurut Qanun Asasi Persis tahun 1957 Bab V pasal 1 tentang fungsi dan kedudukan Majelis Ulama Persis adalah sebagai berikut:
a.    Persatuan Islam mempunyai Majelis Ulama yang bertugas menyelidiki dan menetapkan hukum-hukum Islam berdasarkan al-Quran dan al-Sunnah, dan Pimpinan Pusat menyiarkannya.
b.    Majelis Ulama diangkat oleh Pemimpin Pusat buat selama-lamanya.
c.    Sesuai dengan kedudukannya sebagai waratsatul anbiya, Majelis Ulama mempunyai hak veto (menolak dan membatalkan). Segala keputusan dan langkah yag diambil dalam segala instansi oragannisasi Persatuan Islam.
                              Qaidah Majelis Ulama pasal 2 mengatur cara bekerja Majelis Ulama :
a.    Segala keputusan dan atau ketetapan yang diambil oleh Majelis Ulama dalam lapangan hukum agama wajib dipatuhi oleh pusat pimpinan dan segenap anggota Persatuan Islam.
b.    Instansi Majelis Ulama hanya diadakan oleh Pimpinan Pusat.
c.    Cabang-cabang berhak mencalonkan ulama daerahnya kepada pusat pimpinan untuk menjadi anggota Majelis Ulama disertai riwayat hidup ulama tersebut.
d.   Pusat Pimpinan berhak menolak calon yang diajukan itu.
Menurut Qanun Asasi 12 September 1957 yang disempurnakan pada tanggal 12 Oktober 1963 Pasal 4 (B) menerangkan sebagai berikut:
a.    Bagian hukum yang bernama Majelis Ulama yang anggota-anggotanya diangkat oleh Pusat Pimpinan Persatuan Islam, dipilih dari mereka yang aktif dan mendapat kepercayaan di dalam daerahnya.  
b.    Majelis Ulama berkewajiban menyelidiki dan meneliti hukum-hukum syara’ serta menetapkannya dengan berdasarkan Quran dan Sunah Nabi.
c.    Cara bekerja Majelis Ulama diatur dalam Qaidah Majelis Ulama yang tidak bertentangan isinya dengan Qanun Asasi ini dan disahkan oleh Pusat Pimpinan Persatuan Islam.
d.   Majelis Ulama Persatuan Islam di bidang hukum adalah pembantu Pusat Pimpinan Persatuan Islam di bidang hukum syara’ yang menajadi dasar organisasi ini.
Menurut Qanun Asasi 19 Februari 1968 dengan panitia perubahannya ; Ketua Muhammad Rusyad Nurdin dan Sekretarisnya Junus Anis, pada halaman 10 Pasal 8 menyebutkan sebagai berikut :
a.    Pusat pempinan Persatuan Islam membentuk Dewan Hisbah.
b.    Dewan Hisbah berkewajiban membantu Pusat Pimpinan Persatuan Islam dalam meneliti hukum-hukum Islam dan mengatasi pelaksanaannya serta memberikan teguran atas pelanggaran-pelanggaran hukum Islam yang dilakukan oleh para pimpinan dan anggota jamiyah dengan cara khusus.
Menurut Qanun Asasi tahun 1991 Bab II Pasal 12 Menyebutkan : Bahwa Dewan Hisbah dibentuk dan ditetapkan oleh Pusat Pimpinan dan merupakan Dewan Pertimbangan serta Pengkajian syara’ dalam jam’iyah.
Menurut Qanun Asasi tahun 1996 Bab II Pasal 13 Menyebutkan sebagai berikut:
a.    Dewan Hisbah dibentuk dan ditetapkan oleh pimpinan Pusat.
b.    Dewan Hisbah merupakan Dewan Pertimbangan dan pengkajian syara’ dalam jami’yah.[12]
Menurut Qanun Asasi tahun 2000 Bab II Pasal 13 Menyebutkan mengenai fungsi dan kedudukan dewan hisbah adalah sebagai berikut:
a.    Dewan Hisbah dibentuk dan ditetapkan oleh Dewan Hisbah.
b.    Dewan Hisbah merupakan Dewan Pertimbangan dan pengawasan bagi jami’yah
3.      Contoh Qanun Asasi PERSIS
Dalam BAB I dijelaskan Bahwa Wajah secara bahasa artinya muka. Maksudnya adalah permukaan, penampilan luar, atau performa dan cirri-ciri lahiriyah jam’iyah Persis. Seperti nama, bentuk, tanggal berdirinya, dan lambang resmi jam’iyah.Wijhah maksudnya adalah substansi atau isi dan nilai dari wajah jam’iyah. Yaitu sifat, tujuan, cita-cita, dan program perjuangan dari jam’iyah. Wajah adalah alat atau sarana untuk mengekspresikan wijhah.
Dalam Pasal 1 Ayat 1dijelaskan bahwa Istilah jam’iyah diambil dari bahasa Arab yang arti dan maksudnya sama dengan istilah organisasi. Karena itu kedua kata ini sering disebutkan di lingkungan Persatuan Islam dalam maksud yang sama.
Sedangkan dalam Pasal 2 Ayat 1 dijelaskan bahwa Islam menurut al-Qur’ân adalah :        
1.    Satu-satunya aturan dan system hidup yang sempurna dan lengkap serta abadi sepanjang zaman yang Allah tetapkan bagi makhluk-Nya
2.    Agama yang diwahyukan kepada semua para nabi dan rasul yang diakhiri oleh Nabi Muhammad saw.
3.    Satu-satunya jalan keselamatan dan kesuksesan dunia dan akhirat
Dalam Ayat 2 dijelaskan bahwa Berjamaah maksudnya hidup berorganisasi, bersatu padu dalam bimbingan nilai-nilai kebenaran Islam yang bersumber al-Qur’ân, Sunnah Nabi, dan praktek kehidupan generasi awal Islam yang diridhai Allah.Berimarah maksudnya hidup dalam satu sistem komando yang rapi, jelas dan bertanggungjawab sesuai dengan nidham (pedoman dan tata kerja) jam’iyah.[13]
DalamAyat 3 dijelaskan bahwa Harakah artinya gerakan  atau usaha yang direncanakan dan dilaksanakan secara sistematis.Tajdid artinya pembaharuan. Maksudnya bahwaPemuda Persis adalah jam’iyah yang bergerak dalam perjuangan pembaharuan Islam.
Dalam Ayat 4 dijelaskan bahwa Jalan perjuangan Persis yang utama adalah pendidikan dan dakwah dalam segala bentuknya.
Dalam Pasal 5 dijelaskan bahwa Ashabun dan hawariyun Islam maksudnya adalah pengamal, pengawal, pendakwah dan pembela ajaran islam yang sungguh-sungguh.Kaljasadil wahid maksudnya sikap hidup bersatu dalam naungan Islam, tolong-menolong dan saling membela laksana saling membelanya satu anggota tubuh dengan anggota yang lainnya.Bunyanul Islam maksudnya masyarakat Islam yang hidup dengan sistem nilai dan hukum yang bersumber dari ajaran Islam
Dalam BAB II Pasal 10 dijelaskan bahwa Yang dimaksud Organisasi Kemasayarakat sejenis adalah sejenis dalam bentuk dan sifatnya dengan jam’iyah Persis. Baik itu Ormas kepemudaan ataupun Ormas umum, di dalam maupun di luar negri.
Dalam Pasal 14 dijelaskan bahwa Mekanisme dan prosedur pendirian Perwakilan dan Lembaga Khusus ditetapkan dalam Pedoman Kerja Jam’iyah atau melalui keputusan rapat pimpinan.
4.      Contoh Qanun Dakhili PERSIS
Dalam BAB I Pasal 1 dijelaskan bahwa Untuk melaksanakan Muktamar, Pimpinan Pusat Pemuda Persis membentuk Panitia Muktamar Sesuai dengan batas kewenangan bagian otonom yang diberikan oleh Qanun Asasi-Qanun Dakhili Persatuan Islam, Persis dapat melaksanakan Muktamar berdiri sendiri tanpa bergabung waktu dan tempatnya dengan Muktamar Persis.
Dalam BAB I Pasal 19 dijelaskan bahwa Rangkap jabatan yang dimaksud pada ayat 1 pasal ini yaitu rangkap jabatan di internal Persis, baik dalam satu jenjang kepemipinan seperti merangkap jabatan antara Bidang Dakwah dan Bidang Sosial, atau pada jenjang kepemimpinan yang berbeda seperti menjadi ketua Bidang di Pimpinan Cabang juga menjadi Ketua Bidang di Pimpinan Daerah.[14]

BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Pada dasarnya, perhatian Persis ditujukan terutama pada penyebaran faham Al-quran dan sunah. Hal ini dilakukan melalui berbagai aktivitas, di antaranya dengan mengadakan pertemuan-pertemuan umum, tabligh, khutbah, kelompok studi, tadarus, pendirian sekolah-sekolah ( pesantren ), penerbitan majalah-majalah dan kitab-kitab, serta berbagai aktivitas keagamaan lainnya.
Dalam bidang pendidikan, diselenggarakan kelas pendidikan akidah dan ibadah bagi orang dewasa. Serta didirikan juga lembaga pendidikan kanak-kanak dan Holland Inlandesch School ( HIS ) yang merupakan proyek lembaga Pendidikan Islam (Pendis) di bawah pimpinan Mohammad Natsir. Melalui penerbitan inilah, Persis menyebarluaskan pemikiran dan ide-ide mengenai dakwah dan tajdid.
Gerakan dakwah dan tajdid Persis juga dilakukan melalui serangkaian kegiatan khutbah dan tabligh yang kerap digelar di daerah-daerah, baik atas inisiatif Pimpinan Pusat Persis, permintaan dari cabang-cabang, undangan dari organisasi Islam lainnya, maupun atas permintaan masyarakat luas.
Qaidah Asasi & Qaidah Dakhili adalah pedoman dasar yang berfungsi laksana peta dan rute perjalanan dalam mengemudikan jam’iyah agar berlayar menuju pelabuhan harapan dengan cepat, tepat serta selamat sentosa sebagaimana dicita-citakan semua penumpangnya. Sebagai nakhoda bahtera jam’iyah, Ketua Umum dibantu oleh sejumlah personil yang masing-masing diberi tugas khusus. Sebagai landasan jam’iyah, yang pada organisasi lain pada umumnya sering disebut Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Qaidah Asasi memuat aturan-aturan dasar dan pasal-pasal peraturan yang prinsipil, sedang Qaidah Dakhili memuat pasal-pasal peraturan yang lebih teknis.
B.  Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan setelah membahas makalah tersebut adalah sebagai berikut:
1.    Kepada seluruh umat Islam hendaklah bertekad untuk meneruskan perjuangan dalam rangka menyebarkan Pendidikan dan Dakwah sebagaimana yang telah dilakukan oleh PERSIS dulu.
2.    Kepada seluruh remaja Islam tegakanlah hukum syari’at Islam sesuai dengan ajaran Islam supaya tercipta masyarakat yang Islami.

DAFTAR PUSTAKA
1.    Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam. Bandung.Rajawali Press. 2010.
2.    Noer, Deliar. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta. LP3ES. 1996.
3.    Asrohah ,Harun. Sejarah Pendidikan Islam Jakarta: Logos wacana ilmu. 2001
4.    Anshari, Endang Saifudin. Wawasan Islam; Pokok-Pokok Pikiran tentang Paradigma dan Sistem Islam. Jakarta. GemaInsani Press. 2004.
5.    Badri Khaeruman, Persfektif Pemikiran dan Peran Pembaruan Persis, PT. Rakasta Samsta:  Jakarta, 2005.
6.    Dadan Wildan, PERSIS Dalam Pentas Sejarah Islam, Bandung. 2005
7.    Pusat Pimpinan Persatuan Islam, Tafsir Qanun Asasi dan Qanun Dakhili Persatuan Islam, PP. PERSIS, Persatuan Islam, Bandung, 2005.



[1] Badri Khaeruman, Persfektif Pemikiran dan Peran Pembaruan Persis, PT. Rakasta Samsta:  Jakarta, 2005.hal.54

[2] Ibid,hal 58
[3] Noer, Deliar. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta. LP3ES. 1996.hal.75
[4] Ibid,hal 95
[5] Anshari, Endang Saifudin. Wawasan Islam; Pokok-Pokok Pikiran tentang Paradigma dan Sistem Islam. Jakarta.  GemaInsani Press. 2004.hal 153

[6] Ibid hal 152
[7] Ibid hal 186
[8] Dadan Wildan, PERSIS Dalam Pentas Sejarah Islam, Bandung. 2005.hal 68

[9] Pusat Pimpinan Persatuan Islam, Tafsir Qanun Asasi dan Qanun Dakhili Persatuan Islam, PP. PERSIS, Persatuan Islam, Bandung, 2005.Hal 172

[10] Ibid hal 175
[11] Ibid hal 180
[12] Dadan Wildan, PERSIS Dalam Pentas Sejarah Islam, Bandung. 2005.hal 89

[13] Ibid hal 96
[14] Ibid Hal 104

3 komentar: