Pendahuluan
الحمد لله رب العالمين، أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله r وعلى آله وأصحابه وسلم تسليما، أما بعد ؛
Di dalam
kitabnya “Al Jawabul Kaafi Liman Sa’ala ‘an Ad Dawaa’ Asy Syafi ”, Imam Ibnu
Qoyyim Al Jauziyah mengungkapkan tentang :
Bahaya Zina
Melihat bahwa bahaya yang ditimbulkan oleh zina merupakan bahaya yang
tergolong besar, disamping juga bertentangan dengan aturan universal yang
diberlakukan untuk menjaga kejelasan nasab ( keturunan ), menjaga kesucian dan
kehormatan diri, juga mewaspadai hal hal yang menimbulkan permusuhan serta
perasaan benci diantara manusia, disebabkan pengrusakan terhadap kehormatan
istri, putri, saudara perempuan dan ibu mereka, yang ini semua jelas akan
merusak tatanan kehidupan.
Melihat hal itu semua, pantaslah bahaya zina itu – bobotnya – setingkat dibawah
pembunuhan. Oleh karena itu, Allah I menggandeng keduanya di dalam Al Qur’an, juga Rasulullah r dalam
keterangan hadits beliau.
Al Imam Ahmad berkata :
“Aku tidak mengetahui sebuah dosa – setelah dosa membunuh jiwa – yang lebih
besar dari dosa zina.”
Dan Allah menegaskan
pengharamannya dalam firmanNya :
]وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ
النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَن
يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا} (68) يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ
مُهَانًا(69) إِلَّا مَن تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُوْلَئِكَ
يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا {سورة الفرقان.
“Dan orang
orang yang tidak menyembah Tuhan lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa
yang diharamkan Allah (membunuhnya ) kecuali dengan ( alasan ) yang benar, dan
tidak berzina. Barang siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (
pembalasan ) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan adzab untuknya pada hari
kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam
kaedaan terhina kecuali orang orang yang bertaubat ” ( QS. Al
Furqon, 68 –70 ).
Dalam ayat tersebut,
Allah I menggandengkan zina dengan syirik dan membunuh jiwa, dan vonis
hukumannya adalah kekal dalam azab yang berat yang
dilipat gandakan, selama pelakunya tidak menetralisir hal tersebut
dengan cara bertaubat, beriman dan beramal shaleh.
Allah I berfirman :
]وَلاَ تَقْرَبُواْ الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاء سَبِيلاً[ (32) سورة الإسراء.
“Dan janganlah
kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji (
fahisyah ) dan suatu jalan yang buruk.” ( QS. Al Isra’, 32 ).
Di sini Allah I menjelaskan
tentang kejinya zina, karena kata “fahisyah” maknanya adalah perbuatan keji
atau kotor yang sudah mencapai tingkat yang tinggi dan diakui kekejiannya oleh
setiap orang yang berakal, bahkan oleh sebagian banyak binatang.
sebagaimana disebutkan oleh Imam Bukhori dalam kitab shohehnya, dari Ami
bin Maimun Al Audi, ia berkata : “Aku pernah melihat – pada masa jahiliyah –
seekor kera jantan yang berzina dengan seekor kera betina, lalu datanglah
kawanan kera mengerumuni mereka berdua dan melempari keduanya sampai mati.”
Kemudian Allah I juga memberitahukan bahwa zina adalah seburuk buruk jalan, karena
merupakan jalan kebinasaan, kehancuran dan kehinaan di dunia, siksaan dan azab
di akhirat.
Dan karena menikahi mantan istri istri ayah itu termasuk perbuatan yang
sangat jelak sekali, sehingga Allah I secara husus memberikan “cela” tambahan bagi orang yang melakukannya.
Allah I berfirman ( setelah secara tegas melarang kaum muslimin untuk menikahi
istri istri ayah mereka, pent.) :
] إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً
وَمَقْتًا وَسَاءَ سَبِيْلاً [.
“Sesungguhnya
perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk buruk jalan ( yang
ditempuh ).” ( QS. An Nisa’, 22 ).
Allah I juga
menggantungkan keberuntungan seorang hamba pada kemampuannya dalam menjaga
kehormatannya, tidak ada jalan menuju keberuntungan tanpa menjaga kehormatan.
Allah I berfirman :
]قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ(1) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ
خَاشِعُونَ(2)وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ(3) والَّذِينَ هُمْ
لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ(4) وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ(5) إِلا
عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ
مَلُومِين(6)فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاء ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ[(7) سورة المؤمنون.
“Sesungguhnya
beruntunglah orang orang yang beriman,
( yaitu ) orang orang yang khusyu’ dalam shalatnya, dan orang orang yang
menjauhkan diri dari ( perbuatan dan perkataan ) yang tiada berguna, dan orang
orang yang menunaikan zakat, dan orang orang yang menjaga kemaluannya kecuali
terhadap istri istri mereka, atau budak budak yang mereka miliki, maka
sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa yang mencari yang
dibalik itu, maka mereka itulah orang orang yang melampaui batas.” ( QS. Al
Mu’minun, 1 – 7 ).
Dalam ayat ayat ini ada tiga hal
yang diungkapkan :
Pertama :
bahwa orang yang tidak menjaga kemaluannya, tidak termasuk orang yang beruntung.
Kedua : dia termasuk orang yang tercela.
Ketiga : dia termasuk orang yang melampaui batas.
Jadi, dia tidak akan mendapat
keberuntungan, serta berhak mendapat predikat “melampaui batas”, dan jatuh pada
tindakan yang membuatnya tercela. Padahal beratnya beban dalam menahan syahwat
itu, lebih ringan ketimbang menanggung sebagian akibat yang disebutkan tadi.
Selain itu pula, Allah I telah menyindir manusia yang
selalu berkeluh kesah, tidak sabar dan tidak mampu mengendalikan diri saat
mendapatkan kebahagiaan, demikian pula kesusahan. Bila mendapat kebahagiaan dia
menjadi kikir, tak mau memberi, dan bila mendapat kesusahan, dia banyak
mengeluh. Begitulah sifat umum manusia, kecuali orang orang yang memang
dikecualikan dari hamba hambaNya, yang diantaranya adalah mereka yang disebut
di dalam firmanNya :
] وَالَّذِينَ
هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ(29) إِلا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ
أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِين(30)فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاء ذَلِكَ
فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (31)[.
“Dan orang orang yang
memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri istri mereka atau budak budak
yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.
Barang siapa yang mencari dibalik itu maka mereka itulah orang orang yang
melampaui batas.” ( QS. Al Ma’arij, 29 – 31 ).
Oleh karenanya, Allah I memerintahkan Rasulullah r untuk memerintahkan orang orang mu’min agar menjaga pandangan dan
kemaluan mereka, juga diberitahukan kepada mereka bahwa Allah I selalu
menyaksikan amal perbuatan mereka.
]يَعْلَمُ خَائِنَةَ الأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ [سورة غافر.
“Dia mengetahui ( pandangan )
mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” ( QS. Ghafir, 19 ).
Dan karena ujung pangkal perbuatan zina yang keji ini dari pandangan
mata, maka Allah I lebih mendahulukan perintah untuk memalingkan pandangan mata sebelum
perintah untuk menjaga kemaluan, karena banyak musibah besar yang asal
muasalnya adalah dari pandangan ; seperti kobaran api yang besar asalnya adalah
percikan api yang kecil. Mulanya hanya pandangan, kemudian hayalan, kemudian
langkah nyata, kemudian terjadilah musibah yang merupakan kejahatan besar ( zina ).
Oleh karena itu, ada yang mengatakan bahwa barang siapa yang bisa
menjaga empat hal, maka berarti dia telah menyelamatkan agamanya: Al Lahazhat (
pandangan pertama ), Al Khatharat ( pikiran yang terlintas di benak ), Al
Lafazhat ( ungkapan yang diucapkan ), Al
Khuthuwat ( langkah nyata untuk sebuah perbuatan ).
Dan seyogyanya, seorang hamba Allah itu bersedia untuk menjaga dirinya dari empat hal di atas dengan ketat, sebab
dari situlah musuh akan datang menyerangnya, merasuk kedalam dirinya dan
merusak segalanya.
EMPAT PINTU MASUK MAKSIAT
PADA MANUSIA
Sebagian besar maksiat itu terjadi pada seseorang, melalui empat pintu
yang telah disebutkan di atas.
Sekarang, marilah kita
ikuti pembahasan tentang empat pintu tersebut di bawah ini :
1-
Al Lahazhat ( Pandangan pertama).
Yang satu ini bisa dikatakan sebagai ‘provokator’ syahwat, atau ‘utusan’
syahwat. Oleh karenanya, menjaga pandangan merupakan pokok dalam usaha menjaga
kemaluan. Maka barang siapa yang melepaskan pandangannya tanpa kendali, niscaya
dia akan menjerumuskan dirinya sendiri pada jurang kebinasaan.
Rasulullah r bersabda :
" لا تتبع النظرة النظرة، فإنما لك الأولى وليست
لك الأخرى ".
“Janganlah kamu ikuti
pendangan (pertama) itu dengan pandangan (berikutnya). Pandangan (pertama) itu
boleh buat kamu, tapi tidak dengan pandangan selanjutnya.” ( HR. At Turmudzi,
hadits hasan ghorib ).
Dan di dalam musnad Imam
Ahmad, diriwayatkan dari Rasulullah r , beliau bersabda :
" النظرة سهم مسموم من سهام إبليس، فمن غض بصره
عن محاسن امرأة لله أورث الله قلبه حلاوة إلى يوم يلقاه ".
“Pandangan itu adalah
panah beracun dari panah panah iblis. Maka barang siapa yang memalingkan pandangannya dari kecantikan seorang wanita,
ihlas karena Allah semata, maka Allah akan memberikan di hatinya kelezatan
sampai pada hari kiamat.” ( HR.
Ahmad )..
Beliau juga bersabda :
" غضوا أبصاركم واحفظوا فروجكم ".
“Palingkanlah pandangan kalian, dan jagalah kemaluan kalian.” (HR. At
Thobrani dalam Al mu’jam al kabir ).
Dalam hadits lain beliau
bersabda :
" إياكم والجلوس على الطرقات، قالوا : يا رسول
الله, مجالسنا، ما لنا بد منها. قال : فإن كنتم لا بد فاعلين فأعطوا الطريق حقه،
قالوا : وما حقه ؟ قال : غض البصر وكف الأذى ورد السلام ".
“Janganlah kalian duduk duduk di
( tepi ) jalan”, mereka berkata : “ya Rasulallah, tempat tempat duduk kami
pasti di tepi jalan”, beliau bersabda : “Jika kalian memang harus melakukannya,
maka hendaklah memberikan hak jalan itu”, mereka bertanya : “Apa hak jalan itu
?”, beliau menjawab : “Memalingkan pandangan ( dari hal hal yang dilarang
Allah, pent.), menyingkirkan gangguan, dan menjawab salam.” ( HR. Muslim ).
Pandangan adalah asal
muasal seluruh musibah yang menimpa manusia. Sebab, pandangan itu akan
melahirkan lintasan dalam benak, kemudian
lintasan itu akan melahirkan pikiran, dan pikiran itulah yang melahirkan
syahwat, dan dari syahwat itu timbullah keinginan, kemudian keinginan itu
menjadi kuat, dan berubah menjadi niat yang bulat. Akhirnya apa yang tadinya
melintas dalam pikiran menjadi kenyataan, dan itu pasti akan terjadi selama
tidak ada yang menghalanginya.
Oleh karena itu, dikatakan oleh sebagian ahli hikmah bahwa “bersabar
dalam menahan pandangan mata ( bebannya ) adalah lebih ringan dibanding harus
menanggung beban penderitaan yang ditimbulkannya.”
Seorang penyair mengatakan :
كل الحوادث مبـداها من النظـر ***
ومعظم النار من مستصغر الشرر
كم نظرة بلغت من قلب صاحبهـا ***
كمبلغ السهم بين القوس والوبر
والعبـد ما دام ذا طـرف يقلبـه
***في أعين الغير موقوف على الخطر
يسر مقلتــه ما ضر مهجتــه
*** لا مرحبـا بسرور عاد بالضرر
-
Setiap kejadian musibah itu bermula dari pandangan, seperti
kobaran api berasal dari percikan api yang kecil.
- Betapa banyak pandangan yang berhasil menembus kedalam hati pemiliknya, seperti tembusnya anak panah
yang dilepaskan dari busur dan talinya.
- Seorang hamba, selama dia masih mempunyai kelopak
mata yang digunakan untuk memandang orang lain, maka dia berada pada posisi
yang membahayakan.
- ( Dia memandang hal hal yang ) menyenangkan matanya
tapi membahayakan jiwanya, maka janganlah kamu sambut kesenangan yang akan
membawa malapetaka.
Diantara bahaya pandangan
Pandangan yang dilepaskan
begitu saja itu akan menimbulkan perasaan gundah, tidak tenang dan hati yang
terasa dipanas panasi. Seseorang bisa saja melihat sesuatu, yang sebenarnya dia
tidak mampu untuk melihatnya secara keseluruhan, karena
dia tidak sabar untuk melihatnya. Tentu
merupakan siksaan yang berat pada batin anda, bila ternyata anda melihat
sesuatu yang anda sendiri tidak bisa sabar untuk tidak melihatnya,
walaupun sebagian dari sesuatu tersebut, namun anda juga tidak mampu untuk
melihatnya.
Seorang penyair berkata :
وكنت متى أرسلت طرفك رائدا
لقلبـك يوما أتعبـتك المناظر
رأيت الذي لا كلـه أنت قادر
عليه ولا عن بعضـه أنت صابر
- Bila – suatu hari – engkau
lepaskan pandangan matamu mencari
( mangsa ) untuk hatimu, niscaya apa apa yang dipandangnya akan
melelahkan ( menyiksa ) diri kamu sendiri.
- Engkau melihat sesuatu yang engkau tidak mampu untuk
melihatnya secara keseluruhan dan engkau juga tidak bisa bersabar untuk tidak
melihat ( walau hanya ) sebagian dari sesuatu itu.
Lebih jelasnya, bait syair di atas maksudnya : engkau akan melihat
sesuatu yang engkau tidak sabar untuk tidak melihatnya walaupun sedikit, namun
saat itu juga engkau tidak mampu untuk melihatnya sama sekali walaupun hanya
sedikit.
Betapa banyak orang yang melepaskan pandangannya tanpa kendali, akhirnya
dia binasa dengan pandangan pandangan itu sendiri. Seperti yang diungkapkan
oleh seorang penyair :
يا ناظرا ما أقلعت لحظاتـه حتى
تشحط بينهن قتيـلا
Wahai orang yang memandang, tidaklah dia sampai tuntas menyelesaikan
pandangannya, sehingga dia sendiri akan menjauh dan jatuh binasa karena
pandangan pandangannya sendiri.
Ada untaian bait lain yang mengatakan :
مل السلامة فاغتدت لحظاتـه وقفا
على طلل يظن جميلا
ما زال يتبـع إثرة لحـظاتـه حتى
تشحط بينهـن قتيلا
- (Mungkin) dia sudah bosan
selamat, sehingga dia biarkan pandangannya menyaksikan apa yang menurutnya
indah.
- Begitulah
; dia terus melanjutkan satu pandangan dengan pandangan yang lain, sehingga
ahirnya dia menjauh dan jatuh binasa karena pandangan pandangannya sendiri.
Suatu hal yang lebih
mengherankan, yaitu bahwa pandangan yang dilakukan oleh seseorang itu merupakan
anak panah yang tidak pernah mengena pada sasaran yang dipandang, sementara anak
panah itu benar benar mengena di hati orang yang memandang.
Ada untaian bait syair yang
mengatakan :
يا راميا سهام اللحـظ مجتهـدا
أنت القتيـل بما ترمي فلا تصب
وباعث الطرف يرتاد الشفاء لـه
احبس رسولك لا يأتيك بالعطب
- wahai
orang yang dengan sungguh sungguh melempar anak panah pandangannya, engkaulah
sebenarnya yang menjadi korban dari apa yang kamu lempar itu dan engkau tidak
berhasil membidik orang yang engkau pandang.
- Dan orang yang melepas
pandangannya dia akan kehilangan kesehatannya. ( oleh karena itu ) tahanlah pandanganmu, agar
tidak mendatangkan musibah kepadamu.
Suatu hal yang lebih mengherankan
lagi, yaitu bahwa satu pandangan (padahal yang dilarang ) itu dapat melukai
hati dan (dengan pandangan yang baru ) berarti dia menoreh luka baru di atas
luka lama ; namun ternyata derita yang di timbulkan oleh luka luka itu tak
mencegahnya untuk kembali terus menerus melukainya.
ما زلت تتبع نظـرة في نظـرة في
إثر كـل مليحـة ومليـح
وتظن ذاك دواء جرحك وهو في الـ تحقيق تجريـح على تجريـح
فذبحت طرفك باللحاظ وبالبكاء
فالقلب منك ذبيـح أي ذبيـح
- Kau senantiasa
mengikutkan satu pandangan dengan pandanganlainnya untuk menyaksikan ( wanita ) cantik dan ( pria ) tampan.
- Dan kau
mengira bahwa itu dapat mengobati luka ( syahwat )mu, padahal dengan itu
berarti kau menoreh luka di atas luka.
- Kau
korbankan matamu dengan pandangan dan tangisan, sementara hatimu juga (
menjerit seperti ) disembelih habis habisan.
Oleh karena itu dikatakan : “sesungguhnya menahan pandangan hatimu itu
lebih mudah dari pada menahan langgengnya penyesalan.”
2- Al Khothorot ( pikiran yang melintas di benak ).
Adapun “Al Khothorot” ( pikiran yang terlintas dibenak ) maka urusannya
lebih sulit. Di sinilah tempat dimulainya aktifitas, yang baik ataupun yang
buruk. Dari sinilah lahirnya keinginan ( untuk melakukan sesuatu ) yang
akhirnya berubah manjadi tekad yang bulat.
Maka barang siapa yang mampu mengendalikan pikiran pikiran yang
melintas di benaknya, niscaya dia akan
mampu mengendalikan diri dan menundukkan hawa nafsunya. Dan orang yang tidak bisa
mengendalikan pikiran pikirannya, maka hawa nafsunyalah yang berbalik menguasainya.
Dan barang siapa yang menganggap remeh pikiran pikiran yang melintas di
benaknya, maka tanpa dia inginkan ia akan
terseret pada kebinasaan.
Pikiran pikiran itu akan terus melintas di benak dan di dalam hati
seseorang, sehingga ahirnya dia akan manjadi angan angan tanpa makna (palsu ).
]وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ
الظَّمْآنُ مَاء حَتَّى إِذَا جَاءهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا وَوَجَدَ اللَّهَ
عِندَهُ فَوَفَّاهُ حِسَابَهُ وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَاب[ِ سورة النــور.
“Laksana fatamorgana di tanah
yang datar, yang disangka air oleh orang orang yang dahaga, tetapi bila ia
mendatanginya maka ia tidak mendapatkannya walau sedikitpun, dan didapatinya
(ketetapan ) Allah di sisiNya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan
amalnya dengan cukup, dan Allah adalah sangat cepat perhitunganNya.” ( QS. An
Nur, 39 ).
Orang yang paling jelek
cita citanya dan paling hina adalah orang yang merasa puas dengan angan angan
kosongnya. Dia pegang angan angan itu untuk dirinya dan dia pun merasa bangga
dengan senang dengannya. Padahal demi Allah, angan angan itu adalah modal orang
orang yang pailit, dan barang dagangan para pengangguran serta merupakan
makanan pokok bagi jiwa yang kosong, yang bisa merasa puas dengan gambaran
gambaran dalam hayalan, dan angan angan palsu.
Seperti dikatakan oleh
seorang penyair :
أماني من سعدى رواء على
الظما سقتنا بها سعدى على ظمـأ بردا
منى إن تكن حقا تكن أحسن
المنى وإلا فقد عشـنا بها زمنا رغـدا
-Angan angan untuk mendapatkan su’da, dapat
mengholangkan dahaga. Dengan angan angan itu Su’da telah berhasil memberikan
pada kita air dingin di kala haus.
- Angan angan yang sekiranya dapat menjadi kenyataan, tentu menjadi
kebahagiaan, dan kalaupun tidak, maka sesungguhnya kita hidup senang beberapa
waktu dengan angan angan itu.
Angan angan adalah sesuatu yang sangat berbahaya bagi manusia. Dia lahir
dari sikap ketidakmampuan sekaligus kamalasan, dan melahirkan sikap lalai yang
selanjutnya penderitaan dan penyesalan. Orang yang hanya mendapatkan realita
yang diinginkannya – sebagai pelampiasannya, maka dia merubah gambaran realita
yang dia inginkan kedalam hatinya ; dia akan mendekap dan memeluknya erat erat.
Selanjutnya dia akan merasa puas dengan gambaran gambaran palsu yang dihayalkan
oleh pikirannya.
Padahal itu semua, sedikitpun tidak akan membawa manfaat, sama seperti
orang yang sedang lapar dan haus, membayangkan gambaran makanan dan minuman,
namun dia tidak dapat memakan dan meminumnya.
Perasaan tenang dan puas dengan kondisi semacam ini dan berusaha untuk
memperolehnya, jelas menunjukkan betapa jelek dan hinanya jiwa seseorang, sebab
kemuliaan jiwa seseorang, kebersihan, kesucian dan ketinggiannya tidak lain
adalah dengan cara membuang jauh jauh setiap pikiran pikiran yang jauh dari
realita, dan dia tidak rela bila hal hal tersebut sampai melintas di benaknya,
serta dia juga tidak sudi hal itu terjadi pada dirinya.
Kemudian “khothorot” atau ide, pikiran yang melintas di benak itu
mempunyai banyak macam, namun pada pokoknya ada empat :
1-
pikiran yang orientasinya untuk mencari keuntungan
dunia / materi.
2-
Pikiran yang orientasinya untuk mencegah kerugian
dunia/ materi.
3-
Pikirang yang orientasinya untuk mencari kemaslahatan
akhirat.
4-
Pikiran yang orientasinya untuk mencegah kerugian
akhirat.
Idealnya, seorang hamba hendaklah menjadikan pikiran pikiran, ide ide
dan keinginannya hanya berkisar pada empat macam di atas. Bila kesemua bagian
itu ada padanya, maka selagi mungkin dipadukan, hendaklah dia tidak
mengabaikannya untuk yang lain. Kalau ternyata pikiran pikiran yang datang itu
banyak dan bertumpang tindih, maka hendaklah dia mendahulukan yang lebih
penting, yang dihawatirkan akan kehilangan kesempatan untuk itu, kemudian
mengahirkan yang tidak terlalu penting dan tidak dihawatirkan kehilangan
kesempatan untuk itu.
Yang tersisa sekarang adalah dua bagian lagi, yaitu :
Pertama : yang penting dan tidak dikhawatirkan kehilangan
kesempatan untuk melakukannya.
Kedua : yang tidak penting, namun dihawatirkan kehilangan
kesempatan untuk melakukannya.
Dua bagian terahir ini sama sama mempunyai alasan untuk didahulukan. Di
sinilah lahir sikap ragu ragu dan bingung untuk memilih. Bila dia dahulukan
yang penting, dia hawatir akan kehilangan kesempatan yang lain. Dan bila dia
mendahulukan yang lain, dia akan kehilangan sesuatu yang penting. Begitulah
kadang kadang seseorang dihadapkan pada dua pilihan yang tidak mungkin
dikumpulkan menjadi satu, yang mana salah satunya tidak dapat dicapai kecuali
dengan mengorbankan yang lain.
Di sinilah akal, nalar dan pengetahuan itu berperan. Di sini akan
diketahui siapa orang yang tinggi, siapa orang yang sukses, dan siapa orang
yang merugi. Kebanyakan orang yang mengagungkan akal dan pengetahuannya, akan
anda lihat dia mengorbankan sesuatu yang penting dan tidak khawatir kehilangan
kesempatan untuk itu, demi melakukan sesuatu yang tidak penting yang tidak dikhawatirkan
kehilangan kesempatan untuk melakukannya. Dan anda tidak akan mendapatkan
seorangpun yang selamat ( dan terlepas ) dari hal seperti itu. Hanya saja ada
yang jarang dan ada pula yang sering menghadapinya.
Dan sebenarnya yang dapat dijadikan sebagai penentu pilihan dalam
masalah ini adalah sebuah kaidah besar dan mendasar yang merupakan poros
berputarnya aturan aturan syari’at, dan juga pada kaidah inilah dikembalikan
segala urusan. Kaidah itu adalah mendahulukan kemaslahatan yang lebih besar dan
lebih tinggi dalam dua pilihan yang ada – walaupun harus mengorbankan
kemaslahatan yang lebih kecil – kemudian kaidah itu pula yang menyatakan bahwa
kita memilih kemudlaratan yang lebih ringan untuk mencegah terjadinya mudlarat
yang lebih besar.
Jadi, sebuah kemaslahatan akan dikorbankan dengan tujuan mendapatkan
kemaslahatan yang lebih besar, begitu pula sebuah kemadlaratan akan dilakukan
dengan tujuan mencegah terjadinya kemudlaratan yang lebih besar.
Pikiran pikiran serta ide ide orang yang berakal itu tidak akan keluar
dari apa yang kita jelaskan di atas. Dan karena itu datang berbagai syariat
atau aturan. Kemaslahatan dunia dan akhirat selalu didasarkan pada hal hal
tersebut. Dan pikiran pikiran serta ide ide yang paling tinggi, paling mulia
dan paling bermanfaat ialah orientasinya untuk Allah I dan
kebahagiaan di alam akhirat nanti.
Kemudian pikiran yang orientasinya adalah untuk Allah ini bermacam macam
:
Pertama : memikirkan ayat ayat Allah yang telah diturunkan
dan berusaha untuk memahami maksud Allah dari ayat ayat tersebut; dan memang
untuk itulah Allah menurunkannya ; tidak hanya sekedar untuk dibaca saja, namun
membaca itu hanya media saja.
Sebagian ulama salaf mengatakan : “Allah menurunkan Al Qur’an untuk
diamalkan, maka jadikanlah bacaan Al Qur’an itu sebagai amalan.”
Kedua : memikirkan dan memperhatikan ayat ayat atau tanda
tanda kebesaranNya yang dapat dilihat langsung ; dan menjadikannya sebagai
bukti akan nama nama Allah, sifat sifat, hikmah, kebaikan dan kemurahanNya. Dan
Allah sendiri telah mendorong hamba-hambaNya untuk merenungkan tanda tanda
kebesaranNya, memikirkan dan memahaminya ; Allah menegur dan mencela orang yang
melalaikannya.
Ketiga : memikirkan ni’mat, kebaikan dan berbagai karunia
yang Dia limpahkan kepada seluruh makhlukNya, dan merenungkan keluasan rahmat,
ampunan dan kasih sayangNya.
Tiga hal di atas akan dapat mendorong lahirnya – dari hati seorang hamba
– ma’rifatullah (pengetahuan tentang Allah), kecintaan serta perasaan cemas dan
harap kepadaNya. Dan bila tiga hal tadi dilakukan dengan kontinyu, disertai
dengan dzikir kepada Allah, maka hati seorang hamba akan tercelup secara
sempurna dengan ma’rifah dan kecintaan kepadaNya.
Keempat : memikirkan aib, cela dan kelemahan yang ada pada
jiwa dan amal perbuatan. Hal ini akan memberikan manfa’at yang sangat besar,
karena berperang dalam mengalahkan hawa nafsu yang selalu memerintahkan
kejelekan. Bila nafsu yang jahat itu dapat dikalahkan maka nafsu muthmainnah
(jiwa yang tenang)lah yang akan hidup, bangkit dan menjadi penentu segala
keputusan. Lalu hatipun menjadi hidup dan kebijakan yang
ada pada kerajaannyapun didengar,
dia perintah para karyawan dan bala tentaranya untuk melakukan hal yang membawa
kemaslahatanya.
Kelima : memikirkan kewajiban terhadap waktu sekaligus bagaimana
cara menggunakannya, serta menumpahkan seluruh perhatian terhadap pemanfaatan
waktu. Seorang yang arif, akan selalu memanfaatkan waktunya, karena dia yakin,
bila waktunya disia siakan begitu saja, berarti dia telah menyia nyiakan
seluruh kemaslahatan ( yang seharusnya dia dapatkan. Pent ) sebab, seluruh
kemaslahatan itu, tidak lain bisa timbul dan didapatkan melainkan dari adanya
waktu. Dan bila disia siakan ( dan waktu itu sudah lewat. Pent ) maka dia tidak
akan bisa mengembalikannya lagi untuk selamanya.
Al Imam Asy Syafi’i berkata : “ aku pernah berteman dengan orang orang
sufi dan aku tidak mendapatkan manfaat apa apa dari mereka kecuali dua kalimat
saja :
Pertama :
الوقت سيف، فإن قطعته وإلا قطعك .
“Waktu itu bagaikan pedang, bila
engkau tidak memotongnya, dialah yang akan menebasmu.”
Kedua :
ونفسك إن لم تشغلها بالحق وإلا
شغلتك بالباطل .
“Dan nafsumu, bila engkau tidak
menyibukkannya dengan kebenaran, maka dialah yang akan menyibukkanmu dengan
kebathilan.”
Waktu yang dimiliki manusia, itulah umur dia yang sebenarnya. Waktu
itulah yang menjadi modal untuk kehidupannya yang abadi dalam kenikmatan abadi
(sorga), sekaligus juga modal untuk kehidupan yang sengsara dalam azab yang
pedih ( neraka ). Waktu berlalu lebih cepat dari perjalanan gumpalan awan.
Maka, barang siapa yang berhasil menjadikan waktunya untuk Allah dan bersama
Allah, itulah kehidupan dan umurnya yang hakiki. Dan waktu yang tidak
dipersembahkan untuk Allah tidaklah dihitung sebagai bagian dari kehidupannya,
walaupun dia hidup tapi kehidupannya laksana kehidupan binatang ternak. Bila
seseorang menghabiskan waktunya penuh dengan kelalaian, syahwat dan angan angan
kosong atau yang paling banyak hanya digunakan
untuk tidur dan pengangguran, maka bagi orang semacam ini ‘mati’ itu lebih baik
dari pada dia hidup.
Bila seorang hamba – yang sedang melakukan shalat – tidak akan
mendapatkan nilai dari shalatnya selain pada bagian yang dia fahami dari
shalatnya, maka umurnya yang sesungguhnya adalah waktu yang dia habiskan untuk
Allah dan bersama Allah.
Pikiran pikiran atau ide ide yang tidak termasuk salah satu bagian yang
disebut di atas tadi, dapat kita katagorikan sebagai was was syaithoniyah
(bisikan syetan), angan angan kosong atau halusinasi bohong, persis seperti
pikiran pikiran orang yang kurang waras akannya, baik karena mabuk atau fly dan
lain sebagainya. Dimana ketika segala hakikat kenyataan itu tampak, kondisi
mereka saat itu mengatakan :
إن كان منـزلتي في الحشر عندكم
ما قد لقيت فقد ضيعت أيامي
أمنية ظفرت نفسي بـها زمنـا
واليوم أحسبها أضغاث أحلام
- Bila kedudukanku, saat
dikumpulkan bersama kalian, seperti apa yang telah aku temui sendiri (sekarang
ini), maka sungguh aku telah menyia
nyiakan hari hariku.
- Angan angan itu telah menguasai
jiwaku dalam jangka waktu yang lama, dan hari ini, aku menganggapnya hanya
sebagai bunga rampai.
Ketahuilah, sebenarnya pikiran
pikiran yang melintas itu tidaklah membahayakan, namun yang bahaya bila pikiran
pikiran itu sengaja didatangkan dan terjadi interaksi dengannya. Pikiran yang
melintas itu laksana orang yang disuatu jalan, bila anda tidak memanggilnya dan
anda biarkan dia, maka dia akan berlalu meninggalkan anda. Namun bila anda
memanggilnya, anda akan terpesona dengan percakapan, dusta dan tipuannya.
Tindakan ini akan terasa begitu ringan bagi jiwa yang kosong penuh kebatilan,
dan begitu berat dirasa oleh hati dan jiwa yang suci dan tenang.
Allah I telah memasang dua macam nafsu
pada diri menusia ; nafsu ammarah dan nafsu muthmainnah, yang kedua duanya
saling bertolak belakang. Segala sesuatu yang terasa ringan oleh yang satu,
maka akan terasa berat oleh yang lain.
Apa yang terasa nikmat oleh yang
satu, maka akan terasa menyiksa oleh yang lain. Tak ada sesutau yang lebih
berat bagi nafsu ammarah melebihi perbuatan yang dilakukan karena Allah dan
mendahulukan keridhaaNya dari pada hawa nafsunya, padahal tidak ada amal yang lebih bermanfaat baginya dari
amal tersebut. Begitu pula, tidak ada sesuatu yang lebih berat bagi nafsu
muthmainnah dari perbuatan yang bukan untuk Allah dan mengikuti kemauan hawa
nafsu. Padahal tidak ada amal yang lebih berbahaya baginya dari amal tersebut.
Dalam hal ini, malaikat itu
berada disamping kanan hati manusia, sementara syetan disamping kirinya. Dan
pertarungan antara keduanya tidak akan pernah berhenti sampai ajal ditentukan (
oleh Allah ) di dunia ini. Seluruh bentuk kebatilan akan berpihak kepada syetan
dan nafsu ammarah, sementara semua macam kebenaran itu akan berpihak pada
malaikat dan nafsu muthmainnah. Dalam peperangan itu kalah dan menang datang
silih berganti. Dan kemenangan itu ada bersama kesabaran.
Maka barang siapa yang benar
benar bersabar, berusaha keras dan
bertakwa kepada Allah, niscaya baginya balasan yang baik, di dunia dan di
akhirat nanti. Dan Allah pun telah menetapkan sebuah ketetapan yang tidak dapat
dirubah selamanya, bahwa balasan baik itu adalah untuk ketakwaan, dan pahala
itu adalah untuk mereka yang bertakwa.
Hati itu laksana papan yang
kosong, dan pikiran pikiran itu bagaikan tulisan yang diukir di atasnya. Maka,
bagaimana bisa dikatakan pantas bagi sesorang yang berakal bila papannya hanya
berisi dusta, tipu daya, angan angan dan fatamorgana yang tidak ada realitanya
?, hikmah, ilmu dan petunjuk macam apa yang diharapkan dari tulisan tulisan itu
?, apabila ingin melukiskan hikmah, ilmu dan petunjuk di papan hatinya, maka
tak ubahnya seperti penulisan ilmu yang bermanfaat di sebuah tempat yang sudah
penuh dengan tulisan lain yang tidak ada manfaatnya. Bila hati tidak kosong
dari pikiran pikiran kotor, maka pikiran pikiran positif yang bermanfaat tidak
akan dapat menetap di dalamnya, karena dia memang tidak dapat menempati kecuali
tempat yang kosong, seperti yang diungkapkan oleh seorang penyair :
أتاني
هواها قبل أن أعرف الهوى فصادف قلبا
فارغا فتمكنا
“Aku telah didatangi oleh hawa
nafsu sebelum aku kenal dengan hawa nafsu itu sendiri, maka ia temukan hati
yang kosong, oleh karena itu ia dapat menguasaiku.”
Hal seperti ini banyak terjadi terhadap orang orang tasawuf, mereka
membangun kepribadian mereka dengan cara menjaga pikiran pikiran yang melintas
di dalam benak, mereka tidak memberikan kesempatan pada pikiran pikiran
tersebut untuk masuk ke dalam hati, sehingga hati itu dalam keadaan kosong dan
dapat melakukan kasyaf
(menyingkap rahasia) dan menerima hakikat hakikat yang bermakna tinggi
di dalamnya.
Mereka itu menjaga diri mereka
dari satu hal, tetapi mereka lalai dan kehilangan banyak hal yang lain, sebab
mereka kosongkan hati mereka dari lintasan lintasan pikiran sehingga menjadi
kosong, tidak ada apa apa di dalamnya, tiba tiba syetan mendapatkannya dalam
keadaan kosong, kemudian syetan menanamkan di dalamnya kebatilan dan
menggambarkannya sebagai sesuatu yang paling tinggi dan paling mulia, syetan
meletakkan hal itu sebagai ganti dari jenis pikiran pikiran yang merupakan
bahan dasar dari ilmu pengetahuan dan petunjuk.
Apabila hati itu sudah kosong dari berbagai macam pikiran, maka syetan
akan datang dengan menemukan tempat yang kosong untuknya. Syetan akan berusaha
untuk mengisinya dengan hal hal sesuai dengan kondisi pemilik hati tersebut.
Bila tidak berhasil mengisinya dengan keingininan melepaskan diri dari
keinginan keinginan – yang sebenarnya – tidak ada kebaikan dan kesuksesan bagi
seorang hamba kecuali bila keinginan keinginan tersebut berhasil menguasai
hatinya, yaitu mengosongkannya dari keinginan untuk mengikuti perintah perintah
tersebut secara rinci untuk kemudian melaksanakannya dimasyarakat, lalu
berusaha menyampaikannya pada orang orang dengan harapan mereka juga mau
melaksanakannya. Dalam hal ini, syetan akan berusaha menyesatkan orang yang
mempunyai keinginan demikian dengan mengajak untuk meninggalkan keinginan baik
tersebut dan melepaskannya, tidak usah memikirkan dunia dan masyarakat di
dalamnya.
Syetan akan membisikkan kepada mereka bahwa kesempurnaan itu dapat
mereka capai dengan cara melepaskan diri dan mengosongkan hati dari hal itu
semua. Sungguh amat jauh ungkapan tersebut dari kebenenaran, karena kesempurnaan
itu hanya dapat diperoleh bila hati itu penuh terisi dengan keinginan dan
pikiran yang baik, serta usaha untuk merealisasikannya. Maka, manusia yang
paling sempurna adalah mereka yang paling banyak memiliki pikiran dan keinginan
untuk tunduk kepada perintah Allah, mencari keridloanNya. Sebagaimana manusia
yang paling hina adalah mereka yang paling banyak memiliki keinginan dan
pikiran untuk memenuhi hawa nafsunya dimana saja dia berada. Wallahul musta’an
( dan Allah lah tempat mohon pertolongan ).
Lihatlah Umar bin Khothob t, pikirannya penuh dengan keinginan dalam mencari keridloan Allah,
barangkali dia dalam keadaan shalat, namun saat itu dia juga sedang
mempersiapkan tentaranya ( untuk jihad ), dengan demikian dia telah berhasil
mengumpulkan antara jihad dan shalat, sehingga beberapa ibadah masuk berkumpul
dalam satu ibadah.
Ini adalah salah satu hal yang mulia dan agung, tidak akan tahu tentang
hal ini kecuali mereka yang mempunyai keinginan yang benar benar kuat, dan
pandai mencari, luas ilmunya serta tinggi cita citanya, dimana dia masuk dalam
satu ibadah namun dia juga mendapatkan ibadah ibadah yang lain, itulah karunia
Allah yang diberikan pada siapa yang dikehendakinya.
3 – Al Lafazhat ( ungkapan kata kata ).
Adapun tentang Al Lafazhat ( ungkapan kata kata ), maka cara menjaganya adalah dengan mencegah keluarnya kata
kata atau ucapan dari lidahnya, yang
tidak bermanfaat dan tidak bernilai. Misalnya dengan tidak berbicara
kecuali dalam hal yang diharapkan bisa memberikan keuntungan dan tambahan
menyangkut masalah keagamaannya. Bila ingin berbicara, hendaklah seseorang
melihat dulu, apakah ada manfaat dan keuntungannya atau tidak ? bila tidak ada
keuntungannya, dia tahan lidahnya untuk berbicara, dan bila dimungkinkan ada
keuntungannya, dia melihat lagi, apakah ada kata kata yang lebih menguntungkan
lagi dari kata kata tersebut ? bila memang ada, maka dia tidak akan menyia
nyiakannya.
Kalau anda ingin mengetahui apa yang ada dalam hati seseorang, maka
lihatlah ucapan lidahnya, ucapan itu akan menjelaskan kepada anda apa yang ada
dalam hati seseorang, dia suka ataupun tidak suka.
Yahya bin Mu’adz berkata : hati itu bagaikan panci yang sedang menggodok
apa yang ada di dalamnya, dan lidah itu bagaikan gayungnya, maka perhatikanlah
seseorang saat dia berbicara, sebab lidah orang itu sedang menciduk untukmu apa
yang ada di dalam hatinya, manis atau asam, tawar atau asin, dan sebagainya. Ia
menjelaskan kepada anda bagaimana “rasa” hatinya, yaitu
apa yang dia katakan dari lidahnya, artinya, sebagaimana anda bisa
mengetahui rasa apa yang ada dalam panci itu dengan cara mencicipi dengan
lidah, maka begitu pula anda bisa mengetahui apa yang ada dalam hati seseorang
dari lidahnya, anda dapat merasakan apa yang ada dalam hatinya dan lidahnya,
sebagaimana anda juga mencicipi apa yang ada di dalam panci itu dengan lidah
anda.
Dalam hadits Anas t yang marfu’, Nabi r bersabda :
" لا يستقيم إيمان عبد حتى يستقيم قلبه، ولا
يستقيم قلبه حتى يستقيم لسانه ".
“Tidak akan istiqomah iman
seorang hamba sehingga hatinya beristiqomah ( lebih dahulu ), dan hati dia tidak akan istiqomah sehingga lidahnya
beristiqomah ( lebih dahulu ).”
Nabi Muhammad r pernah ditanya tentang hal yang paling banyak memasukkan manusia ke
dalam neraka, beliau menjawab “Mulut dan kemaluan”. ( HR. Turmudzi, dan
ia berkata : hadits ini hasan shoheh ).
Sahabat Mu’adz bin Jabal t pernah bertanya kepada Nabi r tentang amal apa yang dapat memasukkannya ke dalam sorga dan
menjauhkannya dari api neraka ?, lalu Nabi memberitahukan tentang pokok, tiang
dan puncak yang paling tinggi dari amali tersebut, setelah itu beliau bersabda
:
" ألا أخبرك بملاك ذلك كله ؟ قال : بلى يا رسول
الله، فأخذ بلسان نفسه ثم قال : كف عليك هذا، فقال : وإنا لمؤاخذون بما نتكلم به ؟
فقال : ثقلتك أمك يا معاذ، وهل يكب الناس على وجوههم – أو على مناخرهم – إلا حصائد
ألسنتهم".
“Bagaimana kalau aku beritahu pada kalian inti dari semua itu ?’, dia
berkata : ya, ya Rasulallah, lalu Nabi r memegang lidah beliau sendiri kemudian bersabda : “ jagalah olehmu yang
satu ini”, maka Mu’adz berkata : adakah kita disiksa disebabkan apa yang kita
ucapkan ?, beliau menjawaba : “Ibumu kehilangan engkau ya Mu’adz, tidakkah yang
dapat menyungkurkan banyak manusia di atas wajah mereka ( ke Neraka ) kecuali
hasil ( ucapan ) lidah lidah mereka ?” ( HR. Turmudzi, dan ia berkata : hadits
hasan shoheh ).
Dan yang paling
mengherankan yaitu bahwa banyak orang yang merasa mudah dalam menjaga dirinya
dari makanan yang haram, perbuatan aniaya, zina, mencuri, minum minuman keras
serta melihat pada apa yang diharamkan dan lain sebagainya, namun merasa
kesulitan dalam mengawasi gerak lidahnya, sampai sampai orang yang dikenal
punya pemahaman agama, dikenal dengan kezuhudan dan kekhusyu’an
ibadahnya, juga masih berbicara dengan kalimat kalimat yang dapat
mengundang kemurkaan Allah I, tanpa dia sadari bahwa satu kata saja dari apa yang dia ucapkan dapat
menjauhkannya ( dari Allah dengan jarak ) lebih jauh dari jarak antara timur
dan barat. Dan betapa banyak anda lihat orang yang mampu mencegah dirinya dari
perbuatan kotor dan aniaya, namun lidahnya tetap saja membicarakan aib orang
orang, baik yang sudah mati ataupun yang masih hidup, dan dia tidak sadar akan
apa yang dia katakan.
Kalau anda ingin
mengetahui hal itu, lihatlah apa yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab
shohehnya, dari Jundub bin Abdillah t, bahwa Rasulullah r bersabda :
" قال رجل : والله لا يغفر الله لفلان، فقال
الله U : من ذا الذي يتألى علي أني لا
أغفر لفلان ؟ قد غفرت له وأحبطت عملك ".
“Ada seorang laki laki yang mengatakan : ‘Demi Allah, Allah tidak akan
mengampuni si Fulan itu’, maka Allah berfirman : “Siapa orang yang bersumpah
bahwa aku tidak akan mengampuni si Fulan ?, sungguh Aku telah mengampuninya dan
menggugurkan amalmu.”
Lihatlah, hamba yang satu
ini, dia telah beribadah kepada Allah dalam waktu yang cukup lama, namun satu
kalimat yang diucapkannya telah menyebabkan semua amalnya terhapus.
Dan di dalam hadits Abu
Hurairah t juga dikisahkan cerita seperti ini, kemudian Abu Hurairah berkomentar :
‘Dia telah mengucapkan satu kalimat yang dapat menghancurkan dunia dan
akhiratnya’.
Dalam shahih Bukhori dan
Muslim, dari Abu Hurairah t, Nabi Muhammad r bersabda :
" إن العبد ليتكلم بالكلمة من رضوان الله لا
يلقى لها بالا يرفعه الله بها درجات، وإن العبد ليتكلم بالكلمة من سخط الله لا
يلقى لها بالا يهوي بها في نار جهنم. وعند مسلم : إن العبد ليتكلم بالكلمة ما
يتبين ما فيها يهوي بها في النار أبعد ما بين المشرق والمغرب ".
“Sesungguhnya seorang hamba itu terkadang mengucapkan satu kalimat yang
termasuk dicintai oleh Allah, dia tidak terlalu perhatian dengan itu, namun
ternyata Allah berkenan meninggikannya beberapa derajat. Dan sesungguhnya
seorang hamba itu terkadang mengucapkan satu kalimat yang termasuk dibenci
Allah, dia tidak terlalu perhatian dengan itu, namun ternyata dengan kalimat
itu dia masuk ke dalam neraka Jahannam.” Dalam riwayat Muslim : “ sesungguhnya
seorang hamba itu mengucapkan satu kalimat yang tidak jelas apa yang dikandungnya, namun dia dapat
menjatuhkannya ke dalam neraka ( yang jaraknya ) lebih jauh dari jarak antara
timur dan barat.”
Dan dalam riwayat Al
Turmudzi, dari hadits Bilal bin Al Harits Al Muzani t dari Nabi
Muhammad r , beliau bersabda :
" إن أحدكم ليتكلم بالكلمة من رضوان الله ما يظن
أن تبلغ ما بلغت، فيكتب الله له بها رضوانه إلى يوم يلقاه، وإن أحدكم ليتكلم
بالكلمة من سخط الله ما يظن أن تبلغ ما بلغت، فيكتب الله له بها سخطه إلى يوم
يلقاه ".
“Sesungguhnya seorang dari kalian terkadang mengucapkan satu kalimat
yang dicintai oleh Allah, dia tidak menyangka ( pahalanya ) sampai seperti
apa yang dia dapatkan, namun ternyata dengan kalimat itu Allah memberikan
kepadanya keridloanNya sampai hari dia berjumpa denganNya kelak. Dan
sesungguhnya seorang dari kalian terkadang mengucapkan satu kalimat dari yang
dimurkai oleh Allah, dia tidak menyangka ( dosanya ) sampai seperti apa yang
dia dapatkan, namun ternyata Allah memberikan kepadanya kemurkaanNya sampai dia
berjumpa denganNya kelak.” ‘Alqomah mengatakan : “betapa banyak ucapan yang
tidak jadi aku katakan disebabkan oleh hadits Bilal bin Al Harits ini.”
Dalam kitab Jami’ At
Turmudzi, dari hadits Anas t, dia berkata : ada seorang sahabat yang meniggal, lalu ada seorang laki
laki berkata : ‘berilah kabar gembira dengan sorga’, maka Nabi bersabda :
" وما يدريك ؟ فلعله
تكلم فيما لا يعنيه، أو بخل بما لا ينقصه ".
“Dari mana kamu tahu?, barangkali dia pernah
mengucapkan ( kalimat ) yang tidak ada guna baginya atau dia pelit untuk
(memberikan ) sesuatu yang tidak akan membuatnya kekurangan.” (Al Turmudzi
berkata : “hadits ini hasan” ).
Dalam
lafadz hadits yang lain disebutkan :
" إن غلاما استشهد يوم أحد، فوجد على بطنه صخرة مربوطة من الجوع،
فمسحت أمه التراب عن وجهه، وقالت : هنيئا لك يا بني، لك الجنة. فقال النبي r : وما يدريك ؟ لعله كان يتكلم
فيما لا يعنيه ويمنع ما لا يضره ".
“Ada seorang anak yang meninggal syahid diperang Uhud, lalu ditemukan
diperutnya sebuah batu yang diikat untuk menahan lapar, kemudian ibunya mengusap debu yang ada di wajahnya,
sambil mengatakan : “berbahagialah engkau hai anakku, engkau akan mendapatkan
sorga”, maka Nabi Muhammad r bersabda : “ Dari mana kamu
tahu ?, barangkali dia pernah mengucapkan kata kata yang tidak berguna baginya,
dan menahan apa yang tidak memberikan
mudlarat baginya.”
Dalam shaheh Bukhori dan
Muslim, dari Abu Hurairah t, bahwa Rasulullah r bersabda :
" من كان يؤمن بالله
واليوم الآخر فليقل خيرا أو ليصمت ".
“Barang
siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia mengatakan
yang baik baik atau diam saja.”
Dan
dalam lafadz hadits yang diriwayatkan oleh Muslim disebutkan :
" من كان يؤمن بالله
واليوم الآخر فإذا شهد أمرا فليتكلم بخير أو ليسكت ".
“Barang
siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, bila ia menyaksikan suatu
perkara maka hendaklah ia mengatakan yang baik baik atau diam saja.”
At
Tirmidzi menyebutkan dengan sanad yang shaheh dari Nabi Muhammad r, bahwa beliau bersabda :
" من حسن إسلام المرء
تركه ما لا يعنيه ".
“Termasuk ( salah satu tanda ) kebaikan Islam
seseorang yaitu ( bila ) dia meninggalkan apa apa yang tidak berguna baginya.”
Dari
Sufyan bin Abdillah Ats Tsaqafi, dia berkata :
" قلت : يا رسول الله قل لي في الإسلام قولا لا أسأل عنه أحدا بعدك، قال : قل آمنت بالله ثم
استقم، فقلت : يا رسول الله ما أخوف ما تخاف علي ؟ فأخذ بلسان نفسه ثم قال : هذا
".
“Aku berkata : ‘Ya Rasulallah, katakanlah kepadaku
dalam Islam ini suatu kalimat yang aku tidak akan menanyakannya pada seorangpun
setelah engkau’, Nabi menjawab : “Katakanlah : aku beriman kepada Allah,
kemudian beristiqomahlah engkau”, aku bertanya : ‘Ya Rasulallah, apa yang
paling engkau khawatirkan terhadapku ?’, kemudian Nabi memegang lidah beliau
sendiri lalu mengatakan : “ini” ( maksudnya lidah, pent. ). ( HR. Turmudzi, dan
ia bekata : hadits ini shaheh ).
Dan
Ummu Habibah isteri Nabi r, dari Nabi r beliau bersabda :
" كل كلام ابن آدم عليه لا له، إلا أمرا لمعروف أو نهيا عن منكر أو
ذكرا لله ".
“Semua ucapan anak Adam ( manusia ) itu akan merugikan dia, tidak akan menguntungkan dia,
kecuali ucapan untuk amar ma’ruf ( memerintahkan yang baik ), atau nahi
mungkar ( mencegah perbuatan mungkar ), atau dzikir kepada Allah I.” ( At Tirmidzi berkomentar :
hadits ini derajatnya hasan ).
Dalam
hadits yang lain disebutkan :
" إذا أصبح العبد فإن الأعضاء كلها تكفر اللسان، تقول : اتق الله فينا
فإنما نحن بك، فإذا استقمت استقمنا، وإن اعوججت اعوججنا ".
“Bila seorang hamba berada di pagi hari, maka semua
anggota tubuh memberikan peringatan kepada lidah dan berkata : takutlah engkau
kepada Allah, sesungguhnya kami ini tergantung kepadamu, bila kamu istiqomah
kami akan istiqomah, dan bila kamu melenceng kami pun ikut melenceng.”
Sebagian
ulama salaf ada yang menyalahkan dirinya sendiri,
hanya sekedar mengucapkan : “hari ini panas dan hari ini dingin”, dan
sebagian ulama juga ada yang tidur kemudian bermimpi dan dia ditanya tentang
keadaannya, lalu dia menjawab : “aku tertahan oleh satu ucapan yang telah aku
katakan, aku pernah mengatakan : “oh, betapa butuhnya orang orang ini kepada hujan”, tiba tiba ada yang berkata kepadaku “dari
mana kamu tahu itu ?, Akulah yang lebih tahu tentang kemaslahatan hambaKu.”
Seorang
sahabat ada yang berkata pada pembantunya : tolong ambilkan kain untuk kita gunakan bermain main, lalu dia berkata :
‘Astaghfirullah, aku tidak pernah mengucapkan kata kata kecuali aku pasti bisa
mengendalikan dan mengekangnya, kecuali kata kata yang tadi aku katakan, ia
keluar dari lidahku tanpa kendali dan tanpa kekang.”
Anggota
tubuh manusia yang paling mudah digerakkan adalah lidah, tapi dia juga yang
paling berbahaya pada manusia itu sendiri …
Ada
perbedaan pendapat antara ulama salaf dan khalaf dalam masalah : apakah semua yang diucapkan oleh manusia
itu semua akan dicatat , ataukah ucapan yang baik dan yang jelek saja ?, di
sini ada dua pendapat, namun yang lebih kuat adalah yang pertama.
Sebagian
ulama salaf mengatakan : “semua perkataan anak Adam itu akan merugikan dirinya dan tidak akan menguntungkannya,
kecuali ucapan yang diambil dari kalam Allah dan
ucapan yang digunakan untuk membelaNya.
Abu
Bakar As Shiddiq t pernah memegang lidahnya dan berkata : “inilah yang
memasukkan aku ke dalam berbagai masalah”, ucapan itu adalah tawanan anda, bila
ia sudah keluar dari mulut anda berarti andalah yang menjadi tawanannya. Allah
selalu memonitor lidah setiap kali berbicara.
" ما يلفظ من قول إلا
لديه رقيب عتيد ".
“Tidak suatu ucapanpun yang diucapkan kecuali ada di
dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.”
Bahaya
lidah :
Pada
lidah itu terdapat dua penyakit besar. Bila seseorang bisa selamat dari salah
satu penyakit itu maka dia tidak bisa lepas dari penyakit yang satunya lagi,
yaitu penyakit berbicara dan penyakit diam. Dalam satu kondisi bisa jadi salah
satu dari keduanya akan mengakibatkan dosa yang lebih besar dari yang lain.
Orang
yang diam terhadap kebenaran adalah syetan
yang bisu, dia bermaksiat kepada Allah, serta bersikap riya’ dan munafik bila
dia tidak khawatir hal itu akan menimpa
dirinya. Begitu pula orang yang berbicara tentang
kebatilan adalah syetan yang berbicara, dia bermaksiat kepada Allah. Kebanyakan
orang sering keliru ketika berbicara dan ketika mengambil sikap diam. Mereka
itu selalu berada di antara dua posisi ini.
Adapun
orang orang yang ada di tengah tengah – yaitu mereka yang berada pada jalan
yang lurus – sikapnya adalah menahan lidah mereka dari ucapan yang batil dan
membiarkannya berbicara dalam hal hal yang dapat membawa manfaat pada mereka di
akhirat. Sehingga anda tidak akan melihat mereka mengucapkan kata kata yang
akan membahayakan mereka di akhirat nanti.
Sesungguhnya ada seorang hamba
yang akan datang pada hari kiamat dengan pahala kebaikan sebesar gunung, namun
dia dapati lidahnya sendiri telah menghilangkan pahala tersebut. Dan ada pula
yang datang dengan dosa dosa sebesar gunung, namun dia dapati lidahnya telah
menghilangkan itu semua dengan banyaknya dzikir kepada Allah, dan hal hal yang berhubungan denganNya.
4- Al Khuthuwat ( langkah
nyata untuk sebuah perbuatan ).
Adapun tentang Al Khuthuwat
maka hal ini bisa dicegah dengan komitmen seorang hamba untuk tidak
menggerakkan kakinya kecuali untuk perbuatan yang bisa diharapkan mendatangkan
pahala dari Allah I. Bila ternyata langkah kakinya
itu tidak akan menambah pahala, maka mengurungkan langkah tersebut tentu lebih
baik baginya.
Dan sebenarnya bisa saja
seseorang memperoleh pahala dari setiap perbuatan mubah ( yang boleh dikerjakan
dan boleh juga ditinggalkan, pent.) yang
dilakukannya dengan cara berniat untuk Allah I. Dengan demikian maka seluruh
langkahnya akan bernilai ibadah.
Tergelincirnya seorang hamba dari
perbuatan salah itu ada dua macam : tergelincirnya kaki dan tergelincirnya
lidah. Oleh karena itu kedua macam ini disebutkan
sejajar oleh Allah I dalam firmanNya :
] وعباد الرحمن الذين يمشون على الأرض هونا وإذا
خاطبهم الجاهلون قالوا سلاما [.
“Dan hamba hamba Ar Rahman, yaitu
mereka yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang orang
jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata kata ( yang mengandung )
keselamatan.” ( QS. Al Furqon, 63 ).
Di sisi lain, Allah
menjelaskan bahwa sifat mereka itu adalah istiqomah dalam ucapan dan langkah
langkah mereka, sebagaimana Allah juga mensejajarkan antara pandangan dan
lintasan pikiran, dalam firmanNya :
] يعلم خائنة الأعين وما تخفي الصدور [.
“Allah mengetahui khianat mata dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (
QS. Ghofir, 19 ).
Semua hal yang kami
sebutkan di atas adalah sebagai pendahuluan bagi penjelasan akan diharamkannya
zina, dan kewajiban menjaga kemaluan.
Rasulullah r bersabda :
" أكثر ما يدخل الناس
النار : الفم والفرج ".
“Yang paling banyak memasukkan orang ke dalam neraka ialah lidah dan
kemaluan.” ( HR. Ahmad dan At Turmudzi, dan dianggap shaheh oleh Al Albani
dalam silsilah hadits shaheh ).
Dalam shaheh Bukhori dan Muslim diriwayatkan, bahwa Nabi Muhammad r bersabda :
" لا يحل دم امرئ مسلم إلا بإحدى ثلاث : الثيب
الزاني، والنفس بالنفس، والتارك لدينه المفارق لجماعته ".
“Tidak dihalalkan
darah seorang muslim kecuali sebab tiga hal : orang
yang sudah kawin yang melakukan zina, membunuh jiwa dengan sebab membunuh jiwa,
dan orang yang meninggalkan agamanya serta meninggalkan jamaah.”
Dalam hadits ini ada
pensejajaran antara zina dengan kufur dan membunuh jiwa, persis seperti yang
terdapat dalam ayat pada surat Al Furqon, juga seperti yang ada dalam hadits
Ibnu Mas’ud t.
Penyebutan sejajar
antara zina,
Kufur Dan Membunuh Jiwa
Dalam hadits di atas Nabi r menyebut hal yang paling banyak
terjadi secara berurutan. perbuatan zina itu lebih sering terjadi dibanding
dengan pembunuhan, dan pembunuhan lebih sering terjadi dibanding dengan riddah
(keluar dari agama Islam). Dan kerusakan yang ditimbulkan oleh zina sungguh
bertolak belakang dengan kemaslahatan dalam kehidupan.
Sebab, bila seorang wanita telah
melakuka zina berarti ia telah membuat aib keluarga, suami dan kerabatnya serta
mencoreng wajah mereka di hadapan orang banyak. Bila dia sampai hamil kemudian
membunuh anaknya, berarti dia telah menggabungkan perbuatan zina dengan
pembunuhan, dan jika setelah hamil ia tetap dengan suaminya, berarti dia telah
memasukkan pada keluarga si suami dan keluarga si wanita sendiri orang lain
yang bukan bagian dari keluarga. Dan masih
banyak lagi kerusakan-kerusakan lain yang ditimbulkan oleh zina. Jika
yang berzina itu adalah seorang pria, maka hal ini –selain hal yang di atas-
juga akan menyebabkan simpang siurnya hubungan nasab, kemudian merusak
kehormatan wanita yang terjaga dan menjadikannya hancur.
Jadi, di belakang perbuatan keji ini
(zina) terdapat kerusakan dunia dan agama sekaligus. Sungguh betapa banyak
pelanggaran terhadap larangan-larangan (pelecehan terhadap kehormatan),
penyia-nyiaan hak orang dan penganiayan yang ada di balik perbuatan zina.
Diantara
dampak yang ditimbulkan oleh zina adalah bahwa zina dapat mendatangkan
kefakiran, memperpendek umur dan membuat wajah pelakunya suram serta
mendatangkan kebencian orang.
Termasuk
di antara dampaknya pula, bahwa zina itu
dapat menghancurkan hati, membuatnya sakit kalau tidak sampai
mematikannya, juga mendatangkan perasaan gundah gelisah dan takut, serta
menjauhkan pelakunya dari malaikat dan mendekatkannya kepada setan. Tak ada
bahaya –setelah bahaya perbuatan membunuh-yang lebih besar dari bahaya zina. Oleh karenanya, untuk
menghukum pelaku zina ini Allah mensyariatkan hukuman bunuh (rajam) dengan cara
yang mengerikan. Bila ada seseorang yang mendengar kabar bahwa isterinya
dibunuh orang, tentu kabarnya lebih ringan dibanding dia mendengar bahwa
isterinya berzina.
Sa’ad
bin Ubadah t berkata : “Sekiranya
aku melihat seorang pria berzina dengan isteriku, tentu aku akan memenggal
lehernya dengan pedang tanpa pikir panjang lagi.” Maka sampai perkataan ini
kepada Rasulullah r, lalu beliau
bersabda :
" أتعجبون من غيرة سعد؟ والله لأنا أغير منه، والله أغير مني،
ومن أجل غيرة الله حرم الفواحش ما ظهر منها وما بطن ".
“Apakah
kalian heran pada kecemburuan Sa’ad? Demi Allah, sungguh aku ini lebih cemburu
dari dia, dan Alah lebih cemburu dari aku, dan oleh karena betapa agungnya
kecemburuan Allah, maka Dia haramkan segala perbuatan keji, baik yang lahir
maupun yang batin.” (muttafaq alaih).
Dalam
shahih Al-bukhari dan shahih Muslim, juga diriwayatkan dari Nabi r.
" إن الله يغار، وإن
المؤمن يغار، وغيرة الله أن يأتي العبد ما حرم عليه "..
“Sesungguhnya
Allah itu cemburu, dan sesungguhnya seorang mu’min itu juga cemburu. Dan
kecemburuan Allah itu akan timbul bila seorang hamba malakukan apa yang
diharamkan kepadanya.”. (
HR. Bukhori dan muslim ).
Dalam
hadis Al-Bukhari dan musllim, juga diriwayatkan dari Nabi r :
" لا أحد أغير من الله، من أجل ذلك حرم الفواحش ما ظهر منها
وما بطن، ولا أحد أحب إليه العذر من الله، من أجل ذلك أرسل الرسل مبشرين ومنذرين،
ولا أحد أحب إليه المدح من الله، ومن أجل ذلك أثنى على نفسه ".
“Tak
ada seorangpun yang lebih pencemburu dari Allah, oleh karena itu Allah
mengharamkan perbuatan-perbuatan keji, yang lahir maupun yang batin. Tak ada
satupun yang lebih senang mengajukan alasan dari Allah, oleh karena itu Dia
mengutus para Rasul untuk memberikan kabar gembira dan peringatan. Tak ada
satupun yang lebih senang dipuji melebihi Allah, oleh karena itu Dia memuji
diriNya sendiri.” ( HR. Bukhori dan Muslim ).
Juga
dalam kitab Ash-shahihain, diriwayatkan khutbah Nabi r di saat shalat
gerhana matahari, beliau bersabda :
" يا
أمة محمد، والله لا أحد أغير من الله أن يزني عبده أو تزني أمته، يا أمة محمد،
والله لو تعلمون ما أعلم لضحكتم قليلا ولبكيتم كثيرا، ثم رفع يديه وقال : اللهم هل
بلغت؟ ".
“Hai
ummat Muhammad, demi Allah, tak ada satupun yang lebih pencemburu dari Allah
ketika ada sorang hambaNya yang laki-laki atau perempuan berbuat zina. Hai
ummat Muhammad, demi Allah, sekiranya kalian mengetahui seperti apa yang aku
ketahui, tentu kalian aka sedikit tertawa dan banyak menangis.” Kemudian beliau
mengangkat kedua tangannya seraya berkata : “Ya Allah, adakah aku sudah
sampaikan?”( HR. Bukhori dan Muslim).
Disebutkannya perbuatan dosa besar ini
secara khusus setelah shalat gerhana matahari mengandung isyarat rahasia yang
menakjubkan; dan semaraknya fenomena zina ini merupakan rusaknya alam ini, dan
itu semua adalah salah satu tanda kiamat; seperti yang disebutkan dalam
As-Shahihain, dari Anas bin Malik bahwa dia berkata : aku akan menceritakan
pada kalian sebuah hadits yang tidak akan ada orang yang akan menceritakannya
pada kalian setelah aku. Aku mendengar Rasulullah r bersabda :
" من
أشراط الساعة أن يقل العلم، ويظهر الجهل, ويظهر الزنى، ويقل الرجال وتكثر النساء،
حتى يكون لخمسين امرأة القيم الواحد ".
“Di antara
tanda-tanda kiamat bila ilmu (syar’i) menjadi sedikit (kurang), dan kebodohan
menjadi tampak serta zina juga menyebar (di mana-mana), pria jumlahnya sedikit
dan kaum wannita jumlahnya banyak sehingga untuk lima puluh wanita
(perbandingannya satu orang pria.”( HR. Bukhori dan Muslim ).
Salah
satu sunnatullah yang diberlakukan pada makhluknya, yaitu ketika zina mulai
tampak di mana-mana, Allah akan murka dan kemurkaannya sangat keras, maka
secara pasti kemurkaan itu akan berdampak pada bumi ini dalam bentuk azab dan
musibah yang diturunkan.
Abdullah
bin Mas’ud t berkata : “Tidaklah
merajalela riba dan zina di sebuah daerah, melainkan Allah memaklumkan untuk
dihancurkan.”
Seorang
pendeta bani Israil pernah melihat anaknya sedang merayu seorang perempuan,
lalu dia berkata : “Sebentar, wahai anakku!” kemudian sang ayah itu pingsan di
atas tempat tidurnya lalu meninggal, sementara isterinya jatuh dan dikatakan
kepadanya : “Beginilah cara engkau marah untukku? Sungguh, orang sejenis kamu
itu tidak mengandung kebaikan selamanya.”
Pengkhususan Hukuman
Zina Dengan Tiga Hal
Allah I mengkhususkan
hukuman bagi perbuatan zina dibandingkan dengan hukuman-hukuman lainnya dengan
tiga hal :
Pertama,
hukuman zina adalah dibunuh (dirajam) dengan cara yang mengerikan. Dalam
hukuman zina yang ringan saja, Allah menggabungkan antara hukuman terhadap
fisik dengan cambuk dan hukuman terhadap hati/mentalnya dengan cara diasingkan
dari negerinya selama satu tahun.
Kedua,
Allah melarang hamba-hambanya untuk merasa kasihan kepada para pelaku zina
sehingga mencegah mereka untuk memberlakukan hukuman kepada para hukuma kepada
para pezina itu. Sebab, Allah mansyari’atkan hukuman tersebut didasarkan pada
kasih sayang dan rahmatnya pada mereka. Allah itu sangat sayang kepada kalian,
namun kasih sayang tersebut tidaklah mencegah Allah untuk memerintahkan
berlakunya hukuman ini. Oleh karenanya janganlah kasih sayang yang ada di hati
kalian itu mencegah kalian untuk melaksanakan perintah Allah.
Hal
ini –walaupun sbenarnya juga berlaku pada seluruh macam hukuman (hudud) yang
disyari’atkan- namun disebutkan dalam hukuman zina suatu kekhususan, karena
memang sangat penting untuk disebutkan di sini, sebab kebanyakan orang tidak
mempunyai rasa marah dan sikap kasar terhadap pezina seperti sikap mereka pada
pencuri, atau orang yang menuduh berbuat zina atau pemabuk. Hati mereka
cenderung lebih kasihan pada pezina ketimbang para pelaku dosa lainnya. Dan
realita membuktikan hal itu. Oleh karena itu Allah melarang mereka, jangan
sampai rasa kasihan mereka itu membuat tidak diberlakukannya hukuman Allah I.
Mengapa
rasa kasihan pada mereka itu timbul? Penyebabnya yaitu karena perbuatan zina
ini bisa terjadi pada orang golongan atas, menengah dan bawah. Kemudian, dalam
jiwa manusia itu terdapat dorongan yang kuat untuk melakukannya (melampiaskan
libido, pent) dan orang yang melakukannya juga berjumlah banyak. Dan yang paling
banyak menjadi penyebabnya ialah cinta; sementra hati manusia itu secara
tabi’at punya perasaan kasih pada orang yang sedang jatuh cinta, bahkan banyak
diantara mereka yang siap memberikan bantuan pada mereka, walaupun sebenarnya
bentuk percintaan itu termasuk yang
diharamkan. Dan hal seperti ini sudah tidak dipungkiri lagi. Dan hal itu memang
sudah diakui oleh banyak orang.
Selain
itu juga, perbuatan dosa ini (zina) kebanyakan terjadi dengan adanya suka sama
suka dari kedua belah pihak, bukan dengan pemaksaan, penganiayaan dan lainnya
yang membuat jiwa orang-orang itu geram.
Dalam
hal ini, syahwat banyak berpengaruh, sehinga timbullah perasaan kasihan yang
mungkin akan menghambat ditegakkannya hukuman Allah I ini semua timbul
dari iman yang lemah. Kesempurnaan iman itu dicapai dengan adanya kekuatan yang
dengan itu perintah Allah dapat ditegakkan, juga adanya rahmat (kasih sayang)
terhadap orang yang dijatuhi hukuman tersebut, sehingga dia bisa sejalan dengan
Allah dalam perintah dan rahmatnya.
Ketiga,
Allah memerintahkan agar hukuman terhadap pelaku zina (baik itu cambuk ataupu
rajam, pent) handaknya dilakukan di hadapan khalayak orang-orang mu’min, bukan
di tempat yang sepi sehingga tidak ada orang yang dapat menyaksikannya. Hal ini
dilakukan agar hal tersebut lebih efektif untuk tujuan “zajr” (membuat
jera pelaku dan membuat takut orang lain
melakukannya). Hukuman bagi pezina yang “muhshan” (sudah berkeluarga) diambil
dari hukuman Allah terhadap kaum Nabi Luth u yang dilempar dengan
batu. Yang demikaian itu karena perbuatan zina dan liwath (homoseks yang
dilakukan kaum Nabi Luth u) adalah sama-sama perbuatan fahisyah (keji dan
kotor). Keduanya dapat menimbulkan kerusakan yang bertentangan dengan hikmah
Allah di dalam penciptaan perintahnya. Kerusakan dan bahaya yang ditimbulkan
oleh prektek liwath (homosex) itu sungguh sulit untuk dihitung. Orang yang
menjadi korban perbuatan tersebut lebih pantas dan lebih baik dibunuh saja;
sebab dia itu mengalami kerusakan yang tidak bisa diharapkan untuk baik kembali
selamanya. Semua kebaikannya sudah hilang. Bumi sudah menyerap habis rasa malu
dari mukanya, sehingga dia tidak akan malu lagi kepada Allah, juga kepada
makhlukNya. Hati dan jiwa orang tersebut sudah dipengaruhi oleh sperma pelaku
liwath seperti berpengaruhnya racun dalam tubuh seseorang.
Ada
perbedaan pendapat diantara sebagian orang; apakah orang yang menjadi pelaku
liwath itu bisa masuk surga atau tidak? Dalam hal ini ada dua pendapat. Aku
mendengar Syaikhul islam, Ibnu Taimiyah pernah mengungkapkan dua pendapat ini.
Mereka yang mengatakan tidak akan masuk sorga memberikan hujjah dengan beberapa
hal :
Diantaranya,
bahwa Nabi r bersabda :
"
لا يدخل الجنة ولد زنية ".
“Tidak masuk surga
anak seorang pezina”.)
HR. Bukhori dalam At tarikh ash shoghir ( 124 ), dan dihukumi hasan ).
Bila
nasib dan kondisi anak hasil zina sudah demikian, padahal dia tidak mempunyai
dosa apa-apa, hanya saja dia dicurigai sebagai tempat berbagai kejelekan dan
kotoran, serta dia pantas untuk tidak mendatangkan kabaikan apapun selamanya,
disebabkan karena dia tercipta dari nuthfah (sperma) yang kotor; bila tubuh
yang tumbuh menjadi besar dengan barang yang haram saja sangat pantas untuk
masuk neraka, maka bagaimana lagi dengan tubuh yang memang tercipta dari sperna
yang haram?
Mereka
mengatakan : orang yang menjadi pelaku liwath itu lebih jelek dari anak hasil
zina, lebih hina dan lebih kotor pula.
Dia itu memang pantas untuk tidak mendapat taufik kebaikan. Dia juga pantas
dihalangi utnuk mendapatkan taufik tersebut. Dan setiap kali dia melakukan amal
yang baik, maka Allah akan menggandengkannya dengan amalan lain yang dapat
merusaknya, sebagai hukuman baginya. Dan memang jarang kita dapati bahwa orang
yang sudah seperti itu di masa kecilnya, kecuali dia akan lebih parah di masa
tuanya. Dia tidak berhasil mendapatkan ilmu yang bermanfaat, amal yang shalih
dan taubat yang nasuha.
Namun
setelah diteliti, yang lebih pas untuk dikatakan dalam masalah ini, yaitu bahwa
bila orang tersebut bertaubat dan kembali kepada Allah, kemudian mendapatkan
karunia taubat yang nasuha serta amal yang shalih, lalu kondisinya di masa tua
lebih baik dari kondisi di masa kecilnya, lalu merubah perbuatan-parbuatan
jeleknya dengan berbagai macam kebaikan serta mencuci aibnya dengan beragam
ketaatan dan pendekatan diri kepada Allah, juga menjaga pandangan matanya,
menjaga kemaluannya dari yang haram dan benar-banar jujur kepada Allah dalam
mu’amalah-nya, maka orang yang semacam ini akan mendapat ampunan dan dia akan
termasuk ahli surga. Bila taubat itu –kita ketahui- dapat menghapus segala
macam dosa, sampai dosa syirik kepada Allah, membantai para Nabi dan para
waliNya, atau sihir, kufur dan lain semacamnya, maka kita tidak boleh membatasi
penghapusan terhadap dosa yang satu ini, padahal, dengan keadilan dan karunia
Yang Maha Kuasa, hikmah Allah menetapkan bahwa :
" التائب
من الذنب كمن لا ذنب له ".
“Orang yang bertaubat dari dosanya sama seperti orang yang tidak
berdosa” ( HR. Ibnu Majah ).
Dan
Allah sendiri telah memberikan jaminan bahwa baragsiapa yang bertaubat dari
perbuatan syirik, pembunuhan jiwa dan zina, Allah akan mengganti
perbuatan-perbuatan jeleknya dengan kebaikan-kebaikan, dan ini adalah ketentuan
hukum yang umum mencakup setiap orang yang bertaubat dari berbagai macam dosa.
Allah berfirman :
] قل يا عبادي الذين أسرفوا على أنفسهم لا تقنطوا من رحمة الله إن
الله يغفر الذنوب جميعا إنه هو الغفور الرحيم [.
“Katakanlah : Wahai hamba-hambaKu yang
aniaya terhadap diri mereka, janganlah kalian putus asa akan rahmat Allah,
sesungguhnya Allah akan mengampuni seluruh dosa, sesungguhnya Dia Maha
Pemgampun dn Maha Pengasih.” (Az-Zumar : 53)
dan tidak akan keluar
dari keumuman ayat ini satu macam dosa pun. Namun hal ini hanya khusus bagi
mereka yang bertaubat.
Bila
ternyata orang yang menjadi pelaku liwath itu
di masa tuanya lebih jelek dari masa kecilnya, tidak mendapatkan karunia
taubat nasuha dan amal shalih, tidak segera mengganti ketaatan yang dia
tinggalkan dan tidak pula mau menghidupkan apa yang sudah ia matikan, juga
tidak mengubah perbuatan-perbuatan jeleknya dengan kebaikan, maka orang semacam
ini sulit untuk mendapatkan husnul khatimah yang dapat memasukkannya ke dalam
surga di saat akan meninggal kelak. Hal itu sebagai hukuman atas perbuatan yang
jelek dengan kejelekan lainnya, sehingga bertumpuklah hukuman perbuatan jelek
yang akan diterimanya, sebagaimana Allah juga memberikan ganjaran bagi sebuah
perbuatan baik dengan perbuatan baik lainnya.
Para
Pelaku Maksiat Dikhawatirkan Akan Mati Dalam Su’ul Khatimah
Bila
anda perhatikan kondisi kebanyakan orang saat sakaratul maut menjemput, anda
akan melihat bahwa mereka terhalangi untuk mendapatkan husnul khatimah, sebagai
hukuman akibat perbuatan perbuatan jelek mereka.
Al-hafizh
Abu Muhammad Abdul Haq bin Abdurrahman Asy-syibli berkata ([1]): “ketahuilah bahwa su’ul khatimah itu ( semoga Allah
menjauhkan kita darinya ) mempunyai beberapa penyebab. Ada jalan-jalan dan
pintu-pintu yang menghantarkan kepadanya. Penyebab, pintu dan jalan yang paling
besar adalah larut dalam urusan keduniaan, tidak perhatian dalam urusan akhirat
dan berani maksiat kepada Allah. Bisa saja ada seseorang yang sudah terbiasa
melakukan kesalahan atau maksiat tertentu, sehingga menguasai hatinya, akalnya
tertawan oleh kebiasaan tersebut, pelita hatinya padam dan terbentuklah hijab
yang menutupinya. Akibatnya, teguran tidak lagi akan berguna, nasihat tidak
lagi akan bermanfaat dan bisa saja kematian datang menjemput saat dia dalam
keadaan demikian. Lalu datanglah panggilan kebaikan dari subuah tempat yang
jauh, namun dia tidak dapat memahami maksudnya. Dia tidak tahu apa yang
diinginkan oleh panggilan itu, sekalipun orang yang meneriakkan panggilan itu
terus mengulangi dan mengulanginya lagi”.
Diriwayatkan,
bahwa ada seorang dari anak buah An Nashir ( salah seorang pemimpin di masa
Mamlukiyyah) yang sedang didatangi oleh sakaratul maut, kemudian anaknya
berkata : “ ucapkanlah, laa Ilahaa Illallah !” orang itu berucap : An
Nashir adalah tuanku.” Diulangilah permintaan itu kepadanya, namun jawaban
orang itu tetap sama. Tiba-tiba orang itu tidak sadarkan diri dan setelah dia
siuman dia berucap lagi : “ An Nashir adalah tuanku”. Begitulah terus menerus
setiap kali dikatakan kepadanya ucapan : “ laa Ilaaha Illallah” dia
malah berucap : “ An Nashir adalah tuanku”. Kemudian ia berkata kepada anaknya
: “ Hai fulan, sesungguhnya An Nashir itu dapat mengenalmu hanya dengan pedang
dan keberanianmu membunuh ( berperang )”. Kemudian dia meninggal dunia.
Abdul
Haq berkata : “ pernah dikatakan juga kepada orang lain ( yang saya mengenalnya
) ucapkanlah : laa Ilaaha Illallah dia malah berucap : “ tolong rumah
yang di sana itu diperbaiki, dan kebun yang di sana itu dikerjakan…”
Abdul
Haq juga berkata : “di antara riwayat dari Abu thahir As Silafiy yang mana dia
telah mengizinkan aku untuk meriwayatkannya, yaitu subuah kisah dimana ada
seorang pria yang sedang sakaratul maut, kemudian dikatakan kepadanya :
ucapkanlan ‘laa Ilaaha Illallah’ namun dia malah mengatakan kata-kata
dengan bahasa Persia yang artinya ‘ sepuluh dengan sebelas( maksudnya, boleh
berutang sepuluh tapi bayarnya sebelas, pent)
Dan
pernah dikatakan pula pada orang lain : ucapkanlah laa Ilaaha Illallah dia
malah mengatakan “ mana jalan ke pemandian manjab? ( nama pemandian ).
Kata
Abdul Haq : jawaban yang diucapkannya itu ada ceritanya. Suatu ketika ada
seorang pria yang sedang berdiri di depan rumahnya. Rumah tersebut pintunya
menyerupai pintu sebuah tempat pemandian, tiba-tiba di situ lewat wanita cantik
dan bertanya, ‘mana jalan ke pemandian manjab ? dia menjawab (sambil menunjuk
ke pintu rumahnya) , ini dia pemandian manjab itu! Maka, wanita itu pun masuk
ke dalam rumahnya sampai kebelakang. Setelah dia sadar terjebak di rumah sang
pria dan tahu bahwa dia sedang ditipu, dia pura-pura menampakkan rasa gembira
dan suka cintanya karena pertemuannya dengan pria itu. Kemudian wanita itu berkata,
‘ sebaiknya (sebelum kita berkumpul ) engkau harus mempersiapkan untuk kita
apa-apa yang dapat membuat keindahan kehidupan kita sekaligus menyenangkan hati
kita’. Dengan segera pria itu menjawab,’ sekarang juga aku akan membawakan
untukmu semua apa yang kami inginkan dan kamu senangi’. Lalu dia pergi ke luar
dan meninggalkan si wanita dalam rumah, namun tidak menguncinya. Kemudia ia
mengambil apa yang dia bisa bawa lalu kembali ke rumahnya. Tapi sayang si
wanita itu telah keluar dan pergi. Sedikitpun wanita itu tidak mengambil apa-
apa dari rumahnya. Pria itu akhirnya mabuk kepayang dan selalu ingat pada wanita itu tadi. Dia
berjalan di lorong-lorong dan gang-gang sambil mengatakan :
يا رب قائلة يوما وقد تعبت كيف الطريق إلى حمام منجاب ؟
Wahai
tuhan mana wanita yang mengatakan suatu hari dalam kondisi capek: mana jalan
kepemandian munjab?
Suatu
saat , waktu dia mengucapkan bait syair tadi, ada seorang wanita berkomentar
dari jendela pintu rumahnya :
هلا جعلت سريعا إذ ظفرت بها حرزا على الدار أو قفلا على الباب
Mengapa
di saat sudah mendapatkannya tidak dengan segera engkau menutup rumah itu atau
mengunci pintunya ?
Mendengar itu ia
tambah mabuk kepayang. Begitulah terus kondisinya sehingga bait syair itu
menjadi kata-kata terakhirnya saat meninggal dunia.”
Suatu malam, sufyan
Ats- tsauri menangis sampai pagi. Di pagi itu ada yang bertanya kepadanya: “
adakah semua yang kau lakukan ini karena takut akan dosa ?” lalu sufyan mengambil
segenggam tanah seraya berkata : “ dosa itu lebih ringan dari batu ini, aku
menangis karena takut akan su’ul khatimah.”
Sungguh,
ini adalah pemahaman yang baik, bila seseorang itu khawatir akan dosa-dosanya
akan mebuatnya terhina di kala meninggal dunia nanti, sehingga dia terhalang
untuk memperoleh husnul khatimah.
Al Imam Ahmad pernah
menyebutkan bahwa Abu Darda’ di saat sakaratul maut datang, dia pingsan tak
sadarkan diri, kemudian dia siuman dan membaca :
] ونقلب
أفئدتهم وأبصارهم كما لم يؤمنوا به أول مرة ونذرهم في طغيانهم يعمهون [
“
Dan (begitulah ) kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka
belum pernah beriman kepadanya pada permulaannya, dan kami biarkanmereka
bergelimang dalam kesesatannya yang sangat” (QS. Al An’am : 110)
Dan oleh karena itu,
para ulama salaf khawatir kalau dosa-dosa itu dapat menghalangi mereka untuk
memperoleh husnul khatimah.
Abdul Haq juga
berkata : “ ketahuilah bahwa su’ul khatimah itu ( semoga kita dilindungi oleh
Allah darinya ) tidak akan terjadi pada orang yang dasarnya sudah rusak atau
senantiasa melakukan dosa besar dan mengerjakan kemaksiatan. Barang kali itu
menjadi kebiasaannya, sehingga kematian datang menjemputnya sebelum sempat
bertaubat, akhirnya dia meninggal sebelum memperbaiki dirinya, urat nadinya
dicabut sebelum dia kembali kepada Allah, sehinga saat itu setan berhasil merenggut dan menyambarnya
disaat yang genting tersebut. Na’udzu billah!”
Diriwayatkan bahwa di
mesir dulu ada seseorang yang selalu pergi ke masjid untuk adzan dan melakukan
shalat. Wajahnya berwibawa dan penuh cahaya ibadah. Suatu hari dia naik ke
menara seperti biasanya untuk adzan, di bawah menara itu ada rumah seorang
nashrani, dia melongok ke dalam rumah tersebut, dan melihat anak perempuan
pemilik rumah itu, akhirnya ia tergoda dengannya, lalu dia tinggalkan adzan
saat itu, dan turun untuk menemuinya, dan masuk ke dalam rumahnya. Anak
perempuan itu bertanya : “ ada apa, apa yang kamu inginkan ?” Dia menjawab :
Aku menginginkan kamu. Dia bertanya lagi : “mengapa demikian ?” dia menjawab :
“ sungguh engkau telah menawan jiwaku dan menguasai seluruh relung hatiku.”
Perempuan itu berkata : “ Aku tidak akan pernah memenuhi keinginanmu
selamanya.” Pria tadi menjawab : “ aku akan mengawinimu lebih dahulu.”
Perempuan itu berkata : “engkau seorang muslim, aku nashrani, ayahku tidak akan
mengawinkan aku denganmu. Lelaki itu berkata: “ aku akan masuk agama Nashrani!”
Maka wanita itu berkata : “ jika kamu lakukan itu, maka aku mau!” akhirnya
lelaki itu resmi masuk Nashrani agar dapat kawin dengannya. Diapun tinggal
bersama mereka. Dan pada hari itu, dia naik loteng yang ada di rumah tersebut,
kemudian jatuh dan langsung mati.
Kasihan, dia tidak
berhasil mendapatkan perempuan tersebut dan dia kehilangan agamanya.
Diriwayatkan
pula, ada seorang laki-laki yang senang kepada seseorang. Kesenangan dan
kecintaannya sangat kuat, sehingga mampu menguasahi hatinya. Bahkan, dia sampai
jatuh sakit dan harus tidur istirahat karenanya. Sementara orang yang dicintai
itu tidak mau menemuinya. Dia benar-benar tidak suka dan menjauh darinya.
Sementara itu orang-orang berusaha mempertemukan keduanya, sehingga ia berjanji
untuk menemuinya. Orang-orang datang membawa kabar tersebut, diapun gembira dan
sangat bersuka cita. Kesempitan di dadanya terasa hilang. Jadilah ia menunggu
waktu yang ditentukan untuknya. Di saat itu, tiba-tiba datang orang yang akan
mempertemukan keduanya, lalu menyampaikan : “dia sudah berangkat bersamaku
sampai di tengah perjalanan, namun dia kembali lagi. Aku terus mendorong dan
merayunya, tapi dia berkata : “ orang itu ingat dan menyebut-nyebut aku dan dia
pun bergembira dengan kedatanganku. Namun aku tidak akan masuk ke tempat yang
meragukan. Aku tidak akan mempersembahkan diriku untuk tempat-tempat yang
mencurigakan. Aku terus membujuknya, namun dia tidak mau dan terus pergi.
Mendengar hal itu, orang yang sakit tadi langsung menjatuhkan diri dan kembali
sakit dengan kondisi yang lebih parah lagi dari sebelumnya, tanda-tanda
kematian sudah tampak di wajahnya, saat itu dia mengatakan dalam untaian syair
:
يا سلمى يا راحة العليل ويا شفا المذنف النحيل
Wahai salma, wahai penenang hati yang sakit. Wahai
obat bagi tubuh yang kurus.
Keridhaanmu lebih
diharapkan oleh hatiku, katimbang rahmat Allah yang maha pencipta dan maha
mulia.
Maka
abdul Haq asy- asyibly berkata kepadanya : “wahai fulan, takutlah engkau kepada
Allah !! dia menjawab : semuanya sudah terjadi, akhirnya aku meninggalkannya.
Dan tidak sempat aku melewati pintu rumahnya, hingga aku medengar nyaring suara
kematiannya. Kita berlindung kepada Allah dari su’ul khatimah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar