BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan
manusia yang sedang berkembang menuju kepribadian yang mandiri untuk dapat
membangun diri sendiri dan masyarakat. Konsekuensi dari proses pendidikan yaitu
harus mampu menyentuh dan mengendalikan berbagai aspek perkembangan manusia.
Di dalam Undang-Undang no 20 tahun 2003 tentang sistem
Pendidikan Nasional pasal 3 yang menyebutkan: “pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung
jawab.”
Berdasarkan fungsi pendidikan nasional tersebut, tampak
bahwa pendidikan berfungsi untuk membentuk watak dan karakter serta
pengembangan diri dalam rangkan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam hal ini,
untuk mengembangkan potensi diri peserta didik diperlukannya pendalaman
mengenai materi-materi yang akan membantu dalam mengembangkannya.
Maka dari itu, di bawah ini kami akan memaparkan berbagai
hal-hal yang berkaitan dengan pengembangan diri untuk memposisikan peserta
didik serta membahas materi-materi mengenai pengembangan diri tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka kami
merumuskan beberapa masalah sebagaai berikut:
1.
Apa yang dimaksud dengan pengembangan diri?
2. Bagaimanakah pengantar dari pengembangan diri?
3.
Apa saja materi yang membahas dalam pengembangan diri?
BAB II
PEMBAHASAN
Ø Pengertian Pengembangan Diri
Pengembangan
diri merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran sebagai bagian
integrasi dari kurikulum sekolah/madrasah. Kegiatan pengembangan diri
merupakan upaya pembentukan watak dan kepribadian peserta didik yang dilakukan
melalui kegiatan pelayanan konseling berkenaan dengan masalah pribadi dan
kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan pengembangan karir, serta kegiatan
ekstra kurikuler.
Adapun dalam KTSP, pengembangan
diri merupakan wilayah komplementer antara guru dan konselor. Penjelasan
tentang pengembangan diri yang tertulis dalam struktur kurikulum dijelaskan bahwa pengembangan
diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan
diri bertujuan memberikan kesempatan kepada konseli (klain)
untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat,
dan minat setiap konseli. Pengembangan diri sebagaimana dimaksud dalam KTSP
merupakan wilayah komplementer antara guru dan konselor. Penjelasan tentang
pengembangan diri yang tertulis dalam struktur kurikulum dijelaskan bahwa pengembangan
diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan
diri bertujuan memberikan kesempatan kepada konseli untuk mengembangkan dan
mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap konseli
sesuai dengan kondisi Sekolah/Madrasah.
Kegiatan
pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau
tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang
berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan
pengembangan karir konseli. Dari penjelasan yang disebutkan itu ada beberapa
hal yang perlu memperoleh penegasan dan reposisi terkait dengan pelayanan
bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal, sehingga dapat
menghindari kerancuan konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor.
Pengembangan diri bukan sebagai mata pelajaran, mengandung arti bahwa bentuk,
rancangan, dan metode pengembangan diri tidak dilaksanakan sebagai sebuah
adegan mengajar seperti layaknya pembelajaran bidang studi. Namun, manakala
masuk ke dalam pelayanan pengembangan minat dan bakat tak dapat dihindari akan
terkait dengan substansi bidang studi dan/atau bahan ajar yang relevan dengan
bakat dan minat konseli dan disitu adegan pembelajaran akan terjadi. Ini
berarti bahwa pelayanan pengembangan diri tidak semata-mata tugas konselor, dan
tidak semata-mata sebagai wilayah bimbingan dan konseling.
Pelayanan
pengembangan diri dalam bentuk ekstra kurikuler mengandung arti bahwa di
dalamnya akan terjadi diversifikasi program berbasis minat dan bakat yang
memerlukan pelayanan pembina khusus sesuai dengan keahliannya. Inipun berarti
bahwa pelayanan pengembangan diri tidak semata-mata tugas konselor, dan tidak
semata-mata sebagai wilayah bimbingan dan konseling. Kedua hal di atas
menunjukkan bahwa pengembangan diri bukan substitusi atau pengganti pelayanan
bimbingan dan konseling, melainkan di dalamnya mengandung sebagian saja dari
pelayanan (dasar, responsif, perencanaan individual) bimbingan dan konseling
yang harus diperankan oleh konselor.
Ø Pengantar
Misi pendidikan --khususnya di SLTP (SMP dan MTS) dan
SLTA (SMA, MA, SMK, dan MAK)-- tidak semata-mata mempersiapkan para lulusannya
agar memiliki kemampuan intelektual dan keterampilan, tetapi juga memiliki
akhlak yang mulia, mental yang sehat, atau kepribadian yang mantap. Dalam kata
lain para lulusan SLTP/SLTA diharapkan dapat menjadi seorang insan yang cerdas,
terampil, dan berakhlak mulia, atau memiliki kecerdasan intelektual, emosional,
dan spiritual.
Pernyataan ini mengandung maksud bahwa pendidikan
merupakan proses yang mempasilitasi peserta didik agar mampu mengembangkan
potensi dirinya secara utuh, dalam arti memiliki:
1)
Fisik yang sehat, bugar dan fungsional
2) Kemampuan intelektual yang cerdas
3) Emosi yang stabil
4) Kemampuan yang sosiabilitas yang lentur (tidak
kaku) dan komunikatif
5)
Kesadaran religiusitas yang mantap.
Terkait dengan aspek pengembangan diri peserta didik,
pemerintah melalui Menteri Pendidikan Nasional telah mengeluarkan peraturan
menteri (PERMEN) no 22 tahun 2006 tentang Standar Isi, Bab II butir A, B, C dan
D mengenai struktur kurikulum yang memasukkan materi perkembangan diri kedalam
struktur kurikulum untuk jenjang pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTS/SMPLB,
SMA/MA/SMALB dan SMK/MAK. Materi pengembangan diri ini diberikan setiap
semester dengan waktu dua jam pelajaran.
Dalam struktur kurikulum pendidikan umum (SD/MI, SMP/MTS
dan SMA/MA) pengembangan diri itu dijelaskan sebagai berikut.
Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang
harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan
kebutuhan, bakat dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah.
Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru,
atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan
ekstra-kurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan
pelayanan konseling yang berkenaan dngan masalah diri pribadi dan kehidupan
sosial, belajar dan pengembangan karir peserta didik.
Sementara dalam struktur kurikulum pendidkan kejuruan
(SMK/MAK) pengembanagn diri itu dijelaskan sebagai berikut.
Pengenbangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang
harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengakspresikan diri sesuai dengan
kebutuhan, bakat dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah.
Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau di bimbing oleh konselor,
guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan
ekstra-kurikuler.
Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan
pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan
sosial, belajar dan pembentukan karir peserta didik. Pengembangan diri gabi
peserta didik SMK/MAK terutama ditujukan untuk pengembangan kreativitas dan
bimbingan karir.
Materi pengembangan diri ini tidak hanya diberikan di
pendidikan umum dan kejuruan, tetapi juga di pendidikan khusus. Dalam struktur
kurikulum pendidikan khusus, pengembangan diri itu dijelaskan sebagai berikut.
Pengembangan diri itu bukan mata pelajaran yang harus
diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan
kebutuhan, kemampaun, bakat dan minat setiap peserta didik sesuai dengan
kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing
oleh konselor, guru atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk
kegiatan ekstra-kurikuler.
Dalam peraturan di atas, tercantum bahwa kegiatan
pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, dan kegiatan
pengembanagn diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan
dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan
karir peserta didik.
Pencantuman layanan konseling dan peran konselor dalam
kaitannya dengan komponen pengembangan diri dalam KTSP, apabila dilihat dari
sisi makna peran dan fungsi program bimbingan dan konseling di sekolah dapat
menimbulkan persepsi yang keliru. Dalam peraturan tersebut, terkesan bahwa
layanan bimbingan dan konseling lebih terfokus kepada individu yang bermasalah
saja. Padalah makna dan fungsi bimbingan dan konseling yang sebenarnya, apalagi
dalam perspektif perkembangan, layanan bimbingan dan konseling itu
diperuntukkan bagi semua peserta didik (guidance and counseling for all).
Sementara layanan kepada peserta didik yang bermasalah, hanya satu layanan
bimbingan dan konseling yaitu layanan responsif.
Berdasarkan pemikiran tersebut dan dikaitkan dengan
kerangka pikir tentang eksistensi dan posisi bimbingan konseling dalam proses
pendidikan,-- seperti telah dipaparkan di atas--, maka keberadaan komponen
pengembangan diri dalam KTSP bukanlah substitusi atas program bimbingan dan
konseling di sekolah, melaikan sebuah peluang kuat bagi program bimbingan dan
konseling di sekolah untuk memperoleh hak memberikan layanan kepada peserta
didik secara terjadwal sekurang-kurangnya dua jam dalam seminggu.
Prinsip ini sejalan dengan kebutuhan layanan dasar
bimbingan yang dalam implememtasinya memerlukan bertatap muka dengan peserta
didik, dalam upaya membantu mereka agar mampu mengembangkan dirinya secara
optimal baik menyangkut aspek pribadi, sosial, akademik maupun karir.
Program pengembangan diri dalam KTSP sebagai bagian dari
program bimbingan dan konseling di sekolah, merupakan peluang dan sekaligus
tantangan bagi para konselor untuk senan tiasa meningkatkan wawasan dan
kemampuannya, agar mampu mengimplementasikan kewenangan tersebut ke dalam
kinerja yang bermutu, sehingga memperoleh hasil yang diharapkan.
Agar harapan ini terwujud, maka para konselor dituntut
untuk memiliki kepiawaian, kemampuan, dan kinerja yang kreatif dalam memberikan
layanan bimbingan dan konseling kepada para siswa, agar mereka memiliki:
1)
Pemahaman, wawasan, dan kesadaran akan identiras dirinya;
2) Kemamapuan mengembangkan potensi dirinya
(fisik, intelektual, emosi, sosial, dan moral-spiritual);
3) Keterampilan mengatasi masalah yang
dihadapinya;
4) Wawasan tentang perkembangan IPTEK dan sosial
budaya masyarakat; dan
5)
Kemampuan menyesuaikan diri secara konstruktif dengan
lingkungan dalam upaya menciptakan kesejahteraan hidup bersama.
Untuk melaksanakan program bimbingan dan konseling, yang
tujuanya untuk memfasilitasi para siswa agar memiliki ke lima kemampuan
tersebut, maka konselor dituntut untuk menyiapkan materi-materi yang relevan.
Isi materi ini pada dasarnya terkait dengan upaya membantu para siswa untuk
mengembangkan tugas-tugas perkembanganya, baik yang berhubungan dengan aspek
pribadi, sosial, akademik (belajar), maupun karir.
Ø Materi Pengembangan Diri melalui Layanan Dasar
Dalam menerapkan layanan dasar bimbingan yang terkait
dengan pengembangan diri (pencapaian tugas-tugas perkembangan) peserta didik,
maka konselor perlu memberikan layanan bimbingan (baik lkasikal maupun
kelompok) kepada mereka, yang menyangkut aspek-aspek pribadi-sosial,
akademik (belajar), dan karir tersebut.
Agar para konselor dapat memfasilitasi siswa dalam
mengembangkan dirinya, maka dia perlu memiliki wawasan, atau pengetahuan
tentang berbagai hal yang terkait dengan upaya tersebut. Dalam kaitannya hai
itu, pada uraian berikut disajikan beberapa contoh tentang informasi atau
materi, sebagai bahan lahanan informasi atau diskusi dengan peserta didik.
Materi ini sebagai bahan untuk diskusi dengan para siswa,
baik secara klasikal maupun kelompok. Agar diskusi ini berlangsung dengn baik,
maka sebaiknya setiap materi ini digandakan sebanyak siswa, agar mereka dapat
membaca dan menelaahnya. Guru pembimbing dapat merumuskan
pertanyaan-pertanyaan, atau tugas-tugas bagi siswa terkait dengan setiap materi
yang diberikan, dalam upaya mendorong mereka memperdalam dan menghayati isi
dari materi tersebut, sebaiknya setiap materi disertai ilustrasi kasus nyata
(seperti melalui kliping koran/majalah), sehingga siswa dapat menghayati betul
tentang makna materi yang diberikan konselor.
Untuk melaksanakan layanan informasi, atau layanan
bimbingan kelompok dalam rangka mendiskusikan atau memecahkan masalah yang
terkait dengan topik-topik (materi) yang disajikan, dapat dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut.
Contoh materi itu sebagai berikut:
1. Konsep Diri dan Pengembangan Diri secara
Efektif
a. Konsep diri
Konsep diri merupakan “Persepsi
(pandangan), penilaian dan perasaan seseorang terhadap dirinya, baik menyangkut
aspek fisik, psikis maupun sosial”. Contoh konsep diri itu seperti:
1) “Wajah saya jelek” (Persepsi tentang fisik)
2) “Saya pintar” (persepsi tentang psikis)
3) “Teman-teman menyayangi saya” (persepsi
sosial)
Contoh di atas, merupakan konsep diri yang sifatnya kognisi
(pengetahuilpersepsi). Konsep diri yang sifatnya kognisi ini akan menjadi
masalah bagi seseorang apabila dia mempunyai perasaan (sifat afeksi dari konsep
diri) bersifat negatif. Seperti dari contoh yang pertama, dia mengatakan
“Karena wajah saya lelek, saya merasa malu untuk bergaul dengan teman-teman”.
Konsep diri itu akan berpengaruh kepada perilaku atau kepribadian seseorang.
Konsep diri yang negatif berpengaruh kurang baik terhadap perilaku dan
kepribadiannya, sedangkan yang positif akan berpengaruh positif juga terhadap
perilaku dan kepribadiannya.
Bagi sesorang yang memiliki konsep diri yang negatif seperti contoh di
atas, maka dia akan merasa minder atau merasa rendah diri (unsur kepribadian)
dan cenderung dia akan mengisolasi diri dari pergaulan dengan orang lain (unsur
perilaku). Akan lain pengaruhnya kepada perilaku dan kepribadiannya, apabila
dia mempunyai konsep diri yang positif, seperti:”Meskipun wajah saya jelek,
saya menerimanya sebagai anugrah dari Tuhan (Allah), oleh karena itu saya tidak
perlu malu untuk bergaul dengan teman-teman.
Konsep diri seseorang itu perkembanganya dipengaruhi oleh faktor pengalaman
berinteraksi dengan orang lain atau faktor sikap dan perlakuan orang lain,
terutama orang tua. Perlakuan yang baik, seperti: kasih sayang, perhatian, dan
pujian, cenderung membentuk konsep diri yang positif. Sedangkan perlakuan yang
negatif, seperti: sikap memusuhi, cemoohan (ejekan), hardikan cenderung
membentuk konsep diri yang negatif.
Berikut ciri-ciri pribadi dan perilaku orang yang memiliki konsep diri yang
positif:
1) Merasa yakin atau percaya diri akan
kemampuannya untuk mengatasi masalah yang dihadapinya.
2) Merasa setara dengan orang lain (tidak merasa
rendah diri atau bersikap sombong dalam bergaul dengan orang lain).
3) Dapat menerima pujian orang lain secara wajar.
4) Mampu memperbaiki dirinya, apabila mengalami
kegagalan.
5) Mempunyai kepedulian terhadap kepentingan
orang lain.
Sedangkan dari konsep diri yang negatif dapat
dilihat ciri-ciri pribadi dan perilakunya sebagai berikut:
1) Tidak mau dikritik orang lain, suka marah jika
dikritik oleh orang lain.
2) Senang dipuji orang.
3) Suka meremehkan atau mencela orang lain.
4) Merasa tidak senang, ditolak, atau tidak
diperhatikan orang lain, sehingga kurang bisa akrab dalam berteman.
5) Bersikap pesimis dalam suasana persaingan,
atau pesimis akan masa depan.
b. Cara Mengembangkan Diri
Setiap orang (termasuk anda) dilahirkan ke
dunia ini berada dalam kondisi atau keadaan yang relatif berbeda. Perbedaan itu
seperti dalam:
1) Fostur tubuh: tinggi, pendek,
2) Kulit: putih, hitam, sawo matang dan kuning
lansat,
3) Wajah: cantik/cakep, jelek,
4) Kondisi tubuh: utuh-cacat,
sehat-berpenyakitan, dan
5) Kecerdasan: genius, cerdas, rata-rata dan
bodoh.
Kondisi kita bagaimanapun keadaannya,
merupakan anugrah dari Tuhan (Allah) yang harus disyukuri,bukan untuk disesali.
Mensyukuri anugrah atau nikmat dari Tuhan ini, adalah dengan mengembangkan atau
memanfaatkan dalam kegiatan-kegiatan yang positif, sehingga kita menjadi
manusia yang bermakna (berguna), baik bagi diri kita sendiri maupun orang lain.
Cara yang ditempuh dalam rangka mengembangkan diri itu adalah:
1) Merawat diri: memelihara kebersihan dan
kesehatan diri;
2) Belajar: baik belajar di sekolah maupun di
rumah, baik mempelajari ilmu-ilmu agama maupun umum;
3) Mengikuti kursus-kursus yang menunjang;
4) Aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler;
5) Aktif dalam kegiatan OSIS atau organisasi kepemudaan;
6) Senang menyimak perkembangan ilmu pengetahuan,
dan sosial budaya yang terjadi di masyarakat, dengan cara membaca koran,
majalah atau mendengarkan berita TV;
7) Menghindarkan diri dari pergaulan dengan orang
lain (teman) yang berperilaku tidak baik (perokok, peminum, pecandu obat-obatan
terlarang, atau yang melecehkan ajaran agama).
2. Kematangan Emosional
Sebelum membahas kematangan emosional,
terlebih dahulu coba anda kenali suasan emosi sendiri. Untuk itu islah setiap
pernyataan yang tertera pada angket di bawah ini. Bubuhkanlah tanda cek (v)
pada nomor setiap pernyataan, pada kolom:
S (Sesuai) : apabila pernyataan tersebut sesuai dengan
pribadi anda.
KS (Krang Sesuai) : apabila pernyataan tersebut kurang
sesuai dengan pribadi anda.
TS (Tidak Sesuai) : apabila pernyataan tersebut tidak
sesuai dengan pribadi anda.
Pernyataan
|
S
|
KS
|
TS
|
1. Kurang dapat mengendalikan diri (mudah
marah/sedih)
2. Kurang percaya diri
3. Mudah putus asa
4. Kurang memiliki motivasi untuk meraih
prestasi
5. Kurang ulet dalam menyelesaikan tugas
6. Merasa minder (rendah diri)
7. Pesimis dalam menghadapi masa depan
8. Selalu ingin dibantu orang lain dalam
menyelesaikan tugas/masalah
9. Malas belajar
10. Suka berprasangka buruk kepada orang lain
11. Merasa sedih/cemas karena belum punya pacar
12. Merasa kurang betah (nyaman) hidup di rumah
|
|
|
|
Skor :
...........
Untuk setiap pernyataan yang sesuai (S) dengan
pribadi anda, berilah skor 1, kurang sesuai (KS) beri skor 2, dan tidak sesuai
(TS) beri skor 3. Setelah itu jumlahkan semua skor pilihan anda. Kemudian tafsirkanlah
keadaan atau tingkat kematangan emosi anda tersebut dengan melihat kriteria
berikut.
Skor
|
Kategori
|
26-36
16-25
1-5
|
Tinggi
Sedang
Rendah
|
Jika skor anda 26 ke atas, berarti anda
cenderung memiliki tingkat kematangan emosi yang tinggi, artinya kesehatan
mental anda sangat baik.
Kematangan emosional dapat diartikan sebagai
suasana atau respon emosional yang terhindar dari sifat-sifat influsif
(bertingkah laku berdasarkan dorongan sesaat tanpa pertimbangan yang matang),
atau kekanak-kanakkan.
Sifat kekanak-kanakkan atau implusif itu
seperti: egois, mau menag sendiri, tidak sabaran, dan melakukan sesuatu tanpa
pertimbangan norma (agama atau adat istiadat). Untuk memiliki kematangan
emosional ini, diperlukan waktu yang panjang, dalam proses pengalaman yang
tidak sebentar. Matang tidaknya emosi seseorang dipengaruhi oleh berbagai
faktor, seperti: faktor usia, sikap dan perlakuan orang tua, dan kualitas
interaksi sosial (komunikasi) baik dengan orang tua, teman sebaya, atau orang
lain yang bermakan baginya.
Dipandang dari sudut usia, maka masa remaja
(terutama remaja akhir, usia SLTA) diduga sudah memiliki kematangan emosional.
Remaja harus sudah mampu meninggalkan sifat kekanak-kanakkannya, dan mulai
belajar untuk berperilaku secara matang. Atas asumsi tersebut, maka siswa SLTA
yang usianya sudah memasuki masa remaja akhir, seyogiannya sudah mampu
menampilkan perilaku yang tidak implusif lagi, tetapi yang didasarkan atas
pertimbangan yang matang, yaitu memikirkan tentang dampak atau resiko dari
perbuatannya itu.
Remaja (siswa SLTP/SLTA) yang sudah memiliki
kematangan emosional ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut:
1)
Mampu mengontrol emosinya (self-control), dalam
arti mampu mengendalikan diri dari perasaan, keinginan, atau perbuatan tertentu
yang apabila diperturutkan akan berdampak kurang baik (bagi dirinya atau orang
lain). Contoh orang yang tidak mampu mengontrol emosi itu, seperti: terlibat
perkelahian, minum minuman keras, dan bolos dari sekolah.
2)
Bersikap esokolahimis dalam menatap masa depan. Siswa
yang memiliki sikap esokolahimis, akan menampilkan pribadi yang penuh semangat
dalam belajar atau melaksanakan tugas-tugas, melakukan kegiatan-kegiatan yang
positif, tidak mengeluh, dan mempunyai tekad yang kokoh untuk mencapai
cita-cita.
3)
Menaruh respek terhadap diri sendiri dan orang lain.
Dalam hal ini siswa merasa bahwa dirinya berharga demikian juga orang lain.
Dalam bergaul, dia tidak merasa minder (rendah diri), atau bersikap sombong.
4)
Mencintai dan menghormati orang atau aturan (norma)
secara ikhlas. Contohnya:
a) Mencintai orang tua, bukan karena ingin diberi
hadiah atau takut dimarahinya, tetapi betul-betul didasari oleh hati yang
tulus, atau berniat ibadah,
b) Menghormati guru, bukan karena ingin nilai
baik, tetapi didasarkan oleh niat yang sama, dan
c) Menaati tata tertib sekolah, bukan karena
takut dihukum, tetapi didasarkan kepada pertimbangan, bahwa ketaatan itu akan
berdampak positif bagi dirinya.
5)
Dapat merespon frustasi (kekecewaan) secara wajar atau
dengan cara yang positif. Frustasi itu merupakan perasaan kecewa atau sedih
karena tidak terpenuhinya kebutuhan (keinginan). Frustasi itu ada yang ringan
dan ada juga yang berat. Frustasi yang dapat menimbulkan masalah bagi siswa
atau remaja, biasanya frustasi yang berat. Tetapi itupun tergantung kepada
kekuatan pribadi atau kematangan emosional masing-masing.
Menghadapi masalah tersebut, terdapat respon
yang baik apabila mengalami kegagalan atau kecewa adalah menghadapinya dengan
cara:
a) Bersikap menerima kenyataan yang dihadapi, dan
b) Berusaha untuk mencari alternatif lain yang
lebih sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
6)
Dapat menghindarkan diri dari perasaan atau sifat:
permusuhan, dendam kesumat, tidak percaya diri, dan mudah putus asa.
3. Etika Pergaulan dengan Teman Sebaya
Masalah pergaulan remaja dewasa ini sering
menjadi topik pembicaraan, dan sekaligus menjadi sumber kerisauan, atau
keprihatinan para orang tua,
Pendidik, dan semua pihak yang mempunyai kepedulian
terhadap nasib masa depan generasi muda.
Munculnya keprihatinan itu, memang cukup beralasan,
mengingat masih ada pergaulanremaja itu yang berdampak negatif, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain
(terutama orang tuanya). Pergaulan yang berdampak negatif ini, disebabkan oleh
faktor kelompok remaja itu sendiri yang kurang memperhatikan norma, baik agama
maupun adat istiadat. Apabila kelompok pergaulan itu berkembang sesuai dengan
agama, tidak menyimpang dari agama, atau perundang-undangan, maka kelompok ini
sangatlah baik bagi perkembangan anggota kelompok tersebut.
Dilihat dari kajian psikologis, pergaulan itu dipandang
sebagai wahana untuk mewujudkan atau memenuhi kebutuhan insani (manusia), yaitu
kebutuhan rohani, seperti:
1)
Kebutuhan akan pengakuan sosial dari orang lain (need
for appikiation)
2)
Kebutuhan akan keterkaitan (persaudaraan) dan cinta kasih
(belongingness and love)
3)
Kebutuhan kan rasa aman, perlindungan (safety needs)
4)
Kebutuhan akan kebebasan (independence)
5)
Kebutuhan akan harga diri, hasrat untuk dihargai orang lain
(self-esteem needs)
Pergaulan remaja adalah kontak sosial diantara remaja
atau dalam kelompok sebaya (peer group). Kelompok sebaya ini, di samping
dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap perkembangan remaja sebagai
anggota kelompok remaja tersebut, juga pengaruh yang negatif. Pengaruh negatif
itu maksudnya, bahwa kelompok teman sebaya itu menjadi racun bagi perkembangan
remaja. Kelompok teman sebaya yang memberikan pengaruh negatif itu, apabila
pola perilaku para anggotanya tidak bermoral, atau melecehkan norma agama,
seperti:
1) Meminum-minuman keras(teler/slebor);
2) Kecanduan obat-obatan terlarang (drug
addiction), seperti shabu-shabu, ecstacy, dan narkotika;
3) Kriminalitas (mencuri, ngompas, malak,
mengutil), sadisme (membunuh, gang motor);
4) Pacaran bebas (fress love), dan bahkan free
sex (samen lecen atau kumpul kebo); dan
5) Tawuran.
Peristiwa demi peristiwa yang berkaitan dengan masalah di
atas, makin sering muncul ke permukaan, baik diketahui berdasarkan pengamatan
langsung maupun informasi dari media masa. Dilihat dari kecenderungannya,
nampak semakin menghawatirkan.
Munculnya peristiwa di atas, merupakan sisi gelap dari
kondisi modern yang kurang memperdulikan nilai-nilai moral. Kondisi kehidupan
dimana manusia (termasuk kaum remaja) sudah terbius dengan kesenangan hidup
duniawi dengan melecehkan (merendahkan) nilai hidup ukhrowi.
Untuk memahami lebih lanjut, tentang bagaimana bentuk
pergaulan remaja, yang mungkin juga sedang anda alami sekarang, adalah sebagai
berikut:
a. Pergaulan Persahabatan
Pergaulan ini sifat hubungannya hanya terbatas
teman, yang didasarkan kepada adanya kesamaan diantara mereka, seperti:
kesamaan sekolah, agama, hobi, tempat tonggal, pekerjaan, dan latar belakang
status sosial ekonomi. Bergaullah anda dengan teman yang berakhlak mulia
(dengan tidak melihat latar belakang sosial ekonomi, suku, atau agama).
b. Pergaulan Percintaan
Masa remaja ditandai dengan mulai matangnya
(terkadi perubahan fungsional) organ-organ sex dan fostur tubuh.
Perubahn-perubahn itu dapat menimbulkan rangsangan erotis (birahi) pada jenis
kelamin lawannya.
Pada masa ini, remaja hidupnya makin romantis,
senang berhias diri, menyusun atau pengarang puisi-puisi cinta, dan senang
membaca novel-novel percintaan. Remaja mulai berminat, atau menaruh perhatian yang
lebih dalam untuk bergaul lebih akrab dengan jenis kelamin lawannya. Dia mulai
melakukan eksplorasi dalam bercinta.
Keinginan remaja untuk menjalin cinta kasih
dengan lawan jenisnya, merupakan fitrah manusia yang tidak mungkin dihilangkan
atau dihalang-halangi. Yang menjadi persoalan adalah bagaimana agar dalam
menyalurkan fitrah cinta kasihnya itu tidak melanggar norma agama atau adat
istiadat.
Sehubungan dengan hal tersebut,bagi remaja
yang mempunyai keinginan menjadi generasi bangsa yang memiliki kualitas pribadi
yang mantap, cerdas, terampil, bermoral, maka dalam pergaulan berteman atau
berpacaran itu, perlu memperhatikan etika atau norma-norma yang dijunjung
tinggi oleh masyarakat, yaitu norma agama. Etika tersebut ialah sebagai
berikut:
1) Pilihlah teman yang berakhlak baik.
2) Bertemanlah dengan yang memiliki semangat
belajar yang tinggi.
3) Kembangkanlah sikap saling membantu, dan
memberi saran, dalam kelompok anda.
4) Kembangkanlah sikap saling menghormati, dan
menghargai diantara teman kelompok.
5) Jadikanlah sikap solidaritas semua (buta)
diantara teman, seperti solidaritas terhadap teman yang melakukan tawuran.
6) Hindarkan pola perilaku yang melanggar norma
agama (tidak bermoral).
7) Jadikanlah kelompok anda itu sebagai wahana
untuk belajar bersama, seperti mendiskusikan belajar, tugas-tugas, atau
pemecahan masalah-masalah yang dihadapi, baik oleh pribadi masing-masing maupun
oleh bersama.
8) Apabila anda sudah mempunyai kekasih, jalinlah
percintaan itu dengan sebaik-baiknya, jangan dinodai oleh perilaku yang
melanggar norma agama (seperti melakukan perbuatan yang hanya boleh apabila
sudah menikah). Alangkah baiknya apabila pacaran itu dijadikan motivasi untuk
lebih semangat belajar, saling membantu dalam mengembangkan wawasan keilmuan,
bersama-sama aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, atau acara-acara
keagamaan. Janganlah anda menodai cinta, karena cinta adalah anugrah dari Tuhan
Yang Maha Esa.
4. Problem Solving (Pemecahan Masalah)
Dalam perjanan hidupnya, setiap orang senan
tiasa akan menghadapi masalah. Untuk memahami apa masalah dan bagaimana
memecahkannya akan di bahas berikut ini.
a. Pengertian Masalah
Masalah dapat diartikan sebagai suatu
kesenjangan antara yang diharapkan dengan kenyataan yang dialami.contohnya:
seorang siswa merasa kecewa (frustasi), karena gagal masuk perguruan tinggi
yang menjadi favoritnya. Dia sangan mendambakan memasuki perguruan tersebut,
karena teman-temannyapun banyak yang memasuki. Namun pada saat ikut tes,
ternyata dia tidak lulus. Yang menjadi masalah siswa tersebut ialah, kesenjangan
antara cita-cita masuk perguruan tinggi favorit dengan kegagalan yang
dialaminya.
b. Pengertian Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah dapat diartikan sebagai
upaya untuk memahami masalah dan faktor-faktor penyebabnya, selta menemukan
alternatif pemecahannya yang paling tepat, agar terhindar dari kondisi yang
merugikan.
c. Jenis-Jenis Masalah
1) Masalah pribadi (personal), seperti:
§
Frustasi karena tidak tercapainya cita-cita
§
Konflik psikis (kekurang sesuaian antara keinginan/minat
dengan kemampuan), atau konflik antar kebutuhan seksual dengan norma agama
§
Bersikap apatis (kurang bergairah) dalam menghadapi
kehidupan atau mengalami indolensi (kelesuan) hidup
§
Bersikap pesimis akan masa depan
§
Kurang dapat membagi waktu
§
Frustasi karena kurang mendapat kasih sayang atau perhatian
orang tua
§
Frustasi karena putus cinta
§
Merasa minder (rendah diri) bergaul dengan orang lain
§
Merasa kurang percaya diri (tidak PD) dalam
mengekspresikan diri
§
Memiliki penyakit yang sulit disembuhkan.
2)
Masalah keluaga, seperti:
§
Hubungan yang kurang harmonis (gap communication)
anar ayah-ibu, atau orang tua-anak
§
Ekonomi lemah
§
Ketidak utuhan keluarga (meninggal atau bercerai)
§
Orang tua kurang memperhatikan kebutuhan anak
§
Orang tua tidak menampilkan pribadinya sebagai figur
moral yang baik
3)
Masalah dalam kelompok sebaya (peer group),
seperti:
§
Norma kelompok yang kurang sesuai dengan norma pribadi
§
Berkembangnya sikap egois diantara anggota kelompok
§
Kurang berkembangnya sikap toleransi, loyalitas dan
kebersamaan
§
Gaya hidup atau perilaku teman dalam kelompok tidak
sesuai dengan ajaran agama atau berakhlak buruk (seperti dalam cara berpakaian,
berpenampilan dan brkata-kata)
§
Terperangkap dalam gang yang perilakunya brital/sadis,
seperti gang motor yang berkembang di kota-kota besar.
4) Masalah belajar
§
Merasa sulit untuk berkonsentrasi dalam belajar
§
Kurang memiliki motivasi belajar
§
Kurang memiliki sikap dan kebiasaan belajar ynag positif
§
Kurang memiliki keterampilan untuk belajar
5) Masalah karir, seperti:
§
Belum mengetahui sekolah lanjutan atau perguruan tinggi
yang akan dimasuki
§
Belum memahami jenis pekerjaan yang sesuai dengan
kemampuan sendiri
§
Masih bingung untuk memilih jenis pekerjaan yang cocok
dengan kemampuan dan minat
§
Merasa pesimis bahwa setelah sekolah, bisa melanjutkan
studi atau mendapat pekerjaan yang diharapkan.
d. Langkah-Langkah Pemecahan Masalah
1) Mengklarifikasi masalah (memahami masalah dan
mengidentifikasi sumber masalah)
2) Menemukan alternatif pemecahan masalah
3) Menguji alternatif pemecahan masalah (tes
resiko)
4) Mengambil keputusan (Decosing making)
5) Melakukanb kegiatan sesuai dengan keputusan
yang diambil.
5. Sikap dan Kebiasaan Belajar
a. Nilai Belajar Menurut Agama
Agama mengajarkan kepada umatnya, bahwa
belajar merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan. Dengan
demikian, kegiatan belajar disamping akan mengembangkan kualitas keilmuan,
kemampuan nalar/berpikir, kematangan emosional, keterampilan sosial, dan
kesadaran moral, juga mempunyai nilai ibadah (berpahala) bagi para pelakunya.
Demikian juga halnya bagi anda para siswa,
dengan melakukan belajar di rumah, di sekolah atau tempat lain, baik belajar
ilmu-ilmu umum maupun keagamaan, maka berarti anda telah melakukan hal yang
mulia, karena anda telah melaksanakan salah satu kewajiban agama.
Dalam ajaran agama, kita menemukan keterangan,
bahwa “Barang siapa mencari ilmu, maka Tuhan(Allah) akan memudahkan atau
memperlancar baginya masuk surga” Keterangan lain mengemukakan: “Carilah
ilmu walaupun ke negeri Cina”.
Bagi siswa yang meyakini/mengimani ajaran
agama, maka dapat dipastikan dia akan memiliki motivasi yang tinggi untuk
belajar, sikap yang positif terhadap kegiatan belajar, dan kebiasaan belajar ya
ng teratur. Dia kan merasa berdosa, manakala malas belajar, membolos dari
sekolah, atau tidak mengerjakan tugas-tugas sekolah.
b. Pengertian Sikap dan Kebiasaan Belajar
Sikap terhadap belajar merupakan “Kecenderungan
seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan kegiatan belajar, sebagai dampak
dari suasan perasaan (feeling) dan keyakinannya tentang belajar”.
Siswa yang meyakini bahwa belajar itu penting
bagi pengembangan kualitas diri, bernilai ibadah, huga merasa senang terhadap
kegiatan belajar, maka dia cenderung untuk melakukan kegiatan belajar itu
dengan sebaik-baiknya. Sedangkan apabila keyakinan dan perasaan siswa itu
sebaliknya, maka kecenderungan dia akan malas atau enggan belajar.
Adapun kebiasaan belajar dapat diartikan
sebagai “Perilaku (kegiatan) belajar yang relatif menetap, karena sudah
berulang-ulang (rutin) dilakukan”.
Kebiasaan belajar ini meliputi belajar di
rumah, di sekolah, (di kelas, di perpustakaan, di tempat praktek) dan di
perusahaan (industri).
c. Ciri-Ciri Sikap dan Kebiasaan Belajar yang
Positif
1) Menyenangi pelajaran (teori dan praktek)
2) Merasa senang untuk mengikuti kegiatan belajar
yang diprogramkan sekolah
3) Mempunyai jadwal belajar yang teratur
4) Mempunyai disiplin diri dalam belajar (bukan
karena orang lain)
5) Masuk kelas tepat pada waktunya
6) Memperhatikan penjelasan dari guru
7) Mencatat pelajaran dalam buku khusus secara
rapi dan lengkap
8) Senang mengajukan pertanyaan apabila tidak
memahaminya
9) Berpartisipasi aktif dalam kegiatandiskusi
kelas
10) Membaca buku-buku pelajaran secara teratur
11) Mengerjakan tugas-tugas atau PR dengan
sebaik-baiknya
12) Meminjam buku-buku ke perpustakaan untuk
menambah wawasan keilmuan
13) Ulet atau tekun dalam malaksanakan pelajaran
prektek
14) Senang membaca buku-buku lain, majah atau
koran yang isinya relevan dengan pelajaran atau program studi yang ditempuhnya
15) Tidak mudah putus asa apabila mengalami
kegagalan dalam belajar (seperti tidak lulus tes, atau nilainya rendah)
6.
Cara Belajar yang
Efektif
Setiap
orang yang belajar pasti menginginkan hasil yang memuaskan. Namun
untuk memperoleh prestasi belajar yang memuaskan tersebut, ternyata tidaklah
mudah. Banyak hal yang terkait dengan proses belajar, baik faktor internal
maupun eksternal. Berikut akan diperkenalkan tentang bagaimana cara belajar
yang efektif, dan dihrapkan anda memeperoleh pemahaman dan kemampuan
menerapkannya dalam mengikuti proses pembelajaran di perguruan tinggi tempat
anda studi.
a.
Pengertian Belajar
Belajar merupakan aktivitas siswa dalam rangka mengembangkan
potensi dirinya, baik menyangkut aspek kognitif (intelektual), afektif (sikap,
keyakinan, kebiasaan), konatif (motif, minat, cita-cita), dan psikomotorik
(keterampilan), melalui interaksi dengan lingkungan (seperti di rumah dengan
orang tua, di sekolah dengan guru, dan sebagainya).
b.
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Belajar
Keberhasilan belajar seseorang dipengaruhi oleh faktor internal
maupun eksternal. Faktor internal (berasal dari diri sendiri), seperti: fisik
sehat, memiliki motivasi atau minat yang kuat untuk belajar, kebiasaan belajar
yang baik, sikap positif terhadap materi pelajaran, kecerdasan, dan tidak mudah
prustasi dalam mengahadapi kegagalan. Sementara faktor eksternal yang
mendukung keberhasilan belajar, diantaranya: lingkungan keluarga yang
harmonis, perhatian orang tua, pasilitas belajar yang memadai, dan iklim
kehidupan sekolah yang kondusif.
Terdapat beberapa faktor-faktor penghambat keberhasilan belajar,
diantaranya sebagai berikut:
Faktor Internal
|
Faktor Eksternl
|
1.
Kemampuan
belajar yang rendah
2.
Motivasi
beljar yang rendah
3.
Sakit-sakitan
4.
Sikap pesimis
5.
Sikap negatif
(benci) terhadap mata pelajaran atau guru
6.
Kebiasaan
buruk (males) dalam belajar
7.
Panca indra
kurang berfungsi secara osekolahimal
8.
Mengalami
stress
|
1.
Iklim
kehidupan sekolah yang kurang kondusif (interaksi guru-siswa kurang harmonis,
fasilitas belajar kurang, proses persekolahan kurng tertata dengan baik)
2.
Iklim
kehidupan keluarga yang tidak harmonis
3.
Teman yang
malas belajar
4.
Kurang
memiliki fasilitas belajar
5.
Tidak
memiliki pelengkap belajar, seperti buku, dan alat tulis.
|
c.
Kiat Belajar yang
Efektif
1) Berdo’alah sebelum belajar
2) Tanamkan sikap dalam diri sendiri bahwa belajar merupakan ibadah
kepada Allah (tanamkan sikap ikhlas untuk belajar)
3) Lakukan belajar (membaca buku, mnegerjakan tugas) secara rutin
(terjadwal)
4) Ikutilah semua mata pelajaran yang diprogramkan
5) Kerjakanlah tugas-tugas sesuai dengan waktunya
6) Berdiskusilah dengan teman apabila ada materi yang kurang dipahami
7) Berpartisipasilah secara aktif dalam proses belajar di kelas
8) Rajinlah membaca referensi (buku, majalah, internet)
9) Bersikaplah tegar apabila menghadapi kegagalan
10) Bertnyalah kepada guru apabila ada masalah yang belum dipecahkan
d.
Kiat Membaca
Buku (Metode SQ3R)
1) Survey, menyelidiki
atau membaca konten (isi) dan pendahuluan buku yang dibaca untuk mengetahui
gambaran umum tentang topik-topik atau masalah yang dibahas didalamnya.
2) Question, merumuskan
pertanyaan yang terkait dengan topik-topik atau masalah yang telah dibaca pada
langkah-langkah pertama.
3) Read, membaca semua
isi dari bab pertama sampai akhir, terutama yang terkait dengan
pertanyaan-pertanyaan yang diajukkan.
4) Recite, mengucapkan
kembali, menceritakan, atau menuliskan jawaban atas pertanyaan yang diajukkan
berdasarkan hasil bacaan yang telah dilakukan.
5) Review, membaca jawaban
atau catatan sambil mengevaluasi kecocokannya dengan pertanyaan yang dijukkan.
Di samping itu membaca kembali materi-materi pokok yang dibahas dalam uku
tersebut secara keseluruhan, sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang
keterkaitan antara materi yang satu dengan yang lainnya.
BAB III
PENUTUP
Dari materi tang sudah dipaparkan di atas, maka kami
memperoleh kesimpulan sebagai berikut:
Ø Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di luar mata
pelajaran sebagai bagian integrasi dari kurikulum
sekolah/madrasah. Kegiatan pengembangan diri merupakan upaya pembentukan watak
dan kepribadian peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan pelayanan
konseling berkenaan dengan masalah pribadi dan kehidupan sosial, kegiatan
belajar, dan pengembangan karir, serta kegiatan ekstra kurikuler.
Ø Pengantar dari pengembangan diri ini yaitu
untuk mempersiapkan peserta didik agar memiliki kemampuan intelektual dan
keterampilan. Setain itu juga, supaya peserta didik memiliki akhlak yang mulia,
mental yang sehat, atau kepribadian yang mantap.
Pernyataan ini mengandung maksud bahwa
pendidikan merupakan proses yang mempasilitasi peserta didik agar mampu
mengembangkan potensi dirinya secara utuh, dalam arti memiliki:
§ Fisik yang sehat, bugar dan fungsional
§ Kemampuan intelektual yang cerdas
§ Emosi yang stabil
§ Kemampuan yang sosiabilitas yang lentur (tidak
kaku) dan komunikatif
§ Kesadaran religiusitas yang mantap.
Ø Materi Pengembangan Diri melalui Layanan Dasar
1. Konsep Diri dan Pengembangan Diri secara
Efektif
2. Kematangan Emosional
3. Etika Pergaulan dengan Teman Sebaya
4. Problem Solving (Pemecahan Masalah)
5. Sikap dan Kebiasaan Belajar
6.
Cara Belajar yang
Efektif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar