BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah mmakhluk sosial yang
tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain, masing-masing berhajat kepada orang
lain, bertolong-tolongan, tukar menukar untuk memenuhi kebuatuhan hidupnya baik
dengan cara jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam atau suatu usaha yang lain
yang bersifat pribadi maupun untukk kemaslahatan umat.
Dalam
pergaulan sehari-hari ada kalanya kita sebagai manusia dihadapkan pada suatu permasalahan keluarga
yang mau tidak mau harus dihadapi. Ada kalanya keberadaan kitab suci umat Islam
sering kita abaikan, padahal Al-Quran dan As-sunnah merupakan pedoman hidup
bagi umat Islam karena didalamnya telah diatur sedemikian lengkapnya tentang
kehidupan dan tata cara beribadah baik itu berhubungan dengan Allah SWT sebagai
Maha Pencipta juga didalam Al-Qur’an pun telah diuraikan bagaimanana cara kita
berhubungan dengan sesama makhluk hidup lainnya.
Selain merupakan satu-satunya agama
yang di ridhoi Allah, Islam juga merupakan sebuah agama yang sangat sempurna
karena selain permasalahan akhirat Islam juga sangat lengkap dalam mengatur semua kehidupan umatnya
di dunia seperti Muamalah. Apa arti
muamalah ? Mengapa sewa menyewa merupakan bagian dari muamalah ?
Sebelum
kita bahas tentang sewa-menyewa yang merupakan bagian dari muamalah , sebaiknya
kita mengetahui apa arti muamalah itu sendiri.
Secara
bahasa kata Muamalah adalah masdar dari kata asmala-yu’amilu mu’amalatan
yang berarti saling bertindak, saling berbuat, dan saling beramal. Dalam Fiqih
muamalah memiliki dua macam pengertian yaitu pengertian muamalah secara sempit
dan pengertian muamalah secara luas. Secara sempit muamalah adalah : Aturan allah
yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam usahanya untuk mendapatkan
alat-alat keperluan jasmaninya dengan cara yang paling baik ( Idris Ahmad ),
sedangkan secara sempit muamalah adalah : tukar menukar barang atau sesuatu
yang sangat bermanfaat dengan cara-cara yang telah ditentukan (Rasyid Ridho ).
Muamalah
merupakan bagian dri rukun Islam yang mengatur
hubungan antara seseorang dengan orang lain. Contoh hokum Islam yang
termasuk muamalah salah satunya adalah Ijarah atau sewa-menyewa.
Dalam makalah ini akan kami
jelaskan secara sederhana tentang
definisi ijarah, landasan hukum, rukun dan syrat sah ijarah, juga pembagian dan
hukum ijarah.
B.
Rumusan Masalah
1. Mendefinisikan Ijarah ?
2. Menyebutkan Landasan Hukum Ijarah ?
3. Menyebutkan rukun syarat sah Ijarah ?
4. Menyebutkan berapa macam pembagian dan hokum Ijarah ?
5. Batalnya sewa menyewa ( Ijarah )
C. Tujuan
Dari materi muamalah tentang
sewa-menyewa ini kami susun dalam sebuah bentuk sebuah makalah, disamping untuk
menambah wawasan kami sebagai pemakalah kami juga berharap dengan pembahsan ini
kami dan segenap pembaca lainnya mampu menjadikan ilmu ini sebagai salah satu
rujukan dalam melakukan setiap langkah kehidupan, Kami pun berharap makalah ini
akan bermanfaat bagi semua pembaca sehingga kita dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan
sehari-hari.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Sewa
menyewa atau Al-Ijarah berasal dari kata
al-Ajru yang berarti Al’Iwadhu ( ganti )dari sebab itu Ats Tsawab ( pahala )
dinamai Ajru ( upah ).
Menurut etimologi, ijarah adalah menjual manfaat.
Demikian pula artinya menurut terminologi syara’. Untuk lebih jelasnya, di
bawah ini akan dikemukakan beberapa definisi ijarah menurut pendapat beberapa
ulama fiqih :
a.
Ulama
Hanafiyah, akad atas suatu kemanfaatan dengan pengganti.
b.
Ulama Asy-Syafi’iyah, akad atas suatu kemanfaatan
yang mengandung maksud tertentu an mubah, serta menerima pengganti atau
kebolehan dengan pengganti tertentu.
c.
Ulama
Malikiyah dan Hanabilah, menjadikan milik sesuatu kemanfaatan yang mubah dalam
waktu tertentu dengan pengganti.
Menurut
pengertian syara’, Al-Ijarah ialah ; Urusan sewa menyewa yang jelas manfaatnya
dan tujuannya, dapat diserahterimakan, boleh diganti dengan upah yang telah
diketahui ( gajian tertentu ).seperti halnya barang itu harus bermanfaat,
misalkan: rumah untuk di tempati, mobil untuk di naiki.
Para ulama mendefinisikan ijarah ialah sewa menyewa atas
manfaat satu barang dan atau jasa antara pemilik objek sewa dengan penyewa
untuk mendapatkan imbalan berupa sewa atau upah bagi pemilik objek sewa.[1]
Pemilik
yang menyewakan manfaat di sebut Mu’ajjir
(orang yang menyewakan). Pihak lain yang memberikan sewa di sebut Musta’jir ( orang yang menyewa=penyewa )
dan, sesuatu yang di akadkan untuk di ambil manfaatnya di sebut Ma’jur ( sewaan ). Sedangkan jasa yang
diberikan sebagai imbalan manfaatnya di sebut Ajran atau Ujrah (upah). Dan
setelah terjadi akad Ijarah telah berlangsung orang yang menyewakan berhak
mengambil upah, dan orang yang menyewa berhak mengambil manfaat, akad ini di
sebut pula Mu’addhah (penggantian).
B.
Dasar Hukum
Dasar-dasar hokum atau rujukan Ijarah adalah Al-Qur’an, Al-Sunnah, dan
AL-Ijma’.
1. Dasar hukum Ijarah
dalam Al-Qur’an adalah :
فا ن ارضعن لكم فاء توهن اجو رهن ( ا
لطلاق : 6)
“Jika mereka menyusukan (anak-anakmu) untukmu, maka
berikanlah upahnya.”(Al-Talaq:
6).
2. Dasar Hukun Ijarah
Dari Al-Hadits:
(
هريرةأبيعنالرزاقعبدرواه )اَجْرَهُفَلْيَعْمَلْجِيْرًااَجَرَاسْتَأْمَنِ
“Barang
siapa yang meminta untuk menjadi buruh, beritahukanlah upahnya.”
(HR.
Abdul Razaqdari Abu Hurairah).
Seperti
dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, bahwa Rasulullah SAW, bersabda:
(عمرابيعنماجهابنرواه)عَرَقُهُيَجِفَّاَنْقَبْلَاَجْرَهُاْلاَجِيْرَاُعْطُوْا
“Berikanlah
olehmu upah orang bayaran sebelum keringatnya kering”
3.
Landasan Ijma’nya ialah :
Umat
Islam pada masa sahabat telah ber ijma’ bahwa ijarah di perbolehkan sebab
bermanfaat bagi manusia.
C. Rukun Ijarah
Menurut ulama Hanfiyah, rukun Ijarah adalah ijab dan
qabul, antara lain dengan menggunakan kalimat: al-ijarah, al-isti’jar,
al-iktira; dan al-ikra.
Ada pun menurut jumhur
ulama, rukun ijraha ada 4, yaitu :
1.
Aqid (orang yang akad).
2.
Shigat akad.
3.
Ujrah (upah).
4.
Manfaat.
D. Syarat sah Ijarah
Ada 5 syarat sah dari Ijarah, diantaranya :
1.
Kerelaan dari dua pihak yang melakukan
akad ijarah tersebut,
2.
Mengetahui manfaat dengan sempurna
barang yang di akadkan, sehingga mencegah terjadinya perselisihan,
3.
Kegunaan dari barang tersebut,
4.
Kemanfaatan benda di bolehkan menurut
syarat,
5.
Objek transaksi akad itu (barangnya)
dapat di manfaatkan kegunaannya menurut criteria, dan realita.
E. Pembagian dan hukum
Ijarah
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Pada dasarnya, ijarah atau sewa
menyewa di definisikan ssebagai hak untuk memanfaatkan barang/jasa dengan
imbalan tertentu. Ada yang menerjemahkan ijarah sebagai jual beli jasa (
upah-mengupah), yakni mengambil manfaat tenaga manusia, ada pula yang
menerjemahkan sewa-menyewa yaitu mengambil manfaat dari barang yang
dipersewakan.
Transaksi Ijarah dilandasi adanya
pemindahan manfaat ( hak guna 0, bukan pemindahan kepemilikan ( hak milik ).
Jadi pada prinsipnya ijarah hamper sama dengan prinsip jual beli.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar