Jumat, 31 Oktober 2014

Konsep Pengembangan diri dalam Bimbingan Konseling



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pendidikan merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan manusia yang sedang berkembang menuju kepribadian yang mandiri untuk dapat membangun diri sendiri dan masyarakat. Konsekuensi dari proses pendidikan yaitu harus mampu menyentuh dan mengendalikan berbagai aspek perkembangan manusia.
Di dalam Undang-Undang no 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional pasal 3 yang menyebutkan: “pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.”
Berdasarkan fungsi pendidikan nasional tersebut, tampak bahwa pendidikan berfungsi untuk membentuk watak dan karakter serta pengembangan diri dalam rangkan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam hal ini, untuk mengembangkan potensi diri peserta didik diperlukannya pendalaman mengenai materi-materi yang akan membantu dalam mengembangkannya.
Maka dari itu, di bawah ini kami akan memaparkan berbagai hal-hal yang berkaitan dengan pengembangan diri untuk memposisikan peserta didik serta membahas materi-materi mengenai pengembangan diri tersebut.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka kami merumuskan beberapa masalah sebagaai berikut:
1.      Apa yang dimaksud dengan pengembangan diri?
2.      Bagaimanakah pengantar dari pengembangan diri?
3.      Apa saja materi yang membahas dalam pengembangan diri?
BAB II
PEMBAHASAN

Ø  Pengertian Pengembangan Diri
Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran sebagai bagian integrasi dari kurikulum sekolah/madrasah. Kegiatan pengembangan diri merupakan upaya pembentukan watak dan kepribadian peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling berkenaan dengan masalah pribadi dan kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan pengembangan karir, serta kegiatan ekstra kurikuler.
Adapun dalam KTSP, pengembangan diri merupakan wilayah komplementer antara guru dan konselor. Penjelasan tentang pengembangan diri yang tertulis dalam struktur kurikulum dijelaskan bahwa pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada konseli (klain) untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap konseli. Pengembangan diri sebagaimana dimaksud dalam KTSP merupakan wilayah komplementer antara guru dan konselor. Penjelasan tentang pengembangan diri yang tertulis dalam struktur kurikulum dijelaskan bahwa pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada konseli untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap konseli sesuai dengan kondisi Sekolah/Madrasah.
Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir konseli. Dari penjelasan yang disebutkan itu ada beberapa hal yang perlu memperoleh penegasan dan reposisi terkait dengan pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal, sehingga dapat menghindari kerancuan konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor. Pengembangan diri bukan sebagai mata pelajaran, mengandung arti bahwa bentuk, rancangan, dan metode pengembangan diri tidak dilaksanakan sebagai sebuah adegan mengajar seperti layaknya pembelajaran bidang studi. Namun, manakala masuk ke dalam pelayanan pengembangan minat dan bakat tak dapat dihindari akan terkait dengan substansi bidang studi dan/atau bahan ajar yang relevan dengan bakat dan minat konseli dan disitu adegan pembelajaran akan terjadi. Ini berarti bahwa pelayanan pengembangan diri tidak semata-mata tugas konselor, dan tidak semata-mata sebagai wilayah bimbingan dan konseling.
Pelayanan pengembangan diri dalam bentuk ekstra kurikuler mengandung arti bahwa di dalamnya akan terjadi diversifikasi program berbasis minat dan bakat yang memerlukan pelayanan pembina khusus sesuai dengan keahliannya. Inipun berarti bahwa pelayanan pengembangan diri tidak semata-mata tugas konselor, dan tidak semata-mata sebagai wilayah bimbingan dan konseling. Kedua hal di atas menunjukkan bahwa pengembangan diri bukan substitusi atau pengganti pelayanan bimbingan dan konseling, melainkan di dalamnya mengandung sebagian saja dari pelayanan (dasar, responsif, perencanaan individual) bimbingan dan konseling yang harus diperankan oleh konselor.

Ø  Pengantar
Misi pendidikan --khususnya di SLTP (SMP dan MTS) dan SLTA (SMA, MA, SMK, dan MAK)-- tidak semata-mata mempersiapkan para lulusannya agar memiliki kemampuan intelektual dan keterampilan, tetapi juga memiliki akhlak yang mulia, mental yang sehat, atau kepribadian yang mantap. Dalam kata lain para lulusan SLTP/SLTA diharapkan dapat menjadi seorang insan yang cerdas, terampil, dan berakhlak mulia, atau memiliki kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual.
Pernyataan ini mengandung maksud bahwa pendidikan merupakan proses yang mempasilitasi peserta didik agar mampu mengembangkan potensi dirinya secara utuh, dalam arti memiliki:
1)      Fisik yang sehat, bugar dan fungsional
2)      Kemampuan intelektual yang cerdas
3)      Emosi yang stabil
4)      Kemampuan yang sosiabilitas yang lentur (tidak kaku) dan komunikatif
5)      Kesadaran religiusitas yang mantap.
Terkait dengan aspek pengembangan diri peserta didik, pemerintah melalui Menteri Pendidikan Nasional telah mengeluarkan peraturan menteri (PERMEN) no 22 tahun 2006 tentang Standar Isi, Bab II butir A, B, C dan D mengenai struktur kurikulum yang memasukkan materi perkembangan diri kedalam struktur kurikulum untuk jenjang pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTS/SMPLB, SMA/MA/SMALB dan SMK/MAK. Materi pengembangan diri ini diberikan setiap semester dengan waktu dua jam pelajaran.
Dalam struktur kurikulum pendidikan umum (SD/MI, SMP/MTS dan SMA/MA) pengembangan diri itu dijelaskan sebagai berikut.
Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstra-kurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dngan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar dan pengembangan karir peserta didik.
Sementara dalam struktur kurikulum pendidkan kejuruan (SMK/MAK) pengembanagn diri itu dijelaskan sebagai berikut.
Pengenbangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengakspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau di bimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstra-kurikuler.
Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar dan pembentukan karir peserta didik. Pengembangan diri gabi peserta didik SMK/MAK terutama ditujukan untuk pengembangan kreativitas dan bimbingan karir.
Materi pengembangan diri ini tidak hanya diberikan di pendidikan umum dan kejuruan, tetapi juga di pendidikan khusus. Dalam struktur kurikulum pendidikan khusus, pengembangan diri itu dijelaskan sebagai berikut.
Pengembangan diri itu bukan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, kemampaun, bakat dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstra-kurikuler.
Dalam peraturan di atas, tercantum bahwa kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, dan kegiatan pengembanagn diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir peserta didik.
Pencantuman layanan konseling dan peran konselor dalam kaitannya dengan komponen pengembangan diri dalam KTSP, apabila dilihat dari sisi makna peran dan fungsi program bimbingan dan konseling di sekolah dapat menimbulkan persepsi yang keliru. Dalam peraturan tersebut, terkesan bahwa layanan bimbingan dan konseling lebih terfokus kepada individu yang bermasalah saja. Padalah makna dan fungsi bimbingan dan konseling yang sebenarnya, apalagi dalam perspektif perkembangan, layanan bimbingan dan konseling itu diperuntukkan bagi semua peserta didik (guidance and counseling for all). Sementara layanan kepada peserta didik yang bermasalah, hanya satu layanan bimbingan dan konseling yaitu layanan responsif.
Berdasarkan pemikiran tersebut dan dikaitkan dengan kerangka pikir tentang eksistensi dan posisi bimbingan konseling dalam proses pendidikan,-- seperti telah dipaparkan di atas--, maka keberadaan komponen pengembangan diri dalam KTSP bukanlah substitusi atas program bimbingan dan konseling di sekolah, melaikan sebuah peluang kuat bagi program bimbingan dan konseling di sekolah untuk memperoleh hak memberikan layanan kepada peserta didik secara terjadwal sekurang-kurangnya dua jam dalam seminggu.
Prinsip ini sejalan dengan kebutuhan layanan dasar bimbingan yang dalam implememtasinya memerlukan bertatap muka dengan peserta didik, dalam upaya membantu mereka agar mampu mengembangkan dirinya secara optimal baik menyangkut aspek pribadi, sosial, akademik maupun karir.
Program pengembangan diri dalam KTSP sebagai bagian dari program bimbingan dan konseling di sekolah, merupakan peluang dan sekaligus tantangan bagi para konselor untuk senan tiasa meningkatkan wawasan dan kemampuannya, agar mampu mengimplementasikan kewenangan tersebut ke dalam kinerja yang bermutu, sehingga memperoleh hasil yang diharapkan.
Agar harapan ini terwujud, maka para konselor dituntut untuk memiliki kepiawaian, kemampuan, dan kinerja yang kreatif dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada para siswa, agar mereka memiliki:
1)      Pemahaman, wawasan, dan kesadaran akan identiras dirinya;
2)      Kemamapuan mengembangkan potensi dirinya (fisik, intelektual, emosi, sosial, dan moral-spiritual);
3)      Keterampilan mengatasi masalah yang dihadapinya;
4)      Wawasan tentang perkembangan IPTEK dan sosial budaya masyarakat; dan
5)      Kemampuan menyesuaikan diri secara konstruktif dengan lingkungan dalam upaya menciptakan kesejahteraan hidup bersama.
Untuk melaksanakan program bimbingan dan konseling, yang tujuanya untuk memfasilitasi para siswa agar memiliki ke lima kemampuan tersebut, maka konselor dituntut untuk menyiapkan materi-materi yang relevan. Isi materi ini pada dasarnya terkait dengan upaya membantu para siswa untuk mengembangkan tugas-tugas perkembanganya, baik yang berhubungan dengan aspek pribadi, sosial, akademik (belajar), maupun karir.
Ø  Materi Pengembangan Diri melalui Layanan Dasar
Dalam menerapkan layanan dasar bimbingan yang terkait dengan pengembangan diri (pencapaian tugas-tugas perkembangan) peserta didik, maka konselor perlu memberikan layanan bimbingan (baik lkasikal maupun kelompok) kepada mereka, yang menyangkut aspek-aspek pribadi-sosial, akademik (belajar), dan karir tersebut.
Agar para konselor dapat memfasilitasi siswa dalam mengembangkan dirinya, maka dia perlu memiliki wawasan, atau pengetahuan tentang berbagai hal yang terkait dengan upaya tersebut. Dalam kaitannya hai itu, pada uraian berikut disajikan beberapa contoh tentang informasi atau materi, sebagai bahan lahanan informasi atau diskusi dengan peserta didik.
Materi ini sebagai bahan untuk diskusi dengan para siswa, baik secara klasikal maupun kelompok. Agar diskusi ini berlangsung dengn baik, maka sebaiknya setiap materi ini digandakan sebanyak siswa, agar mereka dapat membaca dan menelaahnya. Guru pembimbing dapat merumuskan pertanyaan-pertanyaan, atau tugas-tugas bagi siswa terkait dengan setiap materi yang diberikan, dalam upaya mendorong mereka memperdalam dan menghayati isi dari materi tersebut, sebaiknya setiap materi disertai ilustrasi kasus nyata (seperti melalui kliping koran/majalah), sehingga siswa dapat menghayati betul tentang makna materi yang diberikan konselor.
Untuk melaksanakan layanan informasi, atau layanan bimbingan kelompok dalam rangka mendiskusikan atau memecahkan masalah yang terkait dengan topik-topik (materi) yang disajikan, dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut.
Contoh materi itu sebagai berikut:
1.      Konsep Diri dan Pengembangan Diri secara Efektif
a.       Konsep diri
Konsep diri merupakan “Persepsi (pandangan), penilaian dan perasaan seseorang terhadap dirinya, baik menyangkut aspek fisik, psikis maupun sosial”. Contoh konsep diri itu seperti:
1)      “Wajah saya jelek” (Persepsi tentang fisik)
2)      “Saya pintar” (persepsi tentang psikis)
3)      “Teman-teman menyayangi saya” (persepsi sosial)
Contoh di atas, merupakan konsep diri yang sifatnya kognisi (pengetahuilpersepsi). Konsep diri yang sifatnya kognisi ini akan menjadi masalah bagi seseorang apabila dia mempunyai perasaan (sifat afeksi dari konsep diri) bersifat negatif. Seperti dari contoh yang pertama, dia mengatakan “Karena wajah saya lelek, saya merasa malu untuk bergaul dengan teman-teman”. Konsep diri itu akan berpengaruh kepada perilaku atau kepribadian seseorang. Konsep diri yang negatif berpengaruh kurang baik terhadap perilaku dan kepribadiannya, sedangkan yang positif akan berpengaruh positif juga terhadap perilaku dan kepribadiannya.
Bagi sesorang yang memiliki konsep diri yang negatif seperti contoh di atas, maka dia akan merasa minder atau merasa rendah diri (unsur kepribadian) dan cenderung dia akan mengisolasi diri dari pergaulan dengan orang lain (unsur perilaku). Akan lain pengaruhnya kepada perilaku dan kepribadiannya, apabila dia mempunyai konsep diri yang positif, seperti:”Meskipun wajah saya jelek, saya menerimanya sebagai anugrah dari Tuhan (Allah), oleh karena itu saya tidak perlu malu untuk bergaul dengan teman-teman.
Konsep diri seseorang itu perkembanganya dipengaruhi oleh faktor pengalaman berinteraksi dengan orang lain atau faktor sikap dan perlakuan orang lain, terutama orang tua. Perlakuan yang baik, seperti: kasih sayang, perhatian, dan pujian, cenderung membentuk konsep diri yang positif. Sedangkan perlakuan yang negatif, seperti: sikap memusuhi, cemoohan (ejekan), hardikan cenderung membentuk konsep diri yang negatif.
Berikut ciri-ciri pribadi dan perilaku orang yang memiliki konsep diri yang positif:
1)      Merasa yakin atau percaya diri akan kemampuannya untuk mengatasi masalah yang dihadapinya.
2)      Merasa setara dengan orang lain (tidak merasa rendah diri atau bersikap sombong dalam bergaul dengan orang lain).
3)      Dapat menerima pujian orang lain secara wajar.
4)      Mampu memperbaiki dirinya, apabila mengalami kegagalan.
5)      Mempunyai kepedulian terhadap kepentingan orang lain.
Sedangkan dari konsep diri yang negatif dapat dilihat ciri-ciri pribadi dan perilakunya sebagai berikut:
1)      Tidak mau dikritik orang lain, suka marah jika dikritik oleh orang lain.
2)      Senang dipuji orang.
3)      Suka meremehkan atau mencela orang lain.
4)      Merasa tidak senang, ditolak, atau tidak diperhatikan orang lain, sehingga kurang bisa akrab dalam berteman.
5)      Bersikap pesimis dalam suasana persaingan, atau pesimis akan masa depan.
b.      Cara Mengembangkan Diri
Setiap orang (termasuk anda) dilahirkan ke dunia ini berada dalam kondisi atau keadaan yang relatif berbeda. Perbedaan itu seperti dalam:
1)      Fostur tubuh: tinggi, pendek,
2)      Kulit: putih, hitam, sawo matang dan kuning lansat,
3)      Wajah: cantik/cakep, jelek,
4)      Kondisi tubuh: utuh-cacat, sehat-berpenyakitan, dan
5)      Kecerdasan: genius, cerdas, rata-rata dan bodoh.
Kondisi kita bagaimanapun keadaannya, merupakan anugrah dari Tuhan (Allah) yang harus disyukuri,bukan untuk disesali. Mensyukuri anugrah atau nikmat dari Tuhan ini, adalah dengan mengembangkan atau memanfaatkan dalam kegiatan-kegiatan yang positif, sehingga kita menjadi manusia yang bermakna (berguna), baik bagi diri kita sendiri maupun orang lain. Cara yang ditempuh dalam rangka mengembangkan diri itu adalah:
1)      Merawat diri: memelihara kebersihan dan kesehatan diri;
2)      Belajar: baik belajar di sekolah maupun di rumah, baik mempelajari ilmu-ilmu agama maupun umum;
3)      Mengikuti kursus-kursus yang menunjang;
4)      Aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler;
5)      Aktif dalam kegiatan OSIS atau organisasi kepemudaan;
6)      Senang menyimak perkembangan ilmu pengetahuan, dan sosial budaya yang terjadi di masyarakat, dengan cara membaca koran, majalah atau mendengarkan berita TV;
7)      Menghindarkan diri dari pergaulan dengan orang lain (teman) yang berperilaku tidak baik (perokok, peminum, pecandu obat-obatan terlarang, atau yang melecehkan ajaran agama).

2.      Kematangan Emosional
Sebelum membahas kematangan emosional, terlebih dahulu coba anda kenali suasan emosi sendiri. Untuk itu islah setiap pernyataan yang tertera pada angket di bawah ini. Bubuhkanlah tanda cek (v) pada nomor setiap pernyataan, pada kolom:
S (Sesuai) : apabila pernyataan tersebut sesuai dengan pribadi anda.
KS (Krang Sesuai) : apabila pernyataan tersebut kurang sesuai dengan pribadi anda.
TS (Tidak Sesuai) : apabila pernyataan tersebut tidak sesuai dengan pribadi anda.
Pernyataan
S
KS
TS
1.      Kurang dapat mengendalikan diri (mudah marah/sedih)
2.      Kurang percaya diri
3.      Mudah putus asa
4.      Kurang memiliki motivasi untuk meraih prestasi
5.      Kurang ulet dalam menyelesaikan tugas
6.      Merasa minder (rendah diri)
7.      Pesimis dalam menghadapi masa depan
8.      Selalu ingin dibantu orang lain dalam menyelesaikan tugas/masalah
9.      Malas belajar
10.  Suka berprasangka buruk kepada orang lain
11.  Merasa sedih/cemas karena belum punya pacar
12.  Merasa kurang betah (nyaman) hidup di rumah



Skor     : ...........
Untuk setiap pernyataan yang sesuai (S) dengan pribadi anda, berilah skor 1, kurang sesuai (KS) beri skor 2, dan tidak sesuai (TS) beri skor 3. Setelah itu jumlahkan semua skor pilihan anda. Kemudian tafsirkanlah keadaan atau tingkat kematangan emosi anda tersebut dengan melihat kriteria berikut.
Skor
Kategori
26-36
16-25
1-5
Tinggi
Sedang
Rendah

Jika skor anda 26 ke atas, berarti anda cenderung memiliki tingkat kematangan emosi yang tinggi, artinya kesehatan mental anda sangat baik.
Kematangan emosional dapat diartikan sebagai suasana atau respon emosional yang terhindar dari sifat-sifat influsif (bertingkah laku berdasarkan dorongan sesaat tanpa pertimbangan yang matang), atau kekanak-kanakkan.
Sifat kekanak-kanakkan atau implusif itu seperti: egois, mau menag sendiri, tidak sabaran, dan melakukan sesuatu tanpa pertimbangan norma (agama atau adat istiadat). Untuk memiliki kematangan emosional ini, diperlukan waktu yang panjang, dalam proses pengalaman yang tidak sebentar. Matang tidaknya emosi seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti: faktor usia, sikap dan perlakuan orang tua, dan kualitas interaksi sosial (komunikasi) baik dengan orang tua, teman sebaya, atau orang lain yang bermakan baginya.
Dipandang dari sudut usia, maka masa remaja (terutama remaja akhir, usia SLTA) diduga sudah memiliki kematangan emosional. Remaja harus sudah mampu meninggalkan sifat kekanak-kanakkannya, dan mulai belajar untuk berperilaku secara matang. Atas asumsi tersebut, maka siswa SLTA yang usianya sudah memasuki masa remaja akhir, seyogiannya sudah mampu menampilkan perilaku yang tidak implusif lagi, tetapi yang didasarkan atas pertimbangan yang matang, yaitu memikirkan tentang dampak atau resiko dari perbuatannya itu.
Remaja (siswa SLTP/SLTA) yang sudah memiliki kematangan emosional ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut:
1)      Mampu mengontrol emosinya (self-control), dalam arti mampu mengendalikan diri dari perasaan, keinginan, atau perbuatan tertentu yang apabila diperturutkan akan berdampak kurang baik (bagi dirinya atau orang lain). Contoh orang yang tidak mampu mengontrol emosi itu, seperti: terlibat perkelahian, minum minuman keras, dan bolos dari sekolah.
2)      Bersikap esokolahimis dalam menatap masa depan. Siswa yang memiliki sikap esokolahimis, akan menampilkan pribadi yang penuh semangat dalam belajar atau melaksanakan tugas-tugas, melakukan kegiatan-kegiatan yang positif, tidak mengeluh, dan mempunyai tekad yang kokoh untuk mencapai cita-cita.
3)      Menaruh respek terhadap diri sendiri dan orang lain. Dalam hal ini siswa merasa bahwa dirinya berharga demikian juga orang lain. Dalam bergaul, dia tidak merasa minder (rendah diri), atau bersikap sombong.
4)      Mencintai dan menghormati orang atau aturan (norma) secara ikhlas. Contohnya:
a)      Mencintai orang tua, bukan karena ingin diberi hadiah atau takut dimarahinya, tetapi betul-betul didasari oleh hati yang tulus, atau berniat ibadah,
b)      Menghormati guru, bukan karena ingin nilai baik, tetapi didasarkan oleh niat yang sama, dan
c)      Menaati tata tertib sekolah, bukan karena takut dihukum, tetapi didasarkan kepada pertimbangan, bahwa ketaatan itu akan berdampak positif bagi dirinya.
5)      Dapat merespon frustasi (kekecewaan) secara wajar atau dengan cara yang positif. Frustasi itu merupakan perasaan kecewa atau sedih karena tidak terpenuhinya kebutuhan (keinginan). Frustasi itu ada yang ringan dan ada juga yang berat. Frustasi yang dapat menimbulkan masalah bagi siswa atau remaja, biasanya frustasi yang berat. Tetapi itupun tergantung kepada kekuatan pribadi atau kematangan emosional masing-masing.
Menghadapi masalah tersebut, terdapat respon yang baik apabila mengalami kegagalan atau kecewa adalah menghadapinya dengan cara:
a)      Bersikap menerima kenyataan yang dihadapi, dan
b)      Berusaha untuk mencari alternatif lain yang lebih sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
6)      Dapat menghindarkan diri dari perasaan atau sifat: permusuhan, dendam kesumat, tidak percaya diri, dan mudah putus asa.

3.      Etika Pergaulan dengan Teman Sebaya
Masalah pergaulan remaja dewasa ini sering menjadi topik pembicaraan, dan sekaligus menjadi sumber kerisauan, atau keprihatinan para orang tua,
Pendidik, dan semua pihak yang mempunyai kepedulian terhadap nasib masa depan generasi muda.
Munculnya keprihatinan itu, memang cukup beralasan, mengingat masih ada pergaulanremaja itu yang berdampak negatif,  baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain (terutama orang tuanya). Pergaulan yang berdampak negatif ini, disebabkan oleh faktor kelompok remaja itu sendiri yang kurang memperhatikan norma, baik agama maupun adat istiadat. Apabila kelompok pergaulan itu berkembang sesuai dengan agama, tidak menyimpang dari agama, atau perundang-undangan, maka kelompok ini sangatlah baik bagi perkembangan anggota kelompok tersebut.
Dilihat dari kajian psikologis, pergaulan itu dipandang sebagai wahana untuk mewujudkan atau memenuhi kebutuhan insani (manusia), yaitu kebutuhan rohani, seperti:
1)      Kebutuhan akan pengakuan sosial dari orang lain (need for appikiation)
2)      Kebutuhan akan keterkaitan (persaudaraan) dan cinta kasih (belongingness and love)
3)      Kebutuhan kan rasa aman, perlindungan (safety needs)
4)      Kebutuhan akan kebebasan (independence)
5)      Kebutuhan akan harga diri, hasrat untuk dihargai orang lain (self-esteem needs)
Pergaulan remaja adalah kontak sosial diantara remaja atau dalam kelompok sebaya (peer group). Kelompok sebaya ini, di samping dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap perkembangan remaja sebagai anggota kelompok remaja tersebut, juga pengaruh yang negatif. Pengaruh negatif itu maksudnya, bahwa kelompok teman sebaya itu menjadi racun bagi perkembangan remaja. Kelompok teman sebaya yang memberikan pengaruh negatif itu, apabila pola perilaku para anggotanya tidak bermoral, atau melecehkan norma agama, seperti:
1)      Meminum-minuman keras(teler/slebor);
2)      Kecanduan obat-obatan terlarang (drug addiction), seperti shabu-shabu, ecstacy, dan narkotika;
3)      Kriminalitas (mencuri, ngompas, malak, mengutil), sadisme (membunuh, gang motor);
4)      Pacaran bebas (fress love), dan bahkan free sex (samen lecen atau kumpul kebo); dan
5)      Tawuran.
Peristiwa demi peristiwa yang berkaitan dengan masalah di atas, makin sering muncul ke permukaan, baik diketahui berdasarkan pengamatan langsung maupun informasi dari media masa. Dilihat dari kecenderungannya, nampak semakin menghawatirkan.
Munculnya peristiwa di atas, merupakan sisi gelap dari kondisi modern yang kurang memperdulikan nilai-nilai moral. Kondisi kehidupan dimana manusia (termasuk kaum remaja) sudah terbius dengan kesenangan hidup duniawi dengan melecehkan (merendahkan) nilai hidup ukhrowi.
Untuk memahami lebih lanjut, tentang bagaimana bentuk pergaulan remaja, yang mungkin juga sedang anda alami sekarang, adalah sebagai berikut:
a.      Pergaulan Persahabatan
Pergaulan ini sifat hubungannya hanya terbatas teman, yang didasarkan kepada adanya kesamaan diantara mereka, seperti: kesamaan sekolah, agama, hobi, tempat tonggal, pekerjaan, dan latar belakang status sosial ekonomi. Bergaullah anda dengan teman yang berakhlak mulia (dengan tidak melihat latar belakang sosial ekonomi, suku, atau agama).
b.      Pergaulan Percintaan
Masa remaja ditandai dengan mulai matangnya (terkadi perubahan fungsional) organ-organ sex dan fostur tubuh. Perubahn-perubahn itu dapat menimbulkan rangsangan erotis (birahi) pada jenis kelamin lawannya.
Pada masa ini, remaja hidupnya makin romantis, senang berhias diri, menyusun atau pengarang puisi-puisi cinta, dan senang membaca novel-novel percintaan. Remaja mulai berminat, atau menaruh perhatian yang lebih dalam untuk bergaul lebih akrab dengan jenis kelamin lawannya. Dia mulai melakukan eksplorasi dalam bercinta.
Keinginan remaja untuk menjalin cinta kasih dengan lawan jenisnya, merupakan fitrah manusia yang tidak mungkin dihilangkan atau dihalang-halangi. Yang menjadi persoalan adalah bagaimana agar dalam menyalurkan fitrah cinta kasihnya itu tidak melanggar norma agama atau adat istiadat.
Sehubungan dengan hal tersebut,bagi remaja yang mempunyai keinginan menjadi generasi bangsa yang memiliki kualitas pribadi yang mantap, cerdas, terampil, bermoral, maka dalam pergaulan berteman atau berpacaran itu, perlu memperhatikan etika atau norma-norma yang dijunjung tinggi oleh masyarakat, yaitu norma agama. Etika tersebut ialah sebagai berikut:
1)      Pilihlah teman yang berakhlak baik.
2)      Bertemanlah dengan yang memiliki semangat belajar yang tinggi.
3)      Kembangkanlah sikap saling membantu, dan memberi saran, dalam kelompok anda.
4)      Kembangkanlah sikap saling menghormati, dan menghargai diantara teman kelompok.
5)      Jadikanlah sikap solidaritas semua (buta) diantara teman, seperti solidaritas terhadap teman yang melakukan tawuran.
6)      Hindarkan pola perilaku yang melanggar norma agama (tidak bermoral).
7)      Jadikanlah kelompok anda itu sebagai wahana untuk belajar bersama, seperti mendiskusikan belajar, tugas-tugas, atau pemecahan masalah-masalah yang dihadapi, baik oleh pribadi masing-masing maupun oleh bersama.
8)      Apabila anda sudah mempunyai kekasih, jalinlah percintaan itu dengan sebaik-baiknya, jangan dinodai oleh perilaku yang melanggar norma agama (seperti melakukan perbuatan yang hanya boleh apabila sudah menikah). Alangkah baiknya apabila pacaran itu dijadikan motivasi untuk lebih semangat belajar, saling membantu dalam mengembangkan wawasan keilmuan, bersama-sama aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, atau acara-acara keagamaan. Janganlah anda menodai cinta, karena cinta adalah anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa.

4.      Problem Solving (Pemecahan Masalah)
Dalam perjanan hidupnya, setiap orang senan tiasa akan menghadapi masalah. Untuk memahami apa masalah dan bagaimana memecahkannya akan di bahas berikut ini.
a.      Pengertian Masalah
Masalah dapat diartikan sebagai suatu kesenjangan antara yang diharapkan dengan kenyataan yang dialami.contohnya: seorang siswa merasa kecewa (frustasi), karena gagal masuk perguruan tinggi yang menjadi favoritnya. Dia sangan mendambakan memasuki perguruan tersebut, karena teman-temannyapun banyak yang memasuki. Namun pada saat ikut tes, ternyata dia tidak lulus. Yang menjadi masalah siswa tersebut ialah, kesenjangan antara cita-cita masuk perguruan tinggi favorit dengan kegagalan yang dialaminya.
b.      Pengertian Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah dapat diartikan sebagai upaya untuk memahami masalah dan faktor-faktor penyebabnya, selta menemukan alternatif pemecahannya yang paling tepat, agar terhindar dari kondisi yang merugikan.
c.       Jenis-Jenis Masalah
1)      Masalah pribadi (personal), seperti:
§  Frustasi karena tidak tercapainya cita-cita
§  Konflik psikis (kekurang sesuaian antara keinginan/minat dengan kemampuan), atau konflik antar kebutuhan seksual dengan norma agama
§  Bersikap apatis (kurang bergairah) dalam menghadapi kehidupan atau mengalami indolensi (kelesuan) hidup
§  Bersikap pesimis akan masa depan
§  Kurang dapat membagi waktu
§  Frustasi karena kurang mendapat kasih sayang atau perhatian orang tua
§  Frustasi karena putus cinta
§  Merasa minder (rendah diri) bergaul dengan orang lain
§  Merasa kurang percaya diri (tidak PD) dalam mengekspresikan diri
§  Memiliki penyakit yang sulit disembuhkan.
2)      Masalah keluaga, seperti:
§  Hubungan yang kurang harmonis (gap communication) anar ayah-ibu, atau orang tua-anak
§  Ekonomi lemah
§  Ketidak utuhan keluarga (meninggal atau bercerai)
§  Orang tua kurang memperhatikan kebutuhan anak
§  Orang tua tidak menampilkan pribadinya sebagai figur moral yang baik
3)      Masalah dalam kelompok sebaya (peer group), seperti:
§  Norma kelompok yang kurang sesuai dengan norma pribadi
§  Berkembangnya sikap egois diantara anggota kelompok
§  Kurang berkembangnya sikap toleransi, loyalitas dan kebersamaan
§  Gaya hidup atau perilaku teman dalam kelompok tidak sesuai dengan ajaran agama atau berakhlak buruk (seperti dalam cara berpakaian, berpenampilan dan brkata-kata)
§  Terperangkap dalam gang yang perilakunya brital/sadis, seperti gang motor yang berkembang di kota-kota besar.
4)      Masalah belajar
§  Merasa sulit untuk berkonsentrasi dalam belajar
§  Kurang memiliki motivasi belajar
§  Kurang memiliki sikap dan kebiasaan belajar ynag positif
§  Kurang memiliki keterampilan untuk belajar
5)      Masalah karir, seperti:
§  Belum mengetahui sekolah lanjutan atau perguruan tinggi yang akan dimasuki
§  Belum memahami jenis pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan sendiri
§  Masih bingung untuk memilih jenis pekerjaan yang cocok dengan kemampuan dan minat
§  Merasa pesimis bahwa setelah sekolah, bisa melanjutkan studi atau mendapat pekerjaan yang diharapkan.
d.      Langkah-Langkah Pemecahan Masalah
1)      Mengklarifikasi masalah (memahami masalah dan mengidentifikasi sumber masalah)
2)      Menemukan alternatif pemecahan masalah
3)      Menguji alternatif pemecahan masalah (tes resiko)
4)      Mengambil keputusan (Decosing making)
5)      Melakukanb kegiatan sesuai dengan keputusan yang diambil.

5.      Sikap dan Kebiasaan Belajar
a.      Nilai Belajar Menurut Agama
Agama mengajarkan kepada umatnya, bahwa belajar merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan. Dengan demikian, kegiatan belajar disamping akan mengembangkan kualitas keilmuan, kemampuan nalar/berpikir, kematangan emosional, keterampilan sosial, dan kesadaran moral, juga mempunyai nilai ibadah (berpahala) bagi para pelakunya.
Demikian juga halnya bagi anda para siswa, dengan melakukan belajar di rumah, di sekolah atau tempat lain, baik belajar ilmu-ilmu umum maupun keagamaan, maka berarti anda telah melakukan hal yang mulia, karena anda telah melaksanakan salah satu kewajiban agama.
Dalam ajaran agama, kita menemukan keterangan, bahwa “Barang siapa mencari ilmu, maka Tuhan(Allah) akan memudahkan atau memperlancar baginya masuk surga” Keterangan lain mengemukakan: “Carilah ilmu walaupun ke negeri Cina”.
Bagi siswa yang meyakini/mengimani ajaran agama, maka dapat dipastikan dia akan memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar, sikap yang positif terhadap kegiatan belajar, dan kebiasaan belajar ya ng teratur. Dia kan merasa berdosa, manakala malas belajar, membolos dari sekolah, atau tidak mengerjakan tugas-tugas sekolah.
b.      Pengertian Sikap dan Kebiasaan Belajar
Sikap terhadap belajar merupakan “Kecenderungan seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan kegiatan belajar, sebagai dampak dari suasan perasaan (feeling) dan keyakinannya tentang belajar”.
Siswa yang meyakini bahwa belajar itu penting bagi pengembangan kualitas diri, bernilai ibadah, huga merasa senang terhadap kegiatan belajar, maka dia cenderung untuk melakukan kegiatan belajar itu dengan sebaik-baiknya. Sedangkan apabila keyakinan dan perasaan siswa itu sebaliknya, maka kecenderungan dia akan malas atau enggan belajar.
Adapun kebiasaan belajar dapat diartikan sebagai “Perilaku (kegiatan) belajar yang relatif menetap, karena sudah berulang-ulang (rutin) dilakukan”.
Kebiasaan belajar ini meliputi belajar di rumah, di sekolah, (di kelas, di perpustakaan, di tempat praktek) dan di perusahaan (industri).
c.       Ciri-Ciri Sikap dan Kebiasaan Belajar yang Positif
1)      Menyenangi pelajaran (teori dan praktek)
2)      Merasa senang untuk mengikuti kegiatan belajar yang diprogramkan sekolah
3)      Mempunyai jadwal belajar yang teratur
4)      Mempunyai disiplin diri dalam belajar (bukan karena orang lain)
5)      Masuk kelas tepat pada waktunya
6)      Memperhatikan penjelasan dari guru
7)      Mencatat pelajaran dalam buku khusus secara rapi dan lengkap
8)      Senang mengajukan pertanyaan apabila tidak memahaminya
9)      Berpartisipasi aktif dalam kegiatandiskusi kelas
10)  Membaca buku-buku pelajaran secara teratur
11)  Mengerjakan tugas-tugas atau PR dengan sebaik-baiknya
12)  Meminjam buku-buku ke perpustakaan untuk menambah wawasan keilmuan
13)  Ulet atau tekun dalam malaksanakan pelajaran prektek
14)  Senang membaca buku-buku lain, majah atau koran yang isinya relevan dengan pelajaran atau program studi yang ditempuhnya
15)  Tidak mudah putus asa apabila mengalami kegagalan dalam belajar (seperti tidak lulus tes, atau nilainya rendah)

6.      Cara Belajar yang Efektif
Setiap orang yang belajar pasti menginginkan hasil yang memuaskan. Namun untuk memperoleh prestasi belajar yang memuaskan tersebut, ternyata tidaklah mudah. Banyak hal yang terkait dengan proses belajar, baik faktor internal maupun eksternal. Berikut akan diperkenalkan tentang bagaimana cara belajar yang efektif, dan dihrapkan anda memeperoleh pemahaman dan kemampuan menerapkannya dalam mengikuti proses pembelajaran di perguruan tinggi tempat anda studi.
a.      Pengertian Belajar
Belajar merupakan aktivitas siswa dalam rangka mengembangkan potensi dirinya, baik menyangkut aspek kognitif (intelektual), afektif (sikap, keyakinan, kebiasaan), konatif (motif, minat, cita-cita), dan psikomotorik (keterampilan), melalui interaksi dengan lingkungan (seperti di rumah dengan orang tua, di sekolah dengan guru, dan sebagainya).
b.      Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar
Keberhasilan belajar seseorang dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor internal (berasal dari diri sendiri), seperti: fisik sehat, memiliki motivasi atau minat yang kuat untuk belajar, kebiasaan belajar yang baik, sikap positif terhadap materi pelajaran, kecerdasan, dan tidak mudah prustasi dalam mengahadapi kegagalan. Sementara faktor eksternal yang mendukung keberhasilan belajar, diantaranya: lingkungan keluarga yang harmonis, perhatian orang tua, pasilitas belajar yang memadai, dan iklim kehidupan sekolah yang kondusif.
Terdapat beberapa faktor-faktor penghambat keberhasilan belajar, diantaranya sebagai berikut:
Faktor Internal
Faktor Eksternl
1.      Kemampuan belajar yang rendah
2.      Motivasi beljar yang rendah
3.      Sakit-sakitan
4.      Sikap pesimis
5.      Sikap negatif (benci) terhadap mata pelajaran atau guru
6.      Kebiasaan buruk (males) dalam belajar
7.      Panca indra kurang berfungsi secara osekolahimal
8.      Mengalami stress
1.      Iklim kehidupan sekolah yang kurang kondusif (interaksi guru-siswa kurang harmonis, fasilitas belajar kurang, proses persekolahan kurng tertata dengan baik)
2.      Iklim kehidupan keluarga yang tidak harmonis
3.      Teman yang malas belajar
4.      Kurang memiliki fasilitas belajar
5.      Tidak memiliki pelengkap belajar, seperti buku, dan alat tulis.
c.       Kiat Belajar yang Efektif
1)      Berdo’alah sebelum belajar
2)      Tanamkan sikap dalam diri sendiri bahwa belajar merupakan ibadah kepada Allah (tanamkan sikap ikhlas untuk belajar)
3)      Lakukan belajar (membaca buku, mnegerjakan tugas) secara rutin (terjadwal)
4)      Ikutilah semua mata pelajaran yang diprogramkan
5)      Kerjakanlah tugas-tugas sesuai dengan waktunya
6)      Berdiskusilah dengan teman apabila ada materi yang kurang dipahami
7)      Berpartisipasilah secara aktif dalam proses belajar di kelas
8)      Rajinlah membaca referensi (buku, majalah, internet)
9)      Bersikaplah tegar apabila menghadapi kegagalan
10)  Bertnyalah kepada guru apabila ada masalah yang belum dipecahkan
d.      Kiat Membaca Buku (Metode SQ3R)
1)      Survey, menyelidiki atau membaca konten (isi) dan pendahuluan buku yang dibaca untuk mengetahui gambaran umum tentang topik-topik atau masalah yang dibahas didalamnya.
2)      Question, merumuskan pertanyaan yang terkait dengan topik-topik atau masalah yang telah dibaca pada langkah-langkah pertama.
3)      Read, membaca semua isi dari bab pertama sampai akhir, terutama yang terkait dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukkan.
4)      Recite, mengucapkan kembali, menceritakan, atau menuliskan jawaban atas pertanyaan yang diajukkan berdasarkan hasil bacaan yang telah dilakukan.
5)      Review, membaca jawaban atau catatan sambil mengevaluasi kecocokannya dengan pertanyaan yang dijukkan. Di samping itu membaca kembali materi-materi pokok yang dibahas dalam uku tersebut secara keseluruhan, sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang keterkaitan antara materi yang satu dengan yang lainnya.










BAB III
PENUTUP

Dari materi tang sudah dipaparkan di atas, maka kami memperoleh kesimpulan sebagai berikut:
Ø  Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran sebagai bagian integrasi dari kurikulum sekolah/madrasah. Kegiatan pengembangan diri merupakan upaya pembentukan watak dan kepribadian peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling berkenaan dengan masalah pribadi dan kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan pengembangan karir, serta kegiatan ekstra kurikuler.
Ø  Pengantar dari pengembangan diri ini yaitu untuk mempersiapkan peserta didik agar memiliki kemampuan intelektual dan keterampilan. Setain itu juga, supaya peserta didik memiliki akhlak yang mulia, mental yang sehat, atau kepribadian yang mantap.
Pernyataan ini mengandung maksud bahwa pendidikan merupakan proses yang mempasilitasi peserta didik agar mampu mengembangkan potensi dirinya secara utuh, dalam arti memiliki:
§  Fisik yang sehat, bugar dan fungsional
§  Kemampuan intelektual yang cerdas
§  Emosi yang stabil
§  Kemampuan yang sosiabilitas yang lentur (tidak kaku) dan komunikatif
§  Kesadaran religiusitas yang mantap.
Ø  Materi Pengembangan Diri melalui Layanan Dasar
1.      Konsep Diri dan Pengembangan Diri secara Efektif
2.      Kematangan Emosional
3.      Etika Pergaulan dengan Teman Sebaya
4.      Problem Solving (Pemecahan Masalah)
5.      Sikap dan Kebiasaan Belajar
6.      Cara Belajar yang Efektif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar